Archives

Siapa Para Rafidhi Ekstrim Itu?

Ibn Qutaybah dalam al-Ma'arif, dengan judul:

أسماء الغالية من الرافضة
(Nama-nama Rafidhi ekstrim)

أبو الطفيل صاحب راية المختار، وكان آخر من رأى رسول الله صلى الله عليه وسلم موتاً.
والمختار ،
وأبو عبد الله الجدلي ،
وزرارة بن أعين ،
وجابر الجعفي, انتهى

1. Abu Thufayl,
2. Mukhtar
3. Abu Abd Allah al-Jadly
3. Zurarah
4. Jabir al-Ju'fi

Siapakah Abu al-Thufayl itu? coba lacak di al-Ma'arif tersebut, hasilnya:

أبو الطفيل رضي الله تعالى عنه :
هو أبو الطفيل عامر بن واثلة ، رأى النبي صلى الله عليه وسلم

Nama panjang Abu Thufayl ra adalah Abu Thufayl Aamir ibn Wathilah. Dia melihat Nabi Muhammad saw, dengan demikian Ia adalah termasuk golongan sahabat, bahkan Ibn Qutaybah menyebutkan RadhiyAllahu 'Anhu.

Akhirnya, para sahabatpun ada yang termasuk Rafidhi Ekstrim. Semoga Allah meridhai mereka


http://wilayat.net/index.php?option=com_content&view=article&id=131:rafidi-extremists-among-the-sahabah&catid=27:sahaba-general

These icons link to social bookmarking sites where readers can share and discover new web pages.
  • Digg
  • Sphinn
  • del.icio.us
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • Spurl
  • StumbleUpon
  • Technorati

Imam Mahdi telah lahir

Kendati pendapat yang masyhur di kalangan Ahlusunah bahwa Imam Mahdi yang dijanjikan dalam hadis-hadis mutawatir belum lahir dan kelak akan lahir ketika masanya tiba, namun tidak jarang di antara ulama Ahlusunah yang meyakini bahwa Imam Mahdi yang dijanjikan dalam sabda-sabda Nabi saww tersebut telah lahir, dia adalah putra Imam Hasan al-Askari as lahir di kota Samurra’.

Ayah: Imam Hasan al-‘Askari as.
Ibu: Narjis.
Tempat atau tanggal lahir: Samurra’ pertengahan bulan Syakban tahun 255 H.

Beliau mengalami masa ghaibah (ghaib dari pandangan manusia) dalam dua tahap: ghaibah shughrah (kegaiban kecil) dan ghaibah kubra (kegaiban besar atau total).
Ghaibah shughra: dari tahun 260 hingga tanun 329 H.
Ghaibah kubra berawal dan berakhirnya ghaibah shughra hingga waktu diizinkan Allah SWT dan tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia.

Mari Kita amati keterangan dibawah ini yang dinukil dari kitab : ”Is’af Al-Raghibin fi Sirah Al-Mushthafa wa Fadha’il Ahli Baithi Al-Thahirin” karya Al-Imam Al-Allamah Al-Arif Billah Al-Syaikh Muhammad bin Ali Al-Shabban Rahimahullah sebagai berikut :
Sayyidi Abdul Wahab Al-Sya’rani mengatakan di dalam kitabnya Al-Yawaqit wal Jawahir bahwa Al-Mahdi itu berasal dari putra Imam Hasan Al-Askari. Lahir pada malam pertengahan bulan Sya’ban tahun dua ratus lima puluh lima Hijriyah. Ia tetap hidup sampai sekarang dan akan bergabung dengan Nabi Isa as. Demikianlah yang diberitahukan oleh Syaih Hasan Al-Iraqi kepadaku, dari Imam Al-Mahdi, ketika Syaih Hasan berjumpa dengannya, yang kebetulan dihadiri juga oleh Sayyidi Ali Al-Khawwash rahimahumallaahu Ta’ala.

Syaikh Muhyiddin Ibn Arabi di dalam kitab Al-Futuhat mangatakan : ”Ketahuilah Bahwa Al-Mahdi a. s. itu mesti keluar, namun tidak akan keluar kecuali apabila dunia sudah penuh dengan kezaliman dan dialah yang akan melenyapkan kezaliman itu dan menggantikan dengan keadilan. Dia berasal dari keturunan Rasulullah S A W dari putra Fathimah ra. Kakeknya adalah Husain bin Ali bin Abi Thalib, dan ayahnya adalah Imam Hasan Al-Askari bin Imam Ali Al-Naqi bin Imam Muhammad Al-Taqi bin Imam Ali Al-Ridha bin Imam Musa Al-Kazhim bin Imam Jakfar Ashshadiq bin Imam Muhammad Al-Baqir bin Imam Ali Zainal Abidin bin Imam Husain bin Imam Ali bin Abi Thalib r.a.

Ini adalah pernyataan Ibn Arabi, yang dikenal sebagai Penutup Wali dalam mengidentifikasi Imam Mahdi (as):

واعلموا أنه لابد من خروج المهدي (عليه السلام) لكن لا يخرج حتى تمتلئ الأرض جوراً وظلماً فيملؤها قسطاً وعدلاً ولو لم يكن من الدنيا إلا يوم واحد طوّل الله تعالى ذلك اليوم حتى يلي ذلك الخليفة وهو من عترة رسول الله صلى الله عليه وسلم من ولد فاطمة رضي الله عنها، جده الحسين بن علي بن أبي طالب ووالده حسن العسكري ابن الإمام علي النقي ـ بالنون ـ ابن محمد التقي ـ بالتاء ـ ابن الإمام علي الرضا ابن الإمام موسى الكاظم ابن الإمام جعفر الصادق ابن الإمام محمد الباقر ابن الإمام زين العابدين علي بن الإمام الحسين ابن الإمام علي بن أبي طالب رضي الله عنه

Shaykh Muhyiddin Ibn al-'Arabi, al-Futuhat al-Makkiyah, chapter 366, dikutip oleh Abdul-Wahab al-Sha'rani, dalam kitab Yawaqit wa Jawahir jilid dua serta Sheikh Mahdi Faqih al-Imani menyebutnya dalam Al-Mahdi 'inda Ahl al-Sunnah, vol. 1, p. 410.

Dalam Kitab Ash-Shawa’iqal Muhriqah karya Ibnu Hajar dalam bab mengenai ihwal Al-’Askari terdapat uraian sebagai berikut : ”Beliau (Imam Hasan Al-’Askari) tidak meninggalkan keturunan seorangpun selain putranya yaitu Abal Qasim Muhammad AlHujjah a.s., yang umurnya ketika ayahnya wafat adalah 5 tahun. Tetapi dalam usia tersebut Allah telah menganugrahkan kepadanya hikmah, dan dia dinamakan Al-Qa’im Al-Muntadzar. Dikatakan bahwa, yang demikian itu karena dia telah ”dirahasiakan” , kemudian menghilang dan tidak diketahui kemana perginya. Penulis lain dari kalangan jumhur ulama juga menuturkan hal serupa, misalnya Ibnu Khallikan, pengarang Al-Fushulul Muhimah, Mathalibus Su’ul, Syawahidun Nubuwah sebagai mana yang diterangkan oleh syaih Abdullah Syabar dalam karyanya yang berjudul Haqqul Yaqin. Ustadz Hasyim al-Amidi telah mengadakan studi penelusuran yang seksama dan beliau menemukan 128 (seratus dua puluh delapan) Ulama Ahlusunah telah meyakini kelahiran Imam Mahdi as.

Di bawah ini akan kami sebutkan sebagian nama-nama mereka:

1.Muhammad bin Harun Abu Bakar ar-Rauyani (w. 307 H) dalam kitabnya al-Musnad.
2.Abu Nu’aim aI-Ishfahani (w. 430H) dalam kitabnya al-Arba’in haditsan fi al-Mahdi.
3.Ahmad Bin Husain al-Baihaqi (w. 458 H) dalam Syu’ab al-Iman.
4.Al-Khawarizmi al-Hanafi (w. 568 H) dalam Maqtal al-Imam al-Husain.
5.Muhyiddin Ibn al-Arabi (w. 638 H) dalam al-Futuhat alMakkiyah, bab 366 dalam pembahasan 65, sebagaimana disebut dalam Yawaqit wa al-Jawahir oleh asy-Sya’rani.
6.Kamaluddin Muhammad bin Thalhah asy-Syafi'iy (w. 652 H) dalam Mathalib as-Su'ul.
7.Sibth Ibn al-Jauzi al-Hanbali (w. 654 H) dalam Tadzkirah-alKhawash.
8.Muhammad bin Yusuf al-Kunji asy-Syafi’i (terbunuh tahun 658 H) dalam kitabnya Kifayah ath-Thalib.
9.Al-Juwaini al-Hamawaini asy-Syafi’i (w. 732 H) dalam Fara’id as-Simthain: 2\337.
10.Nuruddin Ibnu Shabbagh al-Maliki (w. 855 H) dalam al-Fushul al-Muhimmah.71
11.A1-Quthb asy-Sya’raani, sebagaimana dinukil dalam Nuur alAbshar (187).
12.Syeikh Sahan al-Iraqi, sebagaimana dinukil dalan Nuur al-Abshar.
13.Syeikh Ali al-Khawash, sebagaimana disebutkan oleh al-Quthb asy-Sya’rani.
14.Syeikh asy-Syablanji dalam Nuur al-Abshar.
15.Ibnu Hajar al-Haitsami al-Makki (974 H) dalam ash-Shawaiq.

Source: http://www.aeonity.com/eryc9/imam-kedua-belas-imam-muhammad-almahdi-s

These icons link to social bookmarking sites where readers can share and discover new web pages.
  • Digg
  • Sphinn
  • del.icio.us
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • Spurl
  • StumbleUpon
  • Technorati

Kesyahidan Imam Husayn as diramalkan di catatan kitab Hindu

Ramalan ini pertama-tama dibukukan dengan judul Ke-Rasul-an/Ke-Nabi-an tahun 1970 oleh Bilal Muslim Missie dari Tanzania Daressalam. Setelah itu buku ini berkali-kali di print di Daressalam dan Mombasa. Kemudian W.I.N. (The World Islamic Network) dari Bombai menerbitkannya sebagai buku kecil yang berjudul: ‘Ramalan-ramalan tentang Rasul yang suci dari Islam dalam catatan Hindu, Kristen dan Yahudi’.

Ketika mereka ingin mengeprint ulang buku kecil itu maka Ustadz Sayid Saeed Akhtar Rizvi tanggal 04 september 2001 memeriksa kembali isi buku itu dengan teliti dan menambahkan (ramalan) menurut catatan Persi ke dalamnya. Dengan demikian Ramalan akan datangnya Rasul yang suci (Muhammad saw.) sudah tercantum dalam catatan Hindu, Kristen, Yahudi dan Persi.

Penulis tidak mencantumkan isi semuanya dibuku ini tapi hanya yang terpenting saja yang berkaitan dengan Keturunan Nabi saw. yaitu ramalan tertulis dalam catatan kitab Hindu saja yang bernama Barm Uttar Khand tentang akan datangnya Rasul yang suci dan anak keturunannya (ahlul baitnya) yang telah diterjemahkan oleh Ustadz Abdurrahman Christi dari India pada abad kesebelas Hijriyyah (1631-1632 Masehi) dalam bukunya ‘Mir’atul Makhluqat’.

Dalam catatan kitab Hindu ini menceriterakan ada seorang Nabi yang terkenal bernama Mahadevij. Mahadevij ini berceritera pada istrinya Parbati sewaktu berada digunung Kailash Parbat yang ditulis oleh muridnya Bishit Muni. Bagian-bagian yang terpenting diatas telah diterjemahkan dari buku Muqaddamah Anwarul Qur’an oleh Sayid Raha Husain Gopalpuri halaman 40-43. Dalam kitab Hindu Barm Uttar Khand ini Mahadevij berkata:

“Setelah enam ribu tahun, Tuhan yang Maha Kuasa akan menciptakan seorang manusia yang indah dari keturunan Adam di Mundane yaitu tempat antara lautan-lautan (yang dimaksud Negara Arab yang diliputi oleh tiga lautan).

..Oh Parbati, dia akan dilahirkan dari Kant Bunjih (pengabdi/hamba Tuhan, yang dalam bahasa arabnya Abdullah). Dan dia (Abdullah) akan lurus dan memiliki pengetahuan tentang Tuhan sebagai sungai (luas). (Dari sungai –Abdullah– ini) akan muncul/lahir mutiara. Dan nama isterinya (istri Abdullah) Sank Rakhiya (yang berarti kedamaian atau keamanan yang dalam bahasa arabnya Aminah). Dan dia (Abdullah) akan sudah membaca tiga kitab, dan dia akan mengenyampingkan kitab keempat setelah membaca Alif Laam Miim.

Oh Parbati dia (Abdullah) akan menjadi kepala dari sukunya, orang-orang dari semua desa akan datang ke pintunya dan akan mengikutinya. (anak lelaki Abdullah) akan tidak mengenal takut kepada makhluk, dia akan sangat gigih, berani dan akan memiliki pengetahuan tentang Tuhan dan namanya Mahamat. Orang-orang akan keheran-heranan bila melihat dia (Mahamat) dan dia tidak akan menyembah apa yang disembah oleh sukunya dan dia akan menerangkan pada orang-orang: ‘Telah turun pada saya wahyu dari yang Esa (Tuhan) agar kamu tidak selalu menyembah yang tidak ada manfaatnya dan saya tidak bertujuan apa-apa hanya kecuali karena Tuhan maka dari itu ikutilah aku’. (kata-kata yang serupa juga tercantum di Al-Qur’an 13:36).

Oh Parbati, Mahamat akan mengajarkan syari’atnya (hukum Islam) pada seluruh makhluk dengan menghapus cara yang dahulu (jahiliyyah) serta semua syari’at yang sebelumnya. Dan dia akan mencoba setiap manusia untuk mengikutinya (mengikuti agamanya). Lama kelamaan agamanya akan di ikuti oleh manusia yang tidak terhitung jumlahnya dan banyak dari mereka akan sampai pada Tuhan. Dan seperti halnya sekarang yang kita kenal yaitu waktu/zaman Sakh, begitu juga orang-orang pada akhir Kaljg akan menggunakan waktu/zaman yang menunjukkan zamannya Mahamat ( yaitu tahun Hijriyyah).

Oh Parbati, setelah dia (setelah wafat anak lelaki Muhammad saw.--pen) Sang Kuasa yang tidak ada bandingannya akan mengarunia seorang putri pada Mahamat, dia (putri ini) akan lebih baik dari 1000 anak lelaki dan dia (Siti Fathimah ra--pen) sangat cantik sekali, sangat hebat dan sangat sempurna amal ibadahnya pada Tuhan. Dia (Siti Fathimah ra) tidak mengucapkan kata-kata yang salah dan dia akan dilindungi (oleh Tuhan) dari segala dosa baik kecil mau pun besar. Dan dari ayahnya dia akan selalu dekat pada Tuhan. Yang Kuasa akan mengarunianya dua anak lelaki (Al-Hasan dan Al-Husain--pen) dari putri Mahamat ini. Kedua anak ini bagus/ganteng, kuat dan dicintai oleh Tuhan, mempunyai ilmu pengetahuan luas tentang Tuhan (pandai dalam ilmu agama), berani, gigih dan sangat sempurna dalam mengerjakan kebaikan. Dan yang maha Kuasa setelah (penciptaan) mereka ini tidak akan menciptakan manusia yang sempurna seperti mereka, baik secara bathin maupun lahir dalam kebaikan.

Dua anak lelaki Mahamat ini akan mempunyai penerus (penggantinya) dan mereka akan dikarunia keturunan yang tidak terhitung jumlahnya. Mereka akan membimbing pada agama Mahamat hari ke hari dengan argumentasi yang benar dan mereka akan membuat agama mudah (sesuai dengan hadits bahwa agama itu mudah--pen), dan Mahamat akan mencintai mereka melebihi dari ummatnya sampai-sampai melebihi dari putrinya sendiri. Dan dua anak lelaki ini (Al-Hasan dan Al-Husain) akan sempurna sekali menjalankan agama Mahamat. Mereka tidak mau berbuat hanya untuk memenuhi hawa nafsu dan setiap yang mereka bicarakan dan perbuat semata-mata karena Tuhan yang Maha Kuasa.

Oh Parbati, beberapa tahun setelah wafat Mahamat akan ada orang yang buruk membunuh anak cucu Mahamat ini tanpa alasan yang benar. Tidak lain perbuatan (pembunuh) hanya untuk meraih kepentingan urusan duniawi. Seluruh dunia akan merasa kehilangan pimpinan karena kewafatan mereka. Pembunuh-pembunuh itu adalah Maliksh, ateis dan dilaknat dalam dua alam (makhluk di dunia dan di langit--pen). Mereka tidak akan dicintai oleh Mahamat dan mereka ini tidak pernah keluar dari Narkh (neraka). Tetapi mereka (pembunuh-pembunuh) berpura-pura/seakan-akan tetap memegang agama Mahamat dan lambat laun lain-lainnya akan mengikuti mereka. Mereka akan menjalankan perbuatan yang bertentangan dengan ajaran Mahamat dan kedua cucunya (Al-Hasan & Al-Husain). Hanya beberapa saja yang masih taat mengikuti ajaran Mahamat. Kebanyakan mereka mengikuti perjalanan pembunuh-pembunuh anak-anak Mahamat. Tapi mereka ini dalam samaran saja menjuluki diri mereka sebagai pengikut Mahamat dan pada akhir Kaljug banyak dari mereka Hypocriet (Munafiq) dan mereka akan membuat kekacauan/keonaran didunia “.

Setelah ceritera semua diatas ini, Mahadevij juga ceritera mengenai akan munculnya Imam Mahdi, datangnya hari kiamat, masuknya surga Bibi Siti Fathimah dan pengikut-pengikutnya. Demikianlah sebagian isi terjemahan ramalan mengenai akan datangnya seorang Rasulallah dalam catatan kitab Hindu Barm Uttar Khand.

NB:
[1] Arab dikelilingi oleh Tiga lautan : Laut Mati, Laut Merah dan Laut Tengah.
[2] Kant Bunjh berarti Pelayan Tuhan, yang dalam bahasa Arab adalah Abdullah,
nama Ayah baginda Nabi saw.
[3] Sank Rakhiya berarti kedamaian, yang dalam bahasa Arab adalah Amina, ibunda
baginda Nabi saw.
[4] Coba anda cek ayat alquran dimana Nabi saw berkata demikian. Surah 13:36.
[5] Baginda Nabi saw dikaruniai putri bungsu yang bernama Fatimah az-zahra as,
yang suci dari kesalahan dan dosa.
[6] Al-Hasan as dan Al-Husain as adalah putra dari Fatimah as.
[7] Sesuai dengan kenyataan yang telah kita lihat bahwa setelah baginda saw
wafat, keturunan beliau dibunuh dan dauber-uber ke seluruh wilayah
Arabia dan mayoritas masyarakat mengikuti rezim umayyah dibanding kedua putra baginda Nabi saw dan keturunannya. Bahkan mereka dan pengikutnya (dua putra fatimah as) disebut sebagai orang zindiq dan atheis dan pemberontak (Rafidhoh).
[8] Kita juga melihat di era saat ini, banyak manusia-manusia yang ternyata
pengikut rezim umayyah di masa lalu tersebut, seperti wahhabi, talliban, saddam dan pengikutnya telah menciptakan kekacauan di seluruh
dunia dan menciptakan penyesatan tentang pemahaman terhadap Islam sebagai agama
kerusuhan dan tidak toleran.

These icons link to social bookmarking sites where readers can share and discover new web pages.
  • Digg
  • Sphinn
  • del.icio.us
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • Spurl
  • StumbleUpon
  • Technorati

Para Nabi, Sahabat, Ulama bahkan Yahudipun bertawasul, Mengapa anda tidak?

Berikuti ini kisah-kisah nyata terdahulu yang menunjukkan diperbolehkannya bertawasul.

--- Tawasul dengan amal soleh

"Dan Ibnu 'Umar Rda., dari Nabi Muhammad Saw. beliau menceritakan : Adalah tiga orang berjalan ke luar kota, tiba-tiba hujan turun, maka mereka ketiganya masuk berlindung ke dalam sebuah gua pada suatu bukit. Kebetulan kemudian batu besar jatuh menutupi pintu gua mereka. Salah seorang di antara mereka berkata kepada kawannya : Berdo'alah kepada Tuhan dengan berkat amal saleh yang engkau kerjakan. Lalu salah seorang dari pada mereka berdo'a : Ya Allah, dahulu ada dua orang ibu-bapa saya yang sudah tua. Saya keluar menggembala dan saya perah susu gembalaanku lalu saya bawa susunya pulang. Saya beri minum ibu-bapak, anak-anakku, familiku dari isteriku dengan susu itu. Pada suatu hari saya terlambat pulang, saya dapati ibu-bapaku sudah tidur, saya tidak suka mengagetkan mereka dengan membangunkannya, padahal anak-anak bertangisan minta susu di bawah kakiku. Begitulah saya hingga sampai pagi.
Ya Allah, kalau Engkau tahu bahwasanya saya memperbuat amal itu karena semata-mata karena ntengharapkan keredhaan Engkau, maka bukalah pintu gua ini sehingga kami dapat melihat langit. Maka pintu gua dibukakan oleh Tuhan sepertiganya" (Hadits sahih riwayat Imam Bukhari dan Muslim - lihat Sahih Bukhari II hal 17- 18).
Orang yang berdua lagi berdo'a pula dengan do'a-do'a yang bertawassul juga sehingga pintu gua terbuka seluruhnya.
Hadits ini adalah hadits yang kuat untuk dijadikan dalil atas sunnatnya berdo'a dengan tawassul.
Pengarang kitab "Al Lulu wal Marjan fi Mattafaqa alaihis-Syaikhan" Foad al Baqi, memberi judul akan hadits ini dengan perkataan "Bab kessah ahli gua yang bertiga dan tawassul dengan amal saleh." (Al Lulu' wal Marjan jilid 1I1 pagina 305).

--- Tawasul dengan Nabi Muhammad saw (baik yang terjadi sebelum kelahirannya, semasa hidup maupun sesudah wafatnya)

"Dan setelah datang kepada mereka Kitab (al Quran) dari Tuhan di mana Kitab itu membenarkan Kitab yang ada di tangan mereka, yaitu kitab Taurat, padahal mereka pada masa dulunya (sebelum datang Nabi Muhammad) minta pertolongan kemenangan untuk mengalahkan orang-orang kafir. Tetapi manakala telah datang apa yang mereka telah ketahui, engkar pula kepadanya, maka kutuk (la'nat) Tuhan atas orang yang kafir itu". (Al Baqarah 89).
Ayat di atas menceritakan halnya orang Yahudi yang tidak mau iman kepada Nabi Muhammad Saw., pada hal dahulu sebelum Nabi Muhammad Saw. lahir ke dunia mereka selalu mendo'a kepada Tuhan bertawassul dengan Nabi Muhammad Saw, yang akan lahir memohon untuk mengalahkan musuh mereka dalam peperangan. Akan tetapi setelah Nabi Muhammad Saw. benar-benar datang, mereka tidak iman dengan beliau. Orang ini dikutuk oleh Tuhan karena tidak imannya itu.
Dalam memberikan tafsir dari ayat ini, Syeikh Abdul Jail Isa bekas guru Kulliyah Usuluddin dan Bahasa'Arab pada Universitas Azhar Kairo, menerangkan:
"Mereka minta kemenangan dari Allah melawan orang musyrik dengan herkat Nabi Besar yang ditunggu" (Mushaf al Murassar, pagina 17).
Syeikh Husen bin Makhluf al 'Adawi bekas Wakil Direktur Universitas al Azhar di Kairo berkata:
"Ayat ini turun mengabarkan hal ihwal orang Yahudi keturunan kitab, yaitu Bani Quraizah dan Bani Nadhir yang ketika berperang melawan suku Aus dan Khazraj yang kafir. Mereka membuka kitab Taurat dan meletakkan tangannya di atas tulisan "Nabi yang akan lahir akhir zaman" dalam Taurat itu. Mereka mendo'a : Ya Allah, dengan berkat Nabi yang Engkau janjikan akan keluar akhir zaman, menangkanlah peperangan kami ini! Kemudian mereka memperoleh kemenangan dalam peperangan berkat kebesaran Nabi Muhammad Saw. tetapi sayang sekali karena kemudian setelah Nabi lahir sebagiannya orang Yahudi tidak mau iman kepada Nabi". (Hukum tawassul dengan Nabi-nabi dan Wali-wali, pagina 165).

"Berkata Rasulullah Saw. : Pada ketika telah membuat kesalahan Nabi Adam, ia bertaubat dan berkata : Hai Tuhan, saya mohon kepada-Mu dengan hak Muhammad supaya Kamu ampuni saya. Maka Tuhan menjawab : "Hai Adam, bagaimana engkau mengetahui Muhammad sedang ia belum dijadikan ? Adam rnenjawab : Hai Tuhan, setelah Engkau jadikan saya, saya mengangkat kepala melihat ke tiang Arsy di mana tertulis kalimat : Tidak ada tuhan Selain Allah Muhammad adalah utusan Allah. Maka saya tahu bahwa Engkau tidak akan menyertakan Nama Engkau, kecuali dengan nama orang yang Engkau kasihi.
Maka Tuhan menjawab : Engkau benar hai Adam, ia adalah seorang laki-laki yang paling Aku kasihi, kalau engkau memohon kepada Aku dengan haknya, engkau Aku ampuni. Kalau tidaklah karena dia, engkau tidak akan Aku jadikan". (Hadits riwayat Imam Baihaqi dalam kitab Dalailu Nubuyah-Imam Hakim dan Imam Thabrani - Syawahidul Haq halaman 156).

At-Tsa'labi mengisahkan: “Pada keempat harinya waktu Nabi Yusuf a.s. berada didalam sumur, Jibril a.s. mendatanginya dan bertanya: ‘Hai anak siapakah yang melempar engkau kesumur'? Jawab Yusuf as: ‘Saudara-saudaraku'. Jibril as. bertanya lagi: Mengapa? Yusuf as berkata: ‘Mereka dengki karena kedudukanku di depan ayahku'. Jibril as. berkata: ‘Maukah engkau keluar darisini'? Yusuf a.s.berkata mau. Jibril as berkata: ‘Ucapkanlah (do'a pada Allah swt.) sebagai berikut': ‘Wahai Pencipta segala yang tercipta, Wahai Penyembuh segala yang terluka, Wahai Yang Menyertai segala kumpulan, Wahai Yang Menyaksikan segala bisikan, Wahai Yang Dekat dan Tidak berjauhan, Wahai Yang Menemani semua yang sendirian, Wahai Penakluk yang Tak Tertakluk kan, Wahai Yang Mengetahui segala yang gaib, Wahai Yang Hidup dan Tak Pernah Mati, Wahai Yang Menghidupkan yang mati,Tiada Tuhan kecuali Engkau, Mahasuci Engkau, aku bermohon kepada-Mu Yang Empunya pujian, Wahai Pencipta langit dan bumi, Wahai Pemilik Kerajaan, Wahai Pemilik Keagungan dan Kemuliaan, aku bermohon agar Engkau sampaikan shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, berilah jalan keluar dan penyelesaian dalam segala urusan dan dari segala kesempitan, Berilah rezeki dari tempat yang aku duga dan dari tempat yang tak aku duga ' “.
Lalu Yusuf a.s. mengucapkan do'a itu. Allah swt. mengeluarkan Yusuf a.s. dari dalam sumur, menyelamatkannya dari reka-daya saudara-saudara nya. Kerajaan Mesir didatangkan kepadanya dari tempat yang tidak diduganya”. ( At Tsa'labi 157, Fadhail Khamsah 1:207).
Lihat riwayat ini, Nabi Yusuf as. diajari oleh Jibril as. untuk berdo'a pada Allah swt. agar bisa cepat keluar dari sumur dengan sholawat serta tawassul kepada Rasulullah saw.dan keluarganya.

Diriwayatkan dari Anas bin Malik, ia mengatakan; ketika Fathimah binti Asad meninggal dunia, Rasulullah saw. datang dan duduk di sisi kepalanya sembari bersabda: ‘Rahimakillah ya ummi ba'da ummi ‘ (Allah merahmatimu wahai ibuku pasca ibu [kandung]-ku). Kemudian beliau saw. menyebutkan pujian terhadapnya, lantas mengkafaninya dengan jubah beliau. Kemudian Rasulallah memanggil Usamah bin Zaid, Abu Ayyub al-Anshari, Umar bin Khattab dan seorang budak hitam untuk menggali kuburnya. Kemudian mereka menggali liang kuburnya. Sesampai di liang lahat, Rasulallah saw. sendiri yang menggalinya dan mengeluarkan tanah lahat dengan meng- gunakan tangan beliau saw.. Setelah selesai (menggali lahat), kemudian Rasulallah saw. berbaring disitu sembari berkata: ‘Allah Yang menghidupkan dan mematikan. Dan Dia Yang selalu hidup, tiada pernah mati. Ampunilah ibuku Fathimah binti Asad. Perluaskanlah jalan masuknya, demi Nabi-Mu dan para nabi sebelumku ”. (Lihat: Kitab al-Wafa' al-Wafa')
Hadits yang serupa diatas yang diketengahkan oleh At-Thabrani dalam Al-Kabir dan Al-Ausath. Rasulallah saw. bertawassul pada dirinya sendiri dan para Nabi sebelum beliau saw. sebagaimana yang diriwayatkan dalam sebuah hadits dari Anas bin Malik, ketika Fathimah binti Asad (isteri Abu Thalib, bunda Imam ‘Ali bin Abi Thalib kw.) wafat, Rasulallah saw. sendirilah yang menggali liang-lahad. Setelah itu (sebelum jenazah dimasukkan ke lahad) beliau masuk kedalam lahad, kemudian berbaring seraya bersabda:
“Allah yang menghidupkan dan mematikan, Dialah Allah yang Maha Hidup. Ya Allah, limpahkanlah ampunan-Mu kepada ibuku (panggilan ibu, karena Rasulallah saw. ketika masih kanak-kanak hidup dibawah asuhannya), lapangkanlah kuburnya dengan demi Nabi-Mu (yakni beliau saw. sendiri) dan demi para Nabi sebelumku. Engkaulah, ya Allah Maha Pengasih dan Penyayang”. Beliau saw. kemudian mengucapkan takbir empat kali. Setelah itu beliau saw. bersama-sama Al-‘Abbas dan Abu Bakar (radhiyallahu ‘anhumaa) memasukkan jenazah Fathimah binti Asad kedalam lahad. ( At-Thabrani dalam Al-Kabir dan Al-Ausath.)
Pada hadits itu Rasulallah saw. bertawassul disamping pada diri beliau sendiri juga kepada para Nabi sebelum beliau saw.! Dalam hadits itu jelas beliau saw. berdo'a kepada Allah swt. sambil menyebutkan dalam do'anya demi diri beliau sendiri dan demi para Nabi sebelum beliau saw. Kalau ini bukan dikatakan sebagai tawassul, mengapa beliau saw. didalam do'anya menyertakan kata-kata demi para Nabi ? Mengapa beliau saw. tidak berdo'a saja tanpa menyebutkan ...demi para Nabi lainnya ?
Dalam kitab Majma'uz-Zawaid jilid 9/257 disebut nama-nama perawi hadits tersebut, yaitu Ruh bin Shalah, Ibnu Hibban dan Al-Hakim. Ada perawi yang dinilai lemah, tetapi pada umumnya adalah perawi hadit-hadits shohih. Sedangkan para perawi yang disebut oleh At-Thabrani didalam Al-Kabir dan Al-Ausath semuanya baik (jayyid) yaitu Ibnu Hiban, Al-Hakim dan lain-lain yang membenarkan hadits tersebut dari Anas bin Malik.
Selain mereka terdapat juga nama Ibnu Abi Syaibah yang meriwayatkan hadits itu secara berangkai dari Jabir. Ibnu ‘Abdul Birr meriwayatkan hadits tersebut dari Ibnu ‘Abbas dan Ad-Dailami meriwayatkannya dari Abu Nu'aim. Jadi hadits diatas ini diriwayatkan dari sumber-sumber yang saling memperkuat kebenarannya.
Hadits di atas jelas sekali bagaimana Rasulallah bersumpah demi kedudukan (jah) yang beliau saw. miliki, yaitu kenabian, dan kenabian para pendahulunya yang telah wafat, untuk dijadikan sarana (wasilah) pengampunan kesalahan ibu (angkat) beliau, Fathimah binti Asad. Dan dari hadits di atas juga dapat kita ambil pelajaran, bagaimana Rasulallah saw. memberi ‘berkah' (tabarruk) liang lahat itu untuk ibu angkatnya dengan merebahkan diri di sana, plus mengkafani ibunya tersebut dengan jubah beliau.
Hadits ini diriwayatkan juga oleh lbnu Habban dan al Hakirn vang mana keduanya behau itu mtngatakan bahwa hadits iru adalah hadits yang sahih. Saidina Muhammad Saw. bertawassul dalam do'a ini dengan diri beliau sendiri sebagai Nabi dan dengan Nabi yang lain sebelumnya yaitu perkataan beliau bihaqqi Nabiyika wal Anbiya alazdina min qabli'.
Kalau ada orang yang memfatwakan bahwa bertawassul itu syirik, maka ia langsung telah menuduh Nabi Muhammad Saw. dan orang-orang Islam pengikut Nabi dengan syirik. Na'udzubillah !

Dari Ustman bin Hunaif yang mengatakan:
“Sesungguhnya telah datang seorang lelaki yang tertimpa musibah (buta matanya) kepada Nabi saw. Lantas lelaki itu mengatakan kepada Rasulllah; ‘Berdo'alah kepada Allah untukku agar Dia (Allah swt) menyembuhkanku!'. Kemudian Rasulallah ber- sabda: ‘Jika engkau menghendaki maka aku akan menundanya untukmu, dan itu lebih baik. Namun jika engkau menghendaki maka aku akan berdo'a (untukmu)'. Kemudian dia (lelaki tadi) berkata: ‘Mohonlah kepada-Nya (untukku)!'. Rasulallah memerintahkannya untuk mengambil air wudhu, kemudian ia berwudhu dengan baik lantas melakukan shalat dua rakaat. Kemudian ia (lelaki tadi) membaca do'a tersebut:
‘Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu, dan aku datang menghampiri-Mu, demi Muhammad sebagai Nabi yang penuh rahmat. Ya Muhammad, sesungguhnya aku telah datang menghampirimu untuk menjumpai Tuhanku dan meminta hajatku ini agar terkabulkan. Ya Allah, jadikanlah dia sebagai pemberi syafa'at bagiku'.
Utsman bin Hunaif berkata; ‘Demi Allah, belum sempat kami berpisah, dan belum lama kami berbicara, sehingga laki-laki buta itu menemui kami dalam keadaan bisa melihat dan seolah-olah tidak pernah buta sebelumnya".
HR. Imam at-Turmudzi dalam “Sunan at-Turmudzi” 5/531 hadits ke-3578; Imam an-Nasa'i dalam kitab “as-Sunan al-Kubra” 6/169 hadits ke-10495; Imam Ibnu Majah dalam “Sunan Ibnu Majah” 1/441 hadits ke-1385;
Imam Ahmad dalam “Musnad Imam Ahmad” 4/138 hadits ke-16789; al-Hakim an-Naisaburi dalam “Mustadrak as-Shohihain” 1/313; as-Suyuthi dalam kitab “al-Jami' as-Shoghir” halaman 59; Sunan Ibnu Majah, jilid 1, hal 331; Mustadrak al-Hakim, jilid 1, hal 313 ; Talkhish al-Mustadrak, adz-Dzahabi dan sebagainya.

Diriwayatkan oleh Imam Thabrani dan Baihaqi, dua orang ahli hadits yang terkenal, bahwa seorang pria datang berulang-ulang mau menghadap Saidina Utsman bin Affan (pada ketika beliau menjabat Khalifah).
Saidina Utsman bin Affan tidak memperhatikan hal orang ini sehingga ia tidak dapat berjumpa dengan Khalifah.
Pria ini mengadu kepada Utsman bin Hanif (sahabat Nabi yang tersebut kisahnya dalam dalil keempat).
Utsman bin Hanif berkata kepada pria tadi : Bawalah kemari tempat berwudhu' dan berwudhu'lah engkau. Kemudian datanglah ke mesjid dan sembahyang di sana. Sesudah sembahyang bacalah do'a
"Ya Allah, saya bermohon dan menghadap kepada-Mu dengan Nabi kami Muhammad, Nabi yang membawa rahmat. Hai Muhammad, saya menghadapkan mukaku dengan engkau kepada Tuhan, supaya permintaan saya diterima". Yang mendo'a menyebutkan apa yang dimintanya itu.
Pria ini mengerjakan apa yang diajarkan oleh Utsman bin Hanif dan sesudah itu lalu ia datang kepada Khalifah Saidina Utsman bin Affan, di mana ia lantas dengan mudah berjumpa dengan Khalifah dan menyampaikan maksudnya. Kemudian pria ini berjumpa dengan Utsman bin Hanif dan menanyakan apakah ada membicarakan persoalannya dengan Khalifah, karena kedatangannya yang akhir diterima dengan mudah.
Utsman bin Hanif menerangkan bahwa ia tak pernah berjumpa dan membicarakan dengan Khalifah tentang soal pria itu. Utsman bin Hanif menceritakan seterusnya bahwa seorang laki-laki dulu yang buta matanya datang kepada Rasulullah minta syafa'at (bantuan) supaya sakit matanya hilang, lalu Utsman bin Hanif mengajarkan hadits (yang tersebut dalam dalil keempat).

"Bahwasanya kemarau menimpa manusia pada zaman Khalifah Umar bin Khatab Rda. Seorang sahabat Nabi yang utama bernama Bilal bin Harits datang ke makam Nabi Muhammad Saw. di Madinah dan berziarah kepada beliau. Pada ketika itu ia berkata : Hai Rasulullah, mintakanlah hujan untuk ummat engkau karena mereka hampir binasa. Maka datang Rasulullah kepadanya (dalam mimpi) mengabarkan bahwa hujau akan turun". (Hadits ditiriwayatkan oleh Imam Baihaqi dan Ibnu Abi Syaibah dengan sanad yang sahih).

Diceritakan suatu kisah bahwa Khalifah Abbasiyah yang ke II Manshur, naik Haji ke Mekkah dari Bagdad. Sesudah mengerjakan haji beliau datang di Madinah untuk menziarahi makam Nabi Muhammad Saw. Pada ketika itu Imam Malik bin Anas (pembangun Madzbab Maliki) ada bersama beliau di mesjid Madinah. Khalifah Manshur bertanya kepada Imam Malik :
"Hai Abu Abdillah (gelar Imam Malik)! Sesudah ziarah dan hendak mendo'a, apakah saya harus menghadap Ka'bah atau mendo'a menghadap Rasulullah ?"
Imam Malik menjawab: Janganlah engkau palingkan mukamu dari padanya karena beliau adalah wasilah engkau dan wasilah bapak engkau Adam kepada Allah. Menghadaplah kepadanya dan minta syafa'atlah dengan dia, maka Allah akan memberi syafa'at-Nya kepadamu. Tuhan berfirman : "Kalau manusia ini menganiaya dirinya (dengan berbuat dosa) datang menghadapmu (Hai Muhammad), maka mereka minta ampun kepada Allah (di hadapanmu) dan Rasul memintaampunkan pula, niscaya Allah Penerima taubat dan Penyayang". (Lihat Syawahidul Haq halaman 156).
Cerita ini diterangkan oleh Qadhi Ijadh dalam kitab Syifa' dan oleh Imam Qasthalan dalam kitab Muwahibuladuniyah, oleh Imam Subki dalam kitab "Syifaus Siqam fi Ziyarati Khairil Anaam" oleh Sayid Samhudi dalam kitab Khulasatul Wafa' dan oleh Imam Ibnu Hajar dalam kitab Tuhfatuz Zuwar.
Berkata Ibnu Hajar, bahwa cerita Imam Malik dan Khalifah Manshur itu adalah cerita yang sahih berdasarkan sand-sanad yang baik. Kisah ini mendapat perhatian sungguh dari ulama-ulama ahli hukum syari'at karena yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad adalah wasilah Khalifah dan wasilah Adam, adalah Imam Malik seorang lama Islam yang terkenal, pengarang kitab Muwatha'.

--- Tawasul pada Orang-orang saleh (baik hidup maupun wafat)

Diriwayatkan oleh ‘Aufa al-‘Aufa dari Abi Said al-Khudri, bahwa Rasulallah saw. pernah menyatakan: “Barangsiapa yang keluar dari rumahnya untuk melakukan shalat (di masjid) maka hendaknya mengatakan: ‘Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu demi para pemohon kepada-Mu . Dan aku memohon kepada-Mu, demi langkah kakiku ini. Sesungguhnya aku tidak keluar untuk berbuat aniaya, sewenang-wenang, ingin pujian dan ber- bangga diri. Aku keluar untuk menjauhi murka-Mu dan mengharap ridho-Mu. Maka aku memohon kepada-Mu agar Engkau jauhkan diriku dari api neraka. Dan hendaknya Engkau ampuni dosaku, karena tiada dzat yang dapat menghapus dosa melainkan diri-Mu'. Niscaya Allah akan menyambutnya dengan wajah-Nya kepadanya dan memberinya balasan sebanyak tujuh puluh ribu malaikat ”. ( Lihat : Kitab “Sunan Ibnu Majah”, 1/256 hadits ke-778 bab berjalan untuk melakukan shalat)
Dari hadits di atas dapat diambil pelajaran bahwa, Rasulallah saw. mengajarkan kepada kita bagaimana kita berdo'a untuk menghapus dosa kita dengan menyebut (bersumpah dengan kata ‘demi') diri (dzat) para peminta do'a dari para manusia sholeh dengan ungkapan ‘Bi haqqi Saailiin ‘alaika‘ (demi para pemohon kepada-Mu), Rasulallah saw. disitu tidak menggunakan kata ‘Bi haqqi du'a Saailiin ‘alaika' (demi do'a para pemohon kepada-Mu), tetapi langsung menggunakan ‘diri pelaku perbuatan' (menggunakan isim fa'il). Dengan begitu berarti Rasulallah saw. membenarkan –bahkan mengajarkan– bagaimana kita bertawassul kepada diri dan kedudukan para manusia sholeh kekasih Ilahi (wali Allah) –yang selalu memohon kepada Allah swt.– untuk menjadikan mereka sebagai sarana penghubung antara kita dengan Allah swt. dalam masalah permintaan syafa'at, permohonan ampun, meminta hajat dan sebagainya.

Bahwa Ibnu Abbas mengucapkan kalimat berikut setelah Imam Ali syahid. Ia memohon pertolongan kepada orang yang telah di anggap meninggal. Ketika kematian Abdullah bin Abas mendekati ia berkata “ Ya Allah, aku mendekatkan diri kepadaMu dengan berwilayah kepada Ali bin Abi Thalib. “ 3 (Fada’il ash-Shahabah, Ahmad bin Hanbal, jilid 2, hal 662, Hadis 1129; ar-Riyadh an-Nadhirah, Muhibuddin Thabari, jilid 3, bal. 167; Manaqib Ahmad)
Perhatikanlah bahwa Ibnu Abbas wafat pada tahun 68/687 dua puluh delapan tahun setelah Imam Ali wafat. Apabila bertawassul kepada orang yang sudah meninggal dianggap perbuatan syirik, Ibnu Abbas tidak akan berkata demikian dan Ahmad bin Hanbal tidak akan meriwayatkan peristiwa itu.

Sayidina Umar bertawasul kepada Sayyidina Abbas.
"Dari Anas (bin Malik), bahwasanya 'Umar bin Khatab Rda. adalah apabila terjadi kemarau, minta hujan ia dengan Abas bin Abdul Muthalib, maka beliau berkata : "Ya Allah bahwasanya kami telah tawassul kepada Engkau dengan Nabi kami, maka Engkau turunkan hujan, dan sekarang kami tawassul kepada Engkau dengan paman Nabi kami, maka turunkanlah hujan itu." (Hadits ini dirawikan oleh Imam Bukhari dan Baihaqi - lihat Sahih Bukhari I hal. 128 dan Baihaqi (Sunan al Kubra) II hal. 352).

Semoga Tuhan menyinari hati kita dengan cahaya-Nya.


Source : lihat masalah tawasul dalam http://kawansejati.ee.itb.ac.id/; dsb.

These icons link to social bookmarking sites where readers can share and discover new web pages.
  • Digg
  • Sphinn
  • del.icio.us
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • Spurl
  • StumbleUpon
  • Technorati

Kelak akan datang dua belas Imam ...

Jabir bin Samurah meriwayatkan: Saya mendengar Nabi (saw) berkata: ”Kelak akan ada Dua Belas Pemimpin.” Ia lalu melanjutkan kalimatnya yang saya tidak mendengarnya secara jelas. Ayah saya mengatakan, bahwa Nabi menambahkan, ”Semuanya berasal dari suku Quraisy.” [Sahih al-Bukhari (Bahasa Inggris), Hadith: 9.329, Kitabul Ahkam; Sahih al-Bukhari, (Bhs Arab), 4:165, Kitabul Ahkam]

Nabi (saw) bersabda: "Agama (Islam) akan berlanjut sampai datangnya Saat (Hari Kebangkitan), berkat peranan Dua Belas Khalifah bagi kalian, semuanya berasal dari suku Quraisy.” [Sahih Muslim, (English), Chapter DCCLIV, v3, p1010, Hadis no. 4483; Sahih Muslim (Bhs Arab), Kitab al-Imaara, 1980 Edisi Saudi Arabia, v3, p1453, Hadis no.10]

Siapakah Dua Belas Penerus Nabi (s.a.w)itu? Apa yang dikatakan para Ulama Sunni:

Ibn al-'Arabi: Kami telah menghitung pemimpin (Amir-Amir) sesudah Nabi (saw) ada dua belas. Kami temukan nama-nama mereka itu sebagai berikut: Abubakar, Umar, Usman, Ali, Hasan, Muawiyah, Yazid, Muawiyah bin Yazid, Marwan, Abdul Malik bin Marwan, Yazid bin Abdul Malik, Marwan bin Muhammad bin Marwan, As-Saffah... Sesudah ini ada lagi 27 khalifah Bani Abbas. Jika kita perhitungkan 12 dari mereka, kita hanya sampai pada Sulaiman. Jika kita ambil apa yang tersurat saja, kita cuma mendapatkan 5 orang di antara mereka dan kepadanya kita tambahkan 4 ‘Khalifah Rasyidin’, dan Umar bin Abdul Aziz…. Saya tidak paham arti hadis ini. [Ibn al-'Arabi, Sharh Sunan Tirmidhi, 9:68-69]

Qadi 'Iyad al-Yahsubi: Jumlah khalifah yang ada lebih dari itu. Adalah keliru
untuk membatasinya hanya sampai angka dua belas. Nabi (saw) tidak mengatakan bahwa jumlahnya hanya dua belas dan bahwa tidak ada tambahan lagi. Maka mungkin saja jumlahnya lebih banyak lagi. [Al-Nawawi, Sharh Sahih Muslim, 12:201-202; Ibn Hajar al-'Asqalani, Fath al-Bari, 16:339]

Jalal al-Din al-Suyuti: Hanya ada dua belas Khalifah sampai Hari Pengadilan. Dan mereka akan terus melangkah dalam kebenaran, meski mungkin kedatangan mereka tidak secara berurutan. Kita lihat bahwa dari yang dua belas itu, 4 adalah Khalifah Rasyidin, lalu Hasan, lalu Muawiyah, lalu Ibnu Zubair, dan akhirnya Umar bin Abdul Aziz. Semua ada 8. Masih sisa 4 lagi. Mungkin Mahdi, Bani Abbasiyah bisa dimasukkan ke dalamnya sebab dia seorang Bani Abbasiyah seperti Umar bin Abdul Aziz yang (berasal dari) Bani Umayyah. Dan Tahir Abbasi juga bisa dimasukkan sebab dia pemimpin yang adil. Jadi, masih dua lagi. Salah satu di antaranya adalah Mahdi, sebab ia berasal dari Ahlul Bait (keluarga) Nabi (as).” [Al-Suyuti, Tarikh al-Khulafa, Halaman 12; Ibn Hajar al-Haytami, Al-Sawa'iq al-Muhriqah Halaman 19]

Ibn Hajar al-'Asqalani: Tidak seorang pun mengerti tentang hadis dari Sahih
Bukhari ini.
Adalah tidak benar untuk mengatakan bahwa Imam-imam itu akan hadir sekaligus pada satu saat bersamaan. [Ibn Hajar al-'Asqalani, Fath al-Bari 16:338-341]

Ibn al-Jawzi: Khalifah pertama Bani Umayyah adalah Yazid bin Muawiyah dan yang terakhir adalah Marwan Al-Himar. Total jumlahnya tiga belas. Usman, Muawiyah dan Ibnu Zubair tidak termasuk karena mereka tergolong Sahabat Nabi (s). Jika kita kecualikan (keluarkan) Marwan bin Hakam karena adanya kontroversi tentang statusnya sebagai Sahabat atau karena ia berkuasa padahal Abdullah bin Zubair memperoleh dukungan masyarakat, maka kita mendapatkan angka Dua Belas.… Ketika kekhalifahan muncul dari Bani Umayyah, terjadilah kekacauan yang besar sampai kukuhnya kekuasaan) Bani Abbasiyah. Bagaimana pun, kondisi awal telah berubah total. [Ibn al-Jawzi, Kashf al-Mushkil, sebagaimana dikutip dalam Ibn Hajar al-'Asqalani, Fath al-Bari 16:340 dari Sibt Ibn al-Jawzi]

Al-Nawawi: Ia bisa saja berarti bahwa kedua belas Imam berada dalam masa (periode) kejayaan Islam. Yakni ketika Islam (akan) menjadi dominan sebagai agama. Para Khalifah ini, dalam masa kekuasaan mereka, akan menyebabkan agama menjadi mulia.
[Al-Nawawi, Sharh Sahih Muslim ,12:202-203]

Al-Bayhaqi: Angka (dua belas) ini dihitung hingga periode Walid bin Abdul Malik. Sesudah ini, muncul kerusakan dan kekacauan. Lalu datang masa dinasti Abbasiyah. Laporan ini telah meningkatkan jumlah Imam-imam. Jika kita abaikan karakteristik mereka yang datang sesudah masa kacau-balau itu, maka angka tadi menjadi jauh lebih banyak.” [Ibn Kathir, Ta'rikh, 6:249; Al-Suyuti, Tarikh al-Khulafa Halaman 11]

Ibn Kathir: Barang siapa mengikuti Bayhaqi dan setuju dengan pernyataannya bahwa kata ‘Jama’ah’ berarti Khalifah-khalifah yang datang secara tidak berurutan hingga masa Walid bin Yazid bin Abdul Malik yang jahat dan sesat itu, maka berarti ia (orang itu) setuju dengan hadis yang kami kritik dan mengecualikan tokoh-tokoh tadi. Dan jika kita menerima Kekhalifahan Ibnu Zubair sebelum Abdul Malik, jumlahnya menjadi enam belas. Padahal jumlah seluruhnya seharusnya dua belas sebelum Umar bin Abdul Aziz. Dalam perhitungan ini, Yazid bin Muawiyah termasuk di dalamnya sementara Umar bin Abdul Aziz tidak dimasukkan. Meski demikian, sudah menjadi pendapat umum bahwa para ulama menerima Umar bin Abdul Aziz sebagai seorang Khalifah yang jujur dan adil.
[Ibn Kathir, Ta'rikh, 6:249-250]

Di antara simpang siur pendapat tersebut, Ulama terkenal Al-Dhahabi mengatakan dalam bukunya Tadzkirat al-Huffaz , jilid 4, halaman 298, dan Ibn Hajar al-'Asqalani menyatakan dalam al-Durar al-Kaminah, jilid 1, hal. 67 bahwa Sadruddin Ibrahim bin Muhammad bin al-Hamawayh al-Juwayni al-Shafi'i (disingkat Al-Juwayni) adalah seorang ahli Hadis yang mumpuni. Al-Juwayni menyampaikan dari Abdullah bin Abbas (ra) bahwa Nabi (sawa) mengatakan,”Saya adalah penghulu para Nabi dan Ali bin Abi Thalib adalah pemimpin para penerus, dan sesudah saya akan ada dua belas penerus. Yang pertama adalah Ali bin Abi Thalib dan yang terakhir adalah Al-Mahdi.”
Al-Juwayni juga meriwayatkan dari Ibnu Abbas (r) bahwa Rasulullah (sawa) berkata: ”Sudah pasti bahwa wakil-wakilku dan Bukti Allah bagi makhluk sesudahku ada dua belas. Yang pertama di antara mereka adalah saudaraku dan yang terakhir adalah anak (cucu) ku.” Orang bertanya: “Wahai Rasulullah, siapakah saudaramu itu?”. Beliau menjawab: “Ali bin Abi Thalib.” Lalu beliau ditanyai lagi: “ Dan siapakan anak (cucu) mu itu?” Nabi yang suci (sawa) menjawab: ”Al-Mahdi. Dia akan mengisi bumi dengan
keadilan dan persamaan ketika ia (bumi) dipenuhi ketidakadilan dan tirani. Dan demi Yang Mengangkatku sebagai pemberi peringatan dan memberiku kabar gembira, meski seandainya masa berputarnya dunia ini tinggal sehari saja, Allah SWT akan memperpanjang hari itu sampai diutusnya (anakku) Mahdi, kemudian ia akan disusul Ruhullah Isa bin Maryam (a.s.) yang turun ke bumi dan berdoa di belakangnya (Mahdi). Dunia akan diterangi oleh sinarnya, dan kekuatannya akan mencapai hingga ke timur dan ke barat.”
Al-Juwayni juga meriwayatkan bahwa Rasulullah (sawa) mengatakan: ”Aku dan Ali dan Hasan dan Husain dan sembilan anak cucu Husain adalah yang disucikan (dari dosa) dan dalam kebenaran.” [Al-Juwayni, Fara'id al-Simtayn, Mu'assassat al-Mahmudi li-Taba'ah, Beirut 1978, p. 160.]

Source: http://al-islam.org/faq/

These icons link to social bookmarking sites where readers can share and discover new web pages.
  • Digg
  • Sphinn
  • del.icio.us
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • Spurl
  • StumbleUpon
  • Technorati

Kesaksian Ghadir

Tanggal 18 Zulhijjah adalah hari yang amat bersejarah dalam Islam. Pada hari itu, ketika kafilah haji Rasulullah saw dalam perjalanan pulang ke Madinah, yaitu pada tahun 11 Hijriyah, tiba-tiba Rasulullah saw memerintahkan kafilah berhenti dan membangun mimbar untuk pidato beliau di sebuah tempat yang bernama Ghadir Khum atau Oase Khum. Rupanya ada hal amat penting yang akan disampaikan Rasulullah saw kepada seluruh kaum Muslimin. Bahkan Rasulullah saw memerintahkan agar seluruh jamaah yang telah berpisah dari kafilah Rasulullah saw, agar segera bergabung kembali supaya dapat mendengarkan pesan penting yang akan disampaikan Rasulullah saw. Setelah semuanya berkumpul, dan sesudah shalat zhuhur berjamaah yang dipimpin Rasulullah saw sendiri, Rasulullah saw naik mimbar dan berpidato.

Dalam pidatonya Rasulullah saw berkata:

"Segala puji hanya bagi Allah. Kita memuja-Nya, beriman, dan bertawakkal kepada-Nya. Kita mohon perlindungan kepada Allah atas keburukan-keburukan diri kita sendiri dan perbuatan-perbuatan kita yang, tiada petunjuk bagi yang sesat dan tiada yang dapat menyesatkan bagi yang diberi petunjuk oleh-Nya. Aku bersaksi tiada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Selanjutnya, kaum Muslimin! Sesungguhnya Allah Yang Mahasuci lagi Maha Mengetahui memberitahuku bahwa usia yang dapat dicapai seorang nabi hanya separuh dari usia nabi sebelumnya. Aku merasa bahwa ajalku telah dekat. Aku bertanggung jawab sebagaimana kamu juga bertanggung jawab. Bagaimana menurut kamu?"

Mereka berkata: "Kami bersaksi bahwa engkau ya Rasulullah, telah melaksanakan tugasmu, memberi peringatan dan berjuang. Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan." Rasulullah saw berkata: "Tidakkah kamu bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya? Sorga adalah pasti. Neraka adalah pasti. Mati adalah pasti. Hari kiamat pasti datang, tiada keraguan padanya, dan Allah akan membangkitkan manusia dari kubur." Mereka menjawab: "Betul ya Rasulullah, kami bersaksi atas semua itu." Rasulullah saw berkata: "Allahumma fasyhad, ya Allah saksikanlah."

Kemudian Rasulullah saw menyeru: "Kaum Muslimin! Tidakkah kamu dengar?" Mereka menjawab: ·Kami mendengar ya Rasulullah." Rasulullah saw berkata: "Nanti, di hari kiamat, ketika aku berada di haudh, telaga, kamu akan mendatangiku di Haudh. Haudh itu lebarnya antara Sana' dan Bushra, Damaskus. Di dalam Haudh itu terdapat qadah sebanyak bintang yang terbuat dari perak: maka hati-hatilah. Bagaimana kamu berani menentangku mengenai dua pusaka, al-Tsaqalain, yang kutinggalkan kepada kamu?"

Seseorang bertanya, "Apa itu al-Tsaqalain, ya Rasulullah?" Rasulullah saw menjawab, "Pertama, adalah Al-quran, yaitu pusaka yang besar, al-tsiql al-akbar. Sebahagiannya di tangan Allah dan sebahagiannya lagi di tangan kamu. Berpeganglah pada Alqur'an, niscaya kamu tidak sesat. Dan kedua, adalah keluargaku, yaitu pusaka yang kecil, al-tsiql al-asghar. Tuhan yang Mahasuci dan Maha Mengetahui memberitahuku bahwa keduanya tidak akan berpisah sampai menjumpaiku di al-Haudh. Maka, jangan sekali-kali kamu dahului mereka, sebab jika kamu lakukan itu kamu akan celaka, dan jangan sekali-kali kamu kurangi hak mereka. Karena dengan itu, kamu akan celaka." Lalu Nabi saw mengambil tangan Ali dan mengangkatnya tinggi-tinggi sehingga tampak ketiak mereka.


Nabi bertanya: "Kaum Muslimin! Siapakah yang paling berhak terhadap diri kaum Muslimin?" Mereka menjawab: "Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu."

Nabi saw berkata:

"Sesungguhnya Allah adalah maula, tuan atau pemimpinmu, dan aku adalah maula kaum mukminin. Aku lebih berhak terhadap diri mereka daripada mereka sendiri. Maka barangsiapa yang aku adalah maulanya, maka Ali adalah maulanya. Barangsiapa yang aku adalah maulanya, maka Ali adalah maulanya. Barangsiapa yang aku adalah maulanya, maka Ali adalah maulanya ! Ya Allah, berpihaklah kepada orang yang berpihak kepada Ali dan perangilah orang yang memusuhinya. Cintailah orang yang mencintainya dan musuhilah orang yang membencinya. Belalah orang yang membelanya dan hinakanlah orang yang meninggalkannya. Ya Allah, sertakanlah kebenaran bersama Ali dimana pun kebenaran itu berada. Kaum Muslimin! Kalian yang hadir di sini hendaklah menyampaikan hal ini kepada orang-orang yang tidak hadir."


Sesaat kemudian sebelum jamaah bubar, Malaikat Jibril datang membawa wahyu (terakhir): "Hari ini Kusempurnakan bagi kamu agamamu dan Kulengkapkan buat kamu nikmat-Ku. Aku ridha Islam sebagai agamamu." (QS. 5: 3) Mendapati itu Rasulullah saw amat gembira dan mengucapkan takbir, sebagai rasa syukur kepada Allah swt. Rasulullah saw berkata: "Allahu-akbar! Agama telah sempurna. Nikmat telah lengkap. dan Allah ridha atas tugasku dan kepemimpinan Ali sesudahku."

Kaum Muslimin yang sedari tadi mengikuti amanah Rasulullah saw dengan khidmat, langsung menyerbu Ali ibn Abi Talib, begitu Rasulullah saw menyelesaikan pidatonya. Mereka rebutan mengucapkan selamat atas pengangkatan Ali ibn Abi Talib sebagai pemimpin, imam atau wali sesudah Nabi saw. Di antara yang memberikan selamat adalah dua sahabat besar, Abubakar dan Umar ibn al-Khattab, keduanya berkata: "Selamat, selamat, wahai putra Abu Talib! Engkau sekarang telah menjadi pemimpin kami dan pemimpin seluruh kaum Muslimin."

Peristiwa istimewa di atas seperti disinggung sebelumnya, terjadi di Ghadir, oase, Khum yang terletak antara Mekah dan Madinah. Karena itu ia disebut dengan peristiwa Al-Ghadir, dan hadits-hadits yang menceritakan kejadian tersebut disebut hadits Al-Ghadir. Para ahli sejarah, perawi dan ahli hadits memberikan perhatian yang sangat besar terhadap peristiwa ini. Karena itu sedikit atau banyak, terang atau hanya sekedar isyarat, mereka merekamnya dalam karya-karya mereka. Bahkan dapat dikatakan tidak ada suatu peristiwa sejarah yang mendapat perhatian besar sejarawan dan ahli hadits Islam sebagaimana peristiwa Al-Ghadir. Berikut beberapa catatan mengenai hal itu.

1. PERAWI HADITS AL-GHADIR.

Peristiwa Al-Ghadir disaksikan oleh lebih dari 100.000 jamaah haji yang hadir pada saat itu. Mereka terdiri dari berbagai lapisan masyarakat, dari sahabat-sahabat Nabi saw paling besar hingga kaum Badui yang datang dari pedalaman gurun pasir. Pantasnya, apalagi memang diperintahkan oleh Rasulullah saw, peristiwa besar ini menjadi buah bibir seluruh kaum Muslimin sepanjang sejarah dan diceritakan dari generasi ke generasi. Ini memang terjadi, terbukti, banyak sekali hadits yang berkisah tentang peristiwa Al-Ghadir. Tetapi karena adanya tangan-tangan jahil yang senantiasa berusaha menutupi peristiwa amat penting ini maka banyak umat yang tertutupi fakta, yang sesungguhnya tidak dapat dingkari ini. Namun begitu, buku-buku sejarah dan hadits masih merekam ratusan Sahabat dan Tabiin yang menukilkan peristiwa ini.

Khusus untuk perawi kalangan Sahabat, peneliti terkemuka hadits Al-Ghadir, yaitu Allamah Abdul-Husain Ahmad al-Amini, mencatat tidak kurang dar 110 sahabat Nabi perawi hadits Al-Ghadir dalam karya monumentalnya "Al-Ghadir". Antara lain : Abu Hurairah, Abu Laila al-Anshari, Abu Qudamah al-Anshari, Abu Rafi' al-Qibti (hambasahaya Rasulullah), Abubakar Ibn Abi Quhafah, Usamah ibn Zaid, Ubay Ibn Ka'ab, Asma Binti Umays, Ummu Salamah (isteri Rasulullah), Ummu Hani Binti Abi Talib, Anas Ibn Malik, Bara' Ibn Azib al-Anshari, Jabir Ibn Samrah, Jabir ibn Abdullah al-Anshari, Abuzar Al-Ghifari, Huzaifah ibn al-Yaman al-Yamani, Hassan Ibn Tsabit, Hasan Ibn Ali, Husain Ibn Ali, Abu Ayyub al-Anshari, Khuzaimah Ibn Tsabit, Zubair ibn al-Awwam, Zaid ibn al-Arqam, Ziad ibn Tsabit, Saad Ibn Waqqash, Saad Ibn Ubadah al-Anshari, Salman al-Farisi, Sahl Ibn Hunaif al-Anshari, Talhah Ibn Ubaidillah, Aisyah binti Abubakar, Abbas Ibn Abdulmuttalib, Abdurrahman Ibn Auf, Abdullah Ibn Ja'far, Abdullah Ibn Abbas, Abdullah Ibn Mas'ud, Usman Ibn Affan, Ali Ibn Abi Talib, Ammar Ibn Yasir, Umar ibn al-Khattab, Umar Ibn Hushain, dan Fatimah az-Zahra'.

Sementara perawi dari kalangan Tabiin, yang jumlahnya tidak kalah banyaknya antara lain ialah: Abu Rasyid al-Habrani, Abu Salmah Ibn Abdurrahman Ibn Auf, Abu Laila al-Kindi, Habib Ibn Abi Tsabit al-Asadi, Hakam Ibn Utaibah al-Kufi, Zaid Ibn Yutsi', Salim Ibn Abdullah Ibn Umar, Said Ibn Jabir al-Asadi, Said ibn al-Musayyib, Sulaim Ibn Qays al-Hilali, Sulaiman al-A'masy, al-Dahhak ibn Muzahim al-Hilali, Tawus Ibn Kaisan al-Yamani, Amir Ibn Saad Ibn Abi Waqqash, Abdurrahman Ibn Abi Laila, Abdullah Ibn Muhammad Ibn Aql al-Hasyimi, Adi Ibn Tsabit al-Anshari, Atiyah ibn Saad, Ali Ibn Zaid Ibn Jad'an, Umar Ibn Abdul-aziz, Abu lshaq Amr Ibn Abdullah al-Subai'iy, Isa Ibn Talhah Ibn Ubaidillah, Yazid Ibn Abi Ziyad al-Kufi dan Yazid Ibn Hayyan.

2. MUNASYADAH DENGAN HADlTS AL-GHADIR.

Mengingat pentingnya makna yang terkandung dalam hadits Al-Ghadir di satu pihak dan tidak henti-hentinya usaha menutupi keberadaan hadits ini, terutama oleh pihak-pihak yang iri kepada Ahlubait Nabi, di pihak lain, maka untuk membuktikan keberadaan dan kebenaran hadits Al-Ghadir ini, kerap terjadi munasyadah. Yaitu tuntutan mengatakan kebenaran terhadap pihak-pihak yang mendengar hadits Al-Ghadir langsung dari Rasululah atau melalui jalur Sahabat. munasyadah itu kadang dilakukan sendiri oleh para Ahlubait Nabi atau oleh Sahabat dan Tabiin yang lain. Berikut beberapa munasyadah dimaksud :

Munasyadah Imam Ali Ibn Abi Talib

Keutamaan Imam Ali Ibn Abi Talib di mata Rasulullah saw adalah sesuatu yang tidak dapat diingkari. Puluhan, bahkan ratusan pujian teiah dilontarkan Rasulullah kepada Ali Ibn Abi Talib, semua Sahabat Nabi mengakui hal itu. Bahkan Muawiyah sekali pun, orang yang paling memusuhi Imam Ali, tidak dapat mengingkarinya. Namun upaya untuk menutup-nutupi atau paling tidak, mengurangi keutamaan Imam Ali, terus dilakukan oleh orang-orang yang tidak senang kepada Imam Ali. Bahkan sejak zaman Rasulullah saw masih hidup, sehingga Rasulullah harus mengingatkan pihak-pihak yang iri pada Imam Ali, bahwa: "Cinta pada Ali Ibn Abi Talib adalah cerminan keimanan dan membencinya adalah cerminan kemunafikan, Hubbu Ali iman wa bughduhu nifaq." (Al-Hadits). Atas dasar itu, dan untuk mengingatkan pihak-pihak yang mungkin lupa dengan pesan dan peringatan Rasulullah berhubungan dengan dirinya ini, Imam Ali kerap mengingatkan mereka melalui berbagai cara, yang salah satunya adalah dengan munasyadah.

Ada beberapa munasyadah yang terjadi antara Imam Ali dengan pihak-pihak tertentu, yaitu antara lain:

1. Munasyadah saat Sidang Syura, Tahun 23 H

Dikisahkan oleh Abi al-Tufail Amir Ibn Watsilah : Bahwa ketika hari persidangan Syura, aku mendengar Ali berkata kepada anggota syura:"Aku bermunasyadah kepada kalian atas nama Allah, adakah di antara kalian yang mengesakan Allah sebelum aku?" Mereka berkata: "Tidak."

Ali berkata: "Aku bermunasyadah kepada kalian atas nama Allah, adakah di antara kalian yang memiliki saudara seperti saudaraku, Ja'far al-Tayyar yang berada di sorga bersama para malaikat?" Mereka berkata:"Tidak."

Ali berkata: "Aku bermunasyadah kepada kalian atas nama Allah, adakah di antara kalian yang memiliki paman sebagaimana pamanku Hamzah, singa Allah, singa Rasul-Nya dan penghulu para syuhada?" Mereka berkata: "Tidak."

Ali berkata: "Aku bermunasyadah kepada kalian atas nama Allah, adakah di antara kalian yang mempunyai isteri seperti isteriku, Fatimah binti Muhammad, penghulu para perempuan sorga?" Mereka berkata : "Tidak."

Ali berkata: "Aku bermunasyadah kepada kalian atas nama Allah, adakah di antara kalian yang memiliki anak-anak sebagaimana anak-anakku al-Hasan dan al-Husain, penghulu pemuda sorga?" Mereka berkata:"Tidak."

Ali berkata: "Aku bermunasyadah kepada kalian atas nama Allah, adakah di antara kalian selain diriku yang dikatakan oleh Rasulullah, 'Barangsiapa yang mengakuiku sebagai maulanya, maka Ali adalah maulanya. Ya Allah berpihaklah kepada orang yang berpihak kepada Ali, musuhilah orang yang memusuhinya, belalah orang yang membelanya. Maka hendaklah yang mendengar hal ini menyampaikannya kepada yang lain.'?" Mereka mengatakan: "Tidak."

Peristiwa ini direkam oleh banyak ahli hadits maupun sejarah. Anda dapat merujuk ke 1)al-hnanaqib karya al-Khawarizmi al-Hanafi, 2) al-Himwaini dalam Faraid al-Simtain, 3) Ibn Hatim dalam al-Durrun-nazim, 4) al-Dar al-Qutni, 5) Ibn Hajar al-Asqalani dalam al-Shawaiq, 6) al-Hafiz ibn Uqdah, 7) Al-Hafiz al-Uqaili, 8) Ibn Abil-hadid dalam Syarh Nahjul-balaghah, dan 9)Ibn Abdil-bar dalam al-Istiab.

2. Munasyadah Pada Masa Usman Ibn Affan

Al-Himwaini dalam kitabnya Faraidh al-Simtain meriwayatkan dari Sulaim Ibn Qays al-Hilali yang isinya antara lain: "Bahwa suatu hari di masa pemerintahan Usman Ibn Affan sekelompok orang yang sedang berkumpul di masjid Nabawi membicarakan keutamaan suku Quraiys. Ada lebih dua ratus orang yang hadir. Ada Ali Ibn Abi Thalib, Saad Ibn Abi Waqqash, Abdurrahman Ibn Auf, Talhah, Zubair, Miqdad, Ibn Umar, dan lain-lain. Masing-masing membicarakan keutamaan kaumnya. Ali dan keluarganya yang hadir di situ diam saja, tidak berkomentar apa-apa. Tiba-tiba mereka datang kepada Ali dan bertanya : "Wahai Abul-hasan, apa yang membuatmu tidak berbicara, padahal semua orang sudah mengutarakan keutamaan masing-masing?" Ali berkata : "Wahai kaum Quraisy dan al-Anshar, aku ingin bertanya kepada kalian. Keutamaan yang kalian dapatkan ini, apakah oleh kalian sendiri, keluarga dan kerabat kalian, ataukah oleh orang lain?" Mereka menjawab : "Semua yang diberikan Allah ini karena Nabi Muhammad dan kerabatnya, bukan karena kerabat dan keluarga kami."


Ali berkata : "Kalian betul sekali, bukankah kalian sendiri tahu bahwa segala kebaikan dunia dan akhirat yang kalian dapati karena kami, Ahlubait Nabi, bukan orang lain. Sesungguhnya putra pamanku, Rasulullah saw bersabda: '14.000 tahun sebelum diciptakannya Adam, aku dan Ahlubaitku adalah cahaya yang bergerak di sisi Allah. Maka ketika Allah menciptakan Adam, cahaya itu diletakkan-Nya di dalam sulbi Adam, kemudian Nuh, Ibrahim, dan seterusnya melalui sulbi orang-orang suci.' " Mereka berkata : "Ya, kami pernah mendengarnya dari Rasulullah." Ali berkata : "Bukankah terdapat lebih dari satu ayat dalam al-Quran yang lebih memuliakan orang-orang yang lebih dahulu masuk Islam? Dan sesungguhnya tidak ada seorang pun yang lebih dahulu masuk Islam daripadaku?" Mereka berkata : "Betul sekali."


Ali berkata: "Bukankah ketika turun ayat: 'Dan al-sabiqun al-sabiqun, orang-orang pertama di antara yang pertama, sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang dekat (QS. 56 : 10)' Rasululah ditanya : 'Siapa mereka?' Rasulullah menjawab: 'Mereka adalah para utusan Allah dan washi, penerima wasiat mereka. Aku adalah Nabi yang paling utama, sedangkan Ali adalah washi yang paling terkemuka.' " Mereka berkata : "Ya, kami mendengarnya dari Rasulullah."

Ali berkata lagi: "Bukankah ketika turun ayat 'Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah, dan taatilah Rasul-Nya dan pemuka kamu (QS. 4: 59)' dan ayat: 'Apakah kamu mengira akan dibiarkan begitu saja padahal belum terbukti siapa di antara kamu yang berjuang dan tidak menjadikan selain Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman sebagai walijah, pemimpinnya, (Q.S. 9: 16)', orang-orang bertanya kepada Rasulullah : 'Apakah orang-orang beriman yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah orang-orang tertentu saja, atau semua orang beriman?' Maka Allah memerintahkan Rasul-Nya agar menjelaskan kepada mereka siapa pemuka, pemimpin, dan kepemimpinan sebagaimana penjelasan tentang shalat, zakat, dan haji, lalu mengangkatku pada Ghadir Khum. Nabi berkata: 'Kaum Muslimin! Sesungguhnya aku telah diperintahkan Allah menyampaikan sesuatu yang aku khawatir orang-orang akan membelakangiku, tapi Allah mengancamku jika aku tidak menyampaikannya. Maka, wahai kaum Muslimin! Bukankah kamu tahu bahwa Allah adalah maulaku dan aku adalah maula kaum beriman. Aku lebih utama dari mereka terhadap diri mereka sendiri.' Mereka menjawab: 'Ya, wahai utusan Allah.' Maka Rasulullah berkata : 'Berdirilah hai Ali.' Aku berdiri. Kemudian Rasulullah berkata : 'Barangsiapa yang aku adalah maulanya, maka Ali adalah maulanya! Ya Allah berpihaklah kepada orang yang berpihak kepada Ali, dan musuhilah orang yang memusuhinya.' Salman bangun dan bertanya kepada Rasulullah : 'Kepemimpinan yang sama dengan kepemimpinanmu?' Nabi berkata: 'Ya! Kepemimpinan yang sama, yang aku adalah lebih utama dari dirinya.' Sesudah itu turunlah ayat : 'Hari ini Kusempurnakan bagimu agamamu dst.' Rasulullah lalu bertakbir dan berkata: 'Mahabesar Allah! Kesempurnaan kenabianku dan kesempurnaan agama Allah dengan berpihak kepada Ali sesudahku.' Abubakar dan Umar bangun. Mereka bertanya : 'Apakah ayat-ayat itu hanya berlaku untuk Ali saja?' Rasulullah menjawab : 'Ya! Untuk Ali dan washi-washiku hingga hari kiamat.' Mereka berkata: 'Jelaskan, siapa mereka ya Rasulullah?' Rasulullah berkata : 'Mereka adalah Ali, saudara dan menteriku, washiku, khalifahku pada umatku, dan pemimpin setiap orang yang beriman sesudahku. Setelah itu putraku al-Hasan, lalu al-Husain, dan sembilan orang keturunan al-Husain. Al-Quran selalu menyertai mereka dan mereka selalu bersama al-Quran. Mereka tidak pernah berpisah sampai datang padaku di al-Haudh, telaga, nanti.'" Mereka berkata : "Ya, kami bersaksi pernah mendengar hal itu sebagaimana yang engkau ungkapkan, wahai Ali."

3. Munasyadah al-Rahbah , Tahun 35 H

Al-Rahbah dalam bahasa Arab berarti beranda. Ketika Imam Ali berkuasa kemudian memindahkan kekhilafahannya ke kota Kufah, Imam menjadikan beranda masjid Kufah sebagai tempat menangani berbagai persoalan, terutama perselisihan yang terjadi dalam masyarakat. Di situlah Imam Ali memutuskan perkara-perkara yang diperselisihkan dengan amat bijak dan adil. Semua orang puas dan menerima dengan senang keputusan-keputusan yang keluar dari beranda masjid ini. Pada masa kekuasaan Imam Ali, tempat ini amat populer.

Ketika Imam Ali masih belum lama masuk kota Kufah sesudah pengangkatannya sebagai khalifah menggantikan Usman Ibn Affan yang terbunuh, ada suara-suara sumbang yang mempertanyakan kebenaran hadits-hadits Nabi tentang keutamaan Imam Ali lebih dari sahabat-sahabat lain, terutama, hadits al-Ghadir. Maka ketika orang-orang berkumpul di al-Rahbah, Imam Ali mendatangi mereka dan melakukan munasyadah. Mereka mengakui keberadaan dan kebenaran hadits-hadits itu. Tapi ada beberapa Sahabat yang karena sesuatu dan lain hal mencoba mengelak mengakui keberadaan hadits-hadits tersebut. Imam Ali menantang kejujuran mereka dengan memohon kepada Allah, jika pengelakan mereka memang karena alasan-alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, agar Allah memaafkan mereka. Tapi jika karena sesuatu dan lain hal, agar ditunjukkan keluasaan Allah sebagai bukti kebenaran dirinya. Saat itu juga Allah mengabulkan permintaan Imam Ali dan menurunkan hukuman, kualat, kepada beberapa sahabat yang mencoba menutupi kebenaran itu. Di antara sahabat yang mendapat kualat itu adalah Zaid Ibn Arqam dan Anas Ibn Malik.

Peristiwa itu menggemparkan kota Kufah dan seluruh wilayah Islam. Karena itu, ia mendapat banyak perhatian ari para perawi hadits maupun penulis sejarah. Berikut beberapa riwayat mengenai hal itu sebagaimana direkam dalam kitab-kitab hadits dan sejarah.


1. Zaid Ibn Arqam menceritakan : Bahwasanya suatu hari Ali menantang kejujuran orang-orang (bermunasyadah) dan berkata : "Wahai orang-orang! Aku bermunasyadah atas nama Allah, jika ada di antara kalian yang mendengar sabda Nabi saw, 'Barangsiapa yang aku adalah maulanya, maka Ali adalah maulanya. Ya Allah, berpihaklah kepada orang yang berpihak kepadanya dan musuhilah orang yang memusuhinya', maka hendaknya bangun memberikan kesaksian!" Maka bangunlah dua belas Sahabat Nabi Ahli Badar, yang mengikuti perang Badar, memberikan kesaksian dan membenarkan apa yang dikatakan Ali. Bahwa memang benar Nabi pernah mengatakan itu. Aku, kata Zaid, adalah salah seorang di antara orang-orang yang tidak mau bersaksi akan kebenaran hadits itu, maka butalah mataku (Hadits riwayat Ahmad ibn Hanbal).

Pengakuan langsung Zaid Ibn Arqam ini dapat Anda lihat juga pada : 1) al-Haitsami dalam Majma' al-Zawaid, 2) al-Maghazili dalam al-Manaqib, 3) al-Tabrani dalam al-Kabir, 4) al-Tabari dalam Zakhair al-Uqba, al-Hafiz Muhammad Ibn Abdullah dalam al-Fawaid, dan lain-lain.

2. Ahmad juga meriwayatkan dalam kitabnya al-Musnad, dari Abu al-Tufail Amir Ibn Watsilah : Bahwa pada suatu hari Ali mengumpulkan orang-orang di al-Rahbah. Ia berkata kepada mereka: "Aku bernasyadah atas nama Allah kepada setiap Muslim yang mendengar hadits Rasulullah di Ghadir Khum, hendaklah berdiri!" Maka berdirilah tiga puluh orang memberikan kesaksian. Dalam pada itu Abu Nuaim berkata : "Banyak orang yang berdiri dan bersaksi, bahwa memang benar Rasulullah berkata sambil memegang tangan Ali : 'Bukankah kamu tahu bahwa aku lebih berhak atas orang-orang yang beriman, lebih daripada mereka sendiri?'· Mereka berkata : 'Benar ya Rasulullah.' Nabi kemudian berkata : 'Barangsiapa yang aku adalah maulanya, maka Ali adalah maulanya. Ya Allah, berpihaklah kepada orang yang berpihak kepada Ali dan musuhilah orang yang memusuhinya.' " Abu Nuaim berkata: "Kemudian aku keluar dari tempat itu, tapi dalam hatiku masih ada suatu keraguan." Maka kudatangi Zaid dan berkata kepadanya: "Aku mendengar Ali mengatakan ini dan itu." Zaid berkata: "Mengapa engkau harus mengingkarinya? Aku juga mendengar Rasulullah saw berkata demikian."

Riwayat dari Abu Tufail ini dapat dilihat juga pada 1) al-Nasai dalam Khasaish, 2) Abu Daud, 3) al-Ashimi dalam Zain al-Fata, 4) al-Kunji dalam Kifayah, 5) al-Tabari dalam al-Riyadh al-Nadhirah, 6) Ibn Katsir dalam al-Bidayah, 7) Ibn Atsir dalam Usud al-Ghabah, dan lain-lain.

3. Ibn Katsir dalam tarikhnya, meriwayatkan dari Ahmad Ibn Hanbal : Bahwasanya suatu hari Ali berkata : "Aku bermunasyadah atas nama Allah dengan munasyadah Islam kepada setiap orang yang mendengar pernyataan Rasulullah pada hari Ghadir Khum sambil memegang tanganku: 'Kaum Muslimin! Bukankah aku lebih utama terhadap diri kamu daripada kamu sendiri?' Mereka berkata: 'Betul ya Rasulullah.' Rasulullah kemudian berkata : 'Barangsiapa yang aku adalah maulanya, maka Ali adalah maulanya. Ya Alllah berpihaklah kepada orang yang berpihak kepadanya, musuhilah orang yang memusuhinya, belalah orang yang membelanya dan hinakanlah orang yang menghinakannya.' Maka setiap orang yang mendengar hadits ini hendaklah berdiri dan bersaksi atas kebenarannya!" Maka bangunlah tujuh belas orang dan bersaksi bahwa Ali memang benar. Tapi sebagian lagi tidak mau bersaksi. Terhadap mereka, tidak ada yang keluar dari dunia ini kecuali telah lebih dahulu dibutakan atau dibuat belang.

4. Munasyadah Pada Perang Jamal

Al-Hakim meriwayatkan dalam al-Mustadrak, dari Rifaah ibn Iyas al-Dhabbi, dari ayahnya, dari kakeknya bahwa : Ketika kami berada di perang Jamal bersama-sama Ali, Ali mengutus seseorang untuk memanggil Talhah. Talhah datang menemui Ali. Ali berkata kepadanya: "Aku munasyadah engkau atas nama Allah. Tidakkah engkau mendengar Nabi saw berkata : 'Barangsiapa yang aku adalah maulanya, maka hendaklah menjadikan Ali sebagai maulanya. Ya Allah, berpihaklah kepada orang yang berpihak kepadanya dan musuhilah orang yang memusuhinya'?" Talhah berkata: "Ya. Aku mendengarnya." Ali berkata: "Kalau begitu, mengapa engkau memerangiku?" Talhah berkata: "Aku tidak ingat."

Nada yang sama dapat dilihat pada 1) al-Masudi dalam Muruj al-Zahab, 2) al-Khatib al-Khawarizmi dalam al-Manaqib, 3) Ibn Asakir daiam Tarikh Syam, 4) Ibn al-Jauzi dalam Tazkirah, 5) al-Haitsami dalam Majma` al-Zawaid, 6) Ibn Hajar dalam al-Tahzib, 6) al-Suyuthi dalam Jami'-al-Jawami' dan lain-lain.

3. IHTIJAJ AHLUBAIT DAN LAINNYA DENGAN HADlTS AL-GHADIR.

Selain munasyadah Imam Ali, Ahlubait, dan banyak pihak juga melakukan ihtijaj, berhujjah, tentang kebenaran hadits Al-Ghadir ini. Berikut beberapa ihtijaj tersebut :


Ihtijaj Fatimah Binti Rasulullah

Diriwayatkan dalam kitab Asnal-matalib, karya al-Muqirri al-Syafii bahwa Fatimah berkata kepada sahabat-sahabat Nabi : "Apakah kalian lupa pernyataan Rasulullah pada hari al-Ghadir: 'Barangsiapa yang aku adalah maulanya maka Ali adalah maulanya'?"

Ihtijaj Imam Hasan

Al-Hafiz Abul-abbas Ibn Uqdah meriwayatkan bahwa di antara yang diucapkan Hasan Ibn Ali di atas mimbar setelah menandatangani kesepakatan perdamaian dengan Muawiyah ialah : "Bukankah umat ini mendengar nabinya berkata sambil memegang tangan Ali Ibn Abi Talib di Ghadir Khum: 'Barangsiapa yang aku adalah maulanya maka hendaklah ia menjadikan Ali sebagai maulanya. Ya Allah, berpihaklah kepada orang yang berpihak kepadanya dan musuhilah orang yang memusuhinya', dan Nabi memerintahkan mereka untuk menyampaikannya kepada yang tidak hadir ?"


Ihtijaj Imam Husain

Sulaim Ibn Qais meriwayatkan : Bahwa dua tahun sebelum kematian Muawiyah, Imam Husain mengumpulkan sekitar tujuh ratus orang di Mina saat haji. Mereka terdiri dari Bani Hasyim, Sahabat, Tabiin, dan para pengikut al-Husain. Al-Husain meminta mereka memberikan kesaksian atas setiap yang dikatakannya. Mereka memberikan kesaksian dan membenarkan semua yang dikatakan al-Husain. Di antara yang dikatakan al-Husain saat itu adalah: "Aku bermunasyadah atas nama Allah, bukankah kalian tahu bahwa Rasulullah saw mengangkat Ali pada hari Al-Ghadir dan menuntut setiap orang untuk mengakui kepemimpinan Ali, dan berkata: 'Setiap yang hadir hendaknya menyampaikannya kepada yang tidak hadir'?" Semua yang berkumpul memberikan kesaksian bahwa memang demikian.

Ihtijaj Seorang Perempuan Kepada Muawiyah

Zamakhsyari menceritakan dalam kitabnya Rabi' al-Abrar : Bahwa suatu hari, saat Muawiyah melaksanakan ibadah haji, ia memanggil seorang perempuan yang bernama Darumiyah. Ia berkata kepadanya: "Hai Darumiyah, mengapa engkau mencintai Ali dan membenciku? Berwilayah kepada Ali dan memusuhiku?" Darumiyah bertanya : "Apakah aku boleh diam?" Muawiyah berkata:"Tidak." Darumiyah berkata: "Karena engkau memaksa, akan kukatakan yang sebenarnya. Aku mencintai Ali karena keadilannya pada rakyat dan membagi harta dengan sama rata, dan aku membencimu karena engkau memerangi orang yang lebih berhak darimu dan menuntut yang bukan hakmu. Aku berwilayah kepada Ali karena Rasulullah telah mengangkatnya sebagai pemimpin di depan batang hidungmu sendiri, kecintaannya kepada kaum miskin, dan penghormatannya kepada ahli agama. Dan aku memusuhimu karena engkau menumpahkan darah, memecah persatuan, memutuskan perkara dengan tidak adil, dan keputusanmu yang didasarkan pada hawa nafsu !!"

Ya Rabb! Masukkanlah kami ke dalam golongan yang berpihak pada Ali dan keluarganya. Amin.


Source: Waris No.14/Th-4, 1419 H; http://free.prohosting.com/~anands/ghadir.htm

These icons link to social bookmarking sites where readers can share and discover new web pages.
  • Digg
  • Sphinn
  • del.icio.us
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • Spurl
  • StumbleUpon
  • Technorati

Ijtihad Umar bin Khathab?

Sunnah-sunnah khalifah Umar yang bertentangan dengan al-Qur’an dan Sunnah Nabi (Saw.) serta akal yang sejahtera adalah melebihi 50 perkara sebagaimana dicatat oleh para ulama Ahlu s-Sunnah di dalam buku-buku mereka.Sekiranya mereka berbohong di dalam catatan mereka, maka merekalah yang berdosa dan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah (swt).Dan sekiranya catatan mereka itu betul, kenapa kita menolaknya dan terus memusuhi Sunnah Nabi (Saw.) yang bertentangan dengan sunnah Umar? Berikut dikemukakan sebagian daripada sunnah khalifah Umar tang bertentangan dengan al-Qur’an dan Sunnah Nabi (Saw.) serta akal yang sejahtera :

1. Umar telah menghalang Nabi (Saw.) dari menulis sunnahnya yang terakhir.Lantas Nabi (Saw.) mengusir Umar dan kelompoknya supaya keluar dari rumahnya. (al-Bukhari, Sahih, I, hlm. 36; Muslim, Sahih, III, hlm. 69).

2. Umar dan kelompoknya bertengkar di hadapan Nabi (Saw.) bagi menentang sunnahnya supaya dibawa kepadanya pensil dan kertas untuk menulis wasiatnya (sunnahnya). (al-Bukhari, Sahih, I, hlm. 36; Muslim, Sahih, III, hlm. 69).

3. Umar telah memisahkan Kitab Allah daripada Nabi SAWA ketika dia berkata di hadapan Nabi (Saw.): "Kitab Allah adalah cukup bagi kita”. Kata-kata Umar adalah secara langsong merendah martabat Nabi (Saw.).( al-Bukhari, Sahih, I, hlm. 36; Muslim, Sahih, III, hlm. 69)

4. Umar tidak mempercayai kemaksuman Nabi (Saw.) ketika dia berkata : “cukuplah bagi kita Kitab Allah” Kata-katanya itu ditentang oleh Nabi (Saw.) sendiri . Lalu beliau (Saw.) menjadi marah dan terus mengusir khalifah Umar serta kelompoknya supaya keluar. (al-Bukhari, Sahih, I, hlm. 36; Muslim, Sahih, III, hlm. 69).

5. Umar telah mengatakan bahwa Nabi (Saw.) sedang meracau (yahjuru). maka permintaan beliau (Saw.) supaya dibawa pensil dan kertas untuk beliau menulis perkara-perkara yang tidak akan menyesatkan ummatnya selama-lamanya tidak perlu dilayani lagi.[Muslim, Sahih, III, hlm. 69; al-Bukhari, Sahih, I, hlm. 36] Justeru itu sunnah Umar adalah bertentangan dengan firman-Nya di dalam Surah al-Najm (53):3-4:"Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya."

6. Umar telah melarang orang ramai dari meriwayat dan menulis Sunnah Nabi (Saw.). Umar berkata:"Hasbuna Kitabullah (Kitab Allah adalah cukup bagi kita)." [Al-Bukhari, Sahih, I, hlm. 36] Sunnahnya adalah bertentangan dengan sunnah yang dipopularkan oleh Ahlul Sunnah:"Aku tinggalkan pada kalian dua perkara selama kalian berpegang kepada kedua-duanyaKitab Allah dan Sunnahku." Lantaran itu,khalifah Umar bertegas bahwa dia tidak perlu kepada sunnah Nabi (Saw.) di hadapan Nabi (Saw.) sendiri.

7. Umar telah membakar sunnah Nabi (Saw.) Ibn Sa'd dalam Tabaqatnya, V hlm. 140 meriwayatkan bahwa apabila hadith atau Sunnah Nabi (Saw.) banyak diriwayat dan dituliskan pada masa Umar bin al-Khattab, maka dia menyeru orang ramai supaya membawa kepadanya semua hadith-hadith yang ditulis, kemudian dia memerintahkan supaya hal itu dibakar.

8. Umar telah menahan tiga orang sahabat di Madinah sehingga mati, karena meriwayatkan banyak hadith Rasulullah (Saw.). Mereka ialah Ibn Mas'ud, Abu Darda' dan Abu Mas'ud al-Ansari.[al-Dhahabi, Tadhkirah al-Huffaz, I,hlm. 8; al-Haithami, Majma al-Zawaid,I,hlm. 149; al-Hakim, al-Mustadrak,I,hlm. 110]

9. Umar berkata: Kami tidak perlu kepada sunnah Nabi,karena kitab Allah sudah cukup bagi kita” .( al-Bukhari, Sahih, I, hlm. 36; Muslim, Sahih, III, hlm. 69).

10. Umar percaya bahwa sunnahnya adalah lebih baik daripada sunnah Nabi (Saw.) umpamanya menambahkan hukum sebat bagi peminum arak dari 40 sebatan kepada 80 kali sebatan.[al-Suyuti, Tarikh al-Khulafa', hlm. 137].

11. Umar meragukan Nabi (Saw.) dan kaum Muslimin sama ada berada di dalam kebenaran ataupun kebatilan. Ia bertanya Nabi (Saw.):"Adakah kita berada di dalam kebenaran dan mereka (kafir) berada dai dalam kebatilan? Adakah orang yang terbunuh di pihak kita akan memasuki syurga? Dan orang yang terbunuh di pihak mereka ke neraka? Nabi (Saw.) menjawab:"Ya, dan akhirnya Nabi (Saw.) menegaskan kepadanya:"Wahai Ibn al-Khattab, sesungguhnya aku ini adalah Rasulullah dan Allah tidak akan mengabaikan aku."Umar beredar dari Nabi SAWA dengan marah (muthaghayyizan), kemudian dia berjumpa Abu Bakar lalu ia mengemukakan persoalan yang sama, lantas Abu Bakar menyakinkan dia bahwa Muhammad itu adalah Rasulullah dan Allah tidak akan mengabaikannya.[Muslim, Sahih,IV, hlm.12,14; al-Bukhari, Sahih, II, hlm. 111]

12. Umar adalah perencana utama dalam rencana membakar rumah Fatimah (a.s) karena memaksa Ali (a.s) supaya memberi membai'ah kepada Abu Bakar. Sunnahnya itu adalah membelakangi firman Tuhan (Surah al-Ahzab (33):33:"Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya." Fatimah (a.s)adalah di kalangan Ashab al-Kisa' yang disucikan oleh Allah (swt). Umar berkata:"Aku akan membakar kalian sehingga kalian keluar untuk memberi bai'ah kepada Abu Bakar."[Al-Tabari, Tarikh, III, hlm. 198; Abu-l-Fida, Tarikh, I, hlm. 156]

13. Umar dan kelompoknya telah memaksa Ali a.s memberi baiah kepada Abu Bakr di dalam keadaan lehernya terikat (Ibn Qutaibah,al-Imamah wa al-Siyasah , I ,hlm.18-20, al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-‘Ummal,iii,hlm.139;Abul-Fida,Tarikh,I,hlm.159;al- Tabari, Tarikh ,III , hlm.159]. Perlakuan sedemikian adalah menyalahi Sunnah Nabi (Saw.) yang bersifat lembut terhadap Ali a.s dan melantiknya sebagai khalifah selepasnya: Siapa yang telah menjadikan aku maulanya,maka Ali adalah maulanya” dan ia adalah sejajar dengan tuntutan Ali a.s terhadap jawatan khalifah.(al-Qunduzi al-Hanafi, Yanabi’ al-Mawaddah,hlm.144,al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-‘Ummal ,vi,hlm.2180)

14. Umar dan kelompoknya tidak diizinkan oleh Fatimah (a.s) untuk mengerjakan solat ke atasnya. Dia berwasiat kepada suaminya Ali A.S supaya Abu Bakr dan Umar tidak diizinkan mengerjakan solat ke atasnya. Karena perbuatan mereka berdua yang menyakitkan hatinya,khususnys mengenai Fadak [Al-Bukhari,Sahih ,VI,hlm.196; Ibn Qutaibah, al-Imamah Wa al-Siyasah ,I,hlm.14; Abu l-Fida, Tarikh,I,hlm.159; al-Tabari,Tarikh,III,hlm.159]. Nabi (Saw.) bersabda:" Sesungguhnya Allah marah kepada kemarahanmu (Fatimah) dan redha dengan keredhaanmu." [Al-Hakim, al-Mustadrak, III, hlm.153; al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-Ummal, VII, hlm.219]

15. Umar telah mengingkari kematian Nabi (Saw.). Dia tidak mengetahui bahwa kematian adalah harus bagi Nabi (Saw.). Dia berkata:"Siapa yang mengatakan bahwa Nabi telah mati, aku akan membunuhnya dengan pedangku." Abu Bakar datang dan berkata kepadanya:"Tidakkah anda mendengar firman Allah (swt) (di dalam Surah al-Zumar (39):30,"Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati (pula)" dan firman-Nya (di dalam Surah Ali Imran (3):144),"Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang Rasul, sesungguhnya telah berlaku sebelumnya beberapa orang Rasul.Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)?" Maka Umar pun berkata:"Aku yakin dengan kematiannya seolah-olah aku tidak mendengar ayat-ayat tersebut."[al-Syarastani, al-Milal,I,hlm. 23; al-Bukhari, Sahih,VII, hlm.17]

Bagaimana khalifah Umar berkata:"Kitab Allah adalah cukup bagi kita" ketika dia melarang Nabi (Saw.) dari menulis wasiatnya di mana ummat tidak akan sesat selama-lamanya, sedangkan dia tidak mengetahui ayat-ayat tersebut sehingga Abu Bakar datang dan membacakan kepadanya? Dan tindakan Umar yang tidak mempercayai kewafatan Nabi (Saw.) tidak dapat difahami sebagai kasihnya yang teramat sangat kepada Nabi (Saw.). Karena dia telah berkata bahwa Nabi (Saw.) sedang meracau dan Kitab Allah adalah cukup bagi kita. Lalu dia melarang Nabi (Saw.) dari melaksanakan apa yang dikehendakinya.[al-Bukhari, Sahih, I, hlm. 36; Muslim, Sahih, II, hlm. 69]

Dan kata-kata Abu Bakar pula menyokong pendapat Umar. Dia berkata:"Siapa yang menyembah Muhammad, maka Muhammad telah mati." Ini berarti wahai orang yang bermegah ke atas kami dengan Muhammad, habislah mereka karena peranannya sudah selesai. Kitab Allah adalah cukup bagi kita karena hal itu hidup. Persoalan yang timbul "Adakah kaum Muslimin pada masa itu menyembah Muhammad?" Tidak. Mungkin ini adalah satu sindiran kepada Bani Hashim secara umum dan Ali bin Abi Talib secara khusus. Karena mereka bermegah dengan Muhammad. Nabi (Saw.), dari kalangan mereka. Dan merekalah keluarganya, dan orang yang paling berhak daripada orang lain, karena mereka lebih mengetahuikedudukan Nabi (Saw.).

Atau adakah tindakan Umar yang ingin membunuh siapa saja yang berkata Muhammad telah mati itu merupakan tindakan politik sehingga dia dapat melambat-lambatkan kepercayaan kaum Muslimin bahwa Nabi (Saw.) telah mati. Dan dengan ini perancanaannya dapat dilaksanakan sehingga segala-galanya diatur dengan baik. Sejurus kemudian dia diberitahu secara sulit bahwa perdebatan di Saqifah sedang berlaku. Lantas dia, Abu Bakar dan Abu Ubaidah meninggalkan jenazah Nabi (Saw.) menuju Saqifah tanpa diketahui oleh Bani Hasyim.

16. Umar telah melarang mahr (mas kahwin) yang tinggi. Dia berkata:"Sesiapa yang menaikkan mahr anak perempuannya, aku akan mengambilnya dan menjadikannya milik Baitul Mal." Sunnah Umar telah ditentang oleh seorang wanita lalu dia membaca firman Tuhan di dalam Surah al-Nisa' (4):20"Sekiranya kamu telah memberikan kepada seorang di antara mereka harta yang banyak, maka janganlah kamu mengambilnya kembali barang sedikitpun."Umar menjawab:"Orang ramai lebih alim daripada Umar sehingga gadis-gadis sunti di rumah-rumah."[Fakhruddin al-Razi, Mafatih al-Ghaib,II, hlm. 175; al-Suyuti, al-Durr al-Manthur,II, hlm. 133) Kata-kata Umar itu tidak dapat difahami sebagai tawadhuk, karena ia melibatkan hukum Allah SWT.

17. Umar telah mengharamkan haji tamattu'. hal itu bertentangan dengan Sunnah Nabi SAWA yang tidak pernah mengharamkannya [Ibn Kathir, Tafsir,I,hlm. 233; al-Bukhari, Sahih, VII, hlm. 33].

18. Umar tidak melaksanakan hukum had ke atas Mughirah bin Syu'bah yang dituduh berzina dengan Umm Jamil isteri kepada Hajaj bin Atiq bin al-Harith bin Wahab al-Jusyami dengan berkata:"Aku sedang melihat muka seorang lelaki di mana Allah tidak akan mencemarkan lelaki Muslim dengannya." Maka saksi tersebut tidak memberikan penyaksiannya yang tepat karena mengikut kehendak Umar. Di dalam riwayat yang lain Umar memberi isyarat kepada saksi yang keempat supaya tidak memberika keterangan yang tepat. Keempat orang saksi tersebut telah memberi penyaksian yang tepat semasa mereka di Basrah.

Tetapi Umar mengadakan pengadilan yang kedua di Madinah. Apabila saja saksi yang keempat tidak memberikan penyaksian yang tepat sebagaimana diberikannya di Basrah, maka Umar pun melakukan had ke atas tiga saksi tersebut. Seorang saksi bernama Abu Bakar berkata:"Demi Allah, Mughirah telah melakukannya. Umar ingin mengenakan had ke atasnya kali kedua."Ali AS berkata:"Jika anda melakukannya maka rejamlah al-Mughirah bin Syu'bah tetapi dia enggan melakukannya."[Al-Hakim, al-Mustadrak, III, hlm. 448; Ibn Hajr, al-Isabah, III, hlm. 452; Ibn Athir, Usd al-Ghabah, IV, hlm. 407; al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-Ummal, III, hlm. 88]

19. Umar telah memerintahkan supaya di rejam seorang wanita gila (yang berzina). Maka Ali (a.s) memperingatkannya dan berkata:"Qalam diangkat daripada orang gila sehingga dia sembuh."Umar pun berkata:"Sekiranya tidak ada Ali, niscaya binasalah Umar."[Ibn Abd al-Birr, al-Isti'ab, III, hlm. 39; al-Tabari, Dhakhair al-Uqba, hlm. 80]

20. Umar tidak membenarkan orang Islam yang bukan Arab mewarisi pusaka keluarga mereka melainkan mereka dilahirkan di negeri Arab.[Malik, al-Muwatta,II, hlm.12] maka ijtihad Umar adalah bertentangan dengan al-Qur'an dan Sunnah Nabi (Saw.) yang tidak membedakan seseorang melainkan dengan taqwa dan hal itu juga mengandungi sifat asabiyah sebagaimana firmanNya di dalam Surah al-Hujurat (49):10:"Sesungguhnya orang-orang Mukmin itu adalah bersaudara." Dan Nabi (Saw.) bersabda:"Tidak ada kelebihan orang Arab ke atas bukan Arab melainkan dengan taqwa."[Al-Haithami, Majma'al-Zawa'id, III, hlm. 226].

21. Umar tidak pernah mengadakan korban (penyembelihan) karena khuatir kaum Muslimin akan menganggapnya wajib.[al-Baihaqi, al-Sunan al-Kubra,IX, hlm. 265; Syafi'i, al-Umm, II, hlm. 189] Sunnahnya adalah bertentangan dengan al-Qur'an dan Sunnah Nabi (Saw.)yang menganjurkan amalan tersebut. Dan kaum Muslimin sehingga hari ini mengetahui hal itu adalah sunat.

22. Umar mengakui bahwa dia tidak mengetahui tentang al-Qur'an, hukum halal-haram dan masalah pusaka. Dia berkata:"Siapa yang ingin bertanya tentang al-Qur'an, maka hendaklah dia bertanya kepada Ubayy bin Ka'ab. Sesiapa yang ingin mengetahui halal dan haram, maka hendakah dia bertanya kepada Muadh bin Jabal. Sesiapa yang ingin mengetahui tentang ilmu faraidh, hendaklah dia bertanya kepada Zaid bin Thabit. Dan siapa yang ingin meminta harta maka hendaklah dia datang kepadaku karena akulah penjaganya.[al-Hakim, al-Mustadrak, III, hlm. 271; Abu Ubaid, Kitab al-Amwal, hlm. 223; al-Baihaqi, al-Sunan, VI, hlm. 210] Ketiga-tiga ilmu tersebut dikuasai oleh orang lain. Dia hanya penjaga harta.

23. Umar telah menakut-nakut dan menggertak seorang wanita supaya membuat pengakuan tentang perzinaannya. Lalu wanita tersebut membuat pengakuannya. Maka khalifah Umar memerintahkan supaya ia direjam. Lalu Ali (a.s) bertanya kepadanya:"Tidakkah anda mendengar Rasulullah SAWA bersabda:"Tidak dikenakan hukum had ke atas orang yang membuat pengakuan selepas ujian (bala') sama ada ia diikat, ditahan atau diugut? maka lepaskanlah dia.Maka Umar berkata:Wanita-wanita tidak terdaya untuk melahirkan seorang seperti Ali. Sekiranya Ali tidak ada niscaya binasalah Umar.[Fakhruddin al-Razi, al-Araba'ain, hlm. 466; al-Khawarizmi di dalam Manaqibnya, hlm. 48; al-Tabari Dhakha'ir al-'Uqba,hlm. 80]

24. Umar tidak mengetahui tempat untuk memulakan umrah. Kemudian dia berkata:"Tanyalah Ali." [al-Tabari di dalam Dhakha'ir al-Uqba, hlm. 89; al-Muhibb al-Tabari, al-Riyadh al-Nadhirah, II, hlm. 195].

25. Umar telah memerintahkan supaya perpustakaan-perpustakaan di Iran dan Iskandariah dibakar atau dicampakkan buku-bukunya ke laut. Ditanya kenapa dia memerintahkannya. Dia menjawab: "Allah telah memberikan kepada kita hidayah yang lebih baik daripada itu." Perpustakaan-perpustakaan tersebut mengandungi banyak buku-buku ilmiah di dalam berbagai-bagai bidang ilmu pengetahuan seperti ilmu hisab, falak, hikmah, kedoktoran, dan lain-lain. Tetapi khalifah Umar tidak menghargainya.[Ibn al-Nadim, al-Fihrist, hlm. 334; Ibn Khaldun, Tarikh, I, hlm. 32; Ibn al-Jauzi, Sirah al-Umar, hlm. 107].

26. Umar memerintahkan supaya dipotong pohon bai'ah Ridhwan, karena kaum Muslimin mengerjakan solat di bawah pohon tersebut bagi mengambil berkat. Apabila berita ini sampai kepada Umar dia memerintahkan supaya hal itu dipotong.[Ibn Sa'd, Tabaqat al-Kubra, hlm.608; Ibn Jauzi, Sirah Umar, hlm. 107]Sepatutnya khalifah Umar menjaga pohon tersebut dengan baik sebagai satu peninggalan sejarah yang berharga.

27. Umar adalah orang yang pertama mengenakan zakat kuda. Sunnahnya adalah bertentangan dengan Sunnah Nabi (Saw.) : "Aku memaafkan kalian zakat kuda dan hamba." [al-Baladhuri, Ansab al-Asyraf,V,hlm.26; al-Bukhari, Sahih, III, hlm. 30; Ahmad bin Hanbal; al-Musnad, I, hlm. 62; al-Sayuti, Tarikh al-Khulafa', I, hlm. 137].

28. Khalifah Umar tidak mengetahui hukum orang yang ragu tentang rakaat solatnya bagaimana hendak dilakukannya. Dia bertanya kepada seorang budak: "Apabila seorang itu ragu bilangan solatnya, apakah ia harus lakukan?" Sepatutnya dia telah bertanya kepada Nabi (Saw.) mengenainya. [Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, I, hlm. 190; al-Baihaqi, Sunan, II, hlm. 332].

29. Umar telah mengharamkan memakai wewangian (perfume) bagi orang yang mengerjakan haji sehingga mereka melakukan tawaf ifadhah. Ijtihadnya adalah menyalahi Sunnah Rasulullah di mana Aisyah berkata: Aku meletakkan wewangian ke atas Rasulullah (Saw.) sebelum beliau mengerjakan tawaf ifadhah. [Malik, al-Muwatta', I, hlm. 285; al-Turmudhi, Sahih, I, hlm. 173; al-Bukhari, Sahih, III, hlm. 58; Muslim, Sahih, I, hlm. 330].

30. Umar tidak mengetahui faedah Hajr al-Aswad. Dia berkata: "Hajr al-Aswad tidak memberi sebarang faedah dan kemudharatan." Sekiranya dia tidak melihat Rasulullah (Saw.) menciumnya, niscaya dia tidak menciumnya. Kata-kata Khalifah Umar tersebut adalah menyalahi Sunnah Rasulullah (Saw.) , beliau bersabda: "Hajr al-Aswad diturunkan dari Syurga warnanya putih seperti susu. Tetapi hal itu bertukar menjadi hitam disebabkan dosa manusia." Dan sabdanya lagi: "Demi Allah.Dia akan membangkitkannya di Hari Kiamat, hal itu mempunyai dua mata dan satu lidah yang akan bercakap dan memberi penyaksian kepada orang yang telah menciumnya". [al-Turmudhi, Sahih, I, hlm. 180; al-Nasa'i, Sahih, II, hlm. 37; Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, II, hlm. 3].

31. Umar tidak memberi khums kepada kerabat Nabi (Saw.) . Sunnah Umar adalah menyalahi firman-Nya dalam Surah al-Anfal 8:41 dan berlawanan dengan Sunnah Nabi (Saw.). [al-Zamakhsyari, al-Kasysyaf, II, hlm. 127; Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, I, hlm. 248].

32. Umar berkata bahwa memukul isteri tidak akan dikenakan dosa. Dia mengaitkan kata-kata ini dengan Rasulullah(Saw.). [Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, I, hlm. 20], sebenarnya hal itu bertentangan dengan firman-Nya di dalam Surah an-Nahl 16:90: "Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat dan Allahmelarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan".

33. Umar melarang hadis "khabar gembira" bahwa setiap orang yang mengucapkan dua kalimah syahadat dengan yakin, akan masuk syurga. Karena dia khuatir kaum Muslim hanya mengucap dua kalimah syahadat kemudian meninggalkan amalan lain. Dia berkata kepada Rasulullah (Saw.) : "Adakah anda mengutuskan Abu Hurairah dengan khabar tersebut?" Rasulullah menjawab:"Ya." Umar berkata kepada Rasulullah SAWA: "Janganlah anda melakukannya". [Ibn al-Jauzi, Sirah Umar, hlm. 38; Ibn Abi al-Hadid, Syarh Nahj al-Balaghah, III, hlm. 108]. Sepatutnya dia tidak melarang Nabi (Saw.) untuk melakukannya.

34. Umar tidak membunuh Dzu al-Thadyah (ketua Khawarij) sedangkan Rasulullah (Saw.)telah memerintahkannya supaya membunuhnya. Dia berkata:"Bagaimana aku membunuh lelaki yang sedang sujud?" Kemudian Rasulullah (Saw.) bertanya lagi: "Siapa lagi yang akan membunuhnya?"Ali menjawab:"Aku." Nabi (Saw.) bersabda:"Sekiranya anda mendapatinya."Ali pun pergi tetapi tidak mendapatinya. Nabi (Saw.) bersabda:"Sekiranya lelaki itu dibunuh, tidak akan ada dua lelaki yang berselisih faham."[Ahmad bin Hanbal, al-Musnad,III, hlm. 15]

Sepatutnya Khalifah Umar membunuhnya tanpa mengambil kira keadaannya karena Rasulullah (Saw.) telah memerintahkannya. Tetapi dia menggunakan ijtihadnya bagi menyalahi Sunnah Rasulullah (Saw.).

35. Umar tidak dapat memahami ungkapan-ungkapan yang tinggi. Dia bertanya kepada seorang lelaki:"Bagaimana keadaan anda?"Lelaki itu menjawab:"Aku adalah di kalangan orang yang mencintai fitnah, membenci al-Haqq dan memberi penyaksian kepada orang yang tidak dilihat."Lalu dia memerintahkan supaya lelaki itu ditahan. Maka Ali AS menyuruh supaya hal itu dilepaskan seraya berkata:"Apa yang diucapkan oleh lelaki itu adalah benar."Umar berkata:"Bagaimana anda dapat mengatakan hal itu benar?"Ali (a.s) menjawab:"Dia mencintai harta dan anak sebagaimana firman-Nya di dalam Surah al-Anfal(8):28:"Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai fitnah."Dan dia membenci kematian maka ia adalah al-haqq. Dan dia memberi penyaksian bahwa Muhammad adalah Rasulullah sekalipun dia tidak melihatnya.Kemudian Umar memerintahkan supaya ia dilepaskan.[Ibn Qayyim al-Jauziyyah, al-Turuq al-Hukmiyyah, hlm.46].

36. Umar telah menjatuhkan airmuka Nabi (Saw.) di hadapan Musyrikin yang datang berjumpa Nabi (Saw.) supaya mengembalikan hamba-hamba mereka yang lari dari mereka. Musyrikin berkata:Hamba-hamba kami telah datang kepada anda bukanlah karena mereka cinta kepada agama, tetapi mereka lari dari menjadi milik kami dan harta kami. Justeru itu kembalilah mereka kepada kami. Lebih-lebih lagi kami adalah jiran anda dan orang yang membuat perjanjian damai dengan anda.Walau bagaimanapun Rasulullah (Saw.) tidak mau menyerahkan hamba-hamba tersebut kepada mereka karena khuatir mereka akan menyiksa hamba-hamba tersebut. Tetapi beliau tidak mau mendedahkan hakikat ini kepada mereka. Lalu Rasulullah SAWA bertanya kepada Umar.Maka Umar menjawab:"Benar kata-kata mereka itu wahai Rasulullah. Mereka itu adalah jiran kita dan mereka telah membuat perjanjian damai dengan kita."Maka muka Nabi (Saw.) berubah karena jawapannya menyalahi apa yang dikehendaki oleh Nabi (Saw.).[Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, I, hlm.155;al-Nasa'i, al-Khasa'is, hlm. 11]

37. Umar menjadikan mahr wanita menikah sebelum tamat iddahnya untuk Baitul Mal. Kemudian dia memisahkan pasangan tersebut dan berkata: Nikah adalah haram, mahr adalah haram dan kedua-duanya tidak dapat menikah lagi.Ali berkata:Sekiranya lelaki itu tidak mengetahuinya, wanita tersebut berhak mengambil mahrnya dan dipisahkan pasangan tersebut. Dan apabila tamat ‘iddahnya dia menjadi peminangnya. Didalam ertikata yang lain dia hendaklah menyempurnakan iddahnya yang pertama kemudian menyempurnakan pula iddahnya yang kedua."Lalu Umar berkata:"Kembalikan" "kejahilan" kepada Sunnah.[Al-Baihaqi, al-Sunan al-Kubra, VII, hlm. 441; al-Tabari, Dhakha'ir al-'Uqba, hlm. 81] Persoalan yang timbul ialah kenapakah dia menjadikan mahr hal Baitul Mal dan bukan hak wanita tersebut dan kenapakah dia mengharamkan wanita tersebut ke atas lelaki tersebut? Manakah ayat atau Sunnah yang memdapatkan khalifah Umar melakukan sedemikian? maka ijtihadnya adalah menyalahi al-Qur'an dan Sunnah Nabi (Saw.).

38. Umar telah menjadikan "enam jengkal" sebagai ukuran baligh. Dia berkata:"Sekiranya kalian mendapati budak lelaki yang mencuri itu setinggi enam jengkal (sittah asybar) genap, maka kalian potonglah tangannnya. Jika tidak tinggallah dia."

Di riwayatkan daripada Sulaiman bin Yasar,"Sesungguhnya Umar mendatangi seorang budak lelaki yang telah mencuri, lalu dia mengukur budak tersebut, tetapi hal itu tidak mencukupi enam jengkal tepat lalu ditinggalkannya."[al-Muttaqi al-Hindi,Kanz al-Ummal,I, hlm. 116]

maka sunnahnya itu adalah bertentangan dengan Sunnah Rasulullah (Saw.) yang menetapkan baligh melalui ihtilam (mimpi) dan tumbuh bulu di kemaluan.[al-Baihaqi, al-Sunan al-Kubra, V, hlm. 54-55].

39. Umar telah mehentikan pemberian zakat kepada muallaf.[al-Suyuti, Tarikh al-Khulafa, hlm. 137 dan lain-lain] Tindakan ini adalah bertentangan dengan al-Qur'an Surah al-Taubah (4):60,"Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untukorang-orang faqir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya...."

40. Umar berhasrat untuk melantik Salim hamba Abu Huzaifah menjadi khalifah sekiranya ia masih hidup. maka kata-katanya adalah bertentangan dengan kata-katanya yang menyokong Abu Bakar di Saqifah. Para imam mestilah daripada Quraisy karena Salim adalah seorang hamba dan dia bukanlah daripada Quraisy.[Ibn Qutaibah, al-Imamah wal-Siyasah, I, hlm.19].

41. Umar telah menghukum rejam ke atas wanita yang mengandung selama enam bulan, kemudian melahirkan anak.Lalu Ali (a.s) membantahnya dan membacakan firman Allah (swt) di dalam Surah al-Ahqaf (46):15:"Ibunya mengandungkannya sampai menyusunya adalah tiga puluh bulan" dan firmanNya di dalam Surah Luqman (31):14:"Penyusuannya selama dua tahun." Maka mengandung sekurang-kurangnya ialah enam bulan dan penyusuannya ialah selama dua tahun.Kemudian Umar menarik balik hukumannya dan berkata:"Sekiranya tidak ada Ali, niscaya binasalah Umar."[al-Suyuti, al-Durr al-Manthur, I,hlm. 288; al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-Ummal, III, hlm. 96;al-Tabari, Dhakha'ir al-Uqba, hlm. 82, dan lain-lain].

42. Umar telah mengenakan hukum had ke atas Ja'dah dari Bani Sulaim tanpa saksi yang mencukupi. Dia memadai dengan sepucuk surat yang mengandungi syair mengenai perzinaannya yang dihantar oleh Buraid.[Ibn Sa'd, Tabaqat, III, hlm. 205]Lantaran itu ijtihadnya adalah bertentangan dengan al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah (Saw.) yang memerlukan empat orang saksi atau pengakuan secara sukarela.

43. Umar telah lari di dalam peperangan Uhud, Hunain, dan Khaibar.[al-Bukhari, Sahih, III, hlm. 46; al-Hakim, al-Mustadrak, III, hlm.37; al-Dhahabi, al-Talkhis, III, hlm. 37 dan lain-lain]

44. Umar telah menjalankan hukum had ke atas Abdul Rahman pada kali kedua karena meminum arak. Sebenarnya Umru bin al-'As telah menjalankan hukum had keatasnya di Mesir dan disaksikan oleh anaknya, Abdullah bin Umar. Tetapi khalifah Umar tidak mengindahkannya. Kemudian dia memukulnya pada kali kedua:"Abdul Rahman menyeru meminta tolong sambil berkata:"Aku sedang sakit, demi Tuhan, anda (Umar) adalah pembunuhku." Dan selepas dia menjalankan had keatasnya dia menahannya pula selama sebulan, kemudian dia meninggal dunia. Sepatutnya dia tidak mengenakan had keatasnya pada kali kedua dan menunggu sehingga dia sembuh dari sakitnya serta tidak menahannya pula.[Ibn Abd Rabbih, al-Aqd al-Farid, III, hlm. 470; al-Khatib, Tarikh Baghdad, VI, hlm. 450; Ibn Abil Hadid, Syarh Nahj al-Balaghah, III, hlm. 127]

45. Umar adalah orang yang pertama mengharamkan nikah mut'ah.[al-Suyuti, Tarikh al-Khulafa', hlm. 137] Kenyataan al-Suyuti berarti:
a) Nikah mut'ah adalah halal menurut Islam.
b) Khalifah Umarlah yang mengharamkan nikah mut'ah yang telah dihalalkan pada masa Rasulullah (Saw.), khalifah Abu Bakar dan pada masa permulaan zaman khalifah Umar.
c) Umar mempunyai kuasa veto yang dapat memansuhkan atau membatalkan hukum nikah mut'ah sekalipun hal itu halal di sisi Allah dan Rasul-Nya. Al-Suyuti seorang Mujaddid Ahlil Sunnah abad ke-6 Hijrah mempercayai bahwa nikah mut'ah adalah halal, karena pengharamannya adalah dilakukan oleh Umar dan bukan oleh Allah dan RasulNya.Kenyataan al-Suyuti adalah berdasarkan kepada al-Qur'an dan kata-kata Umar sendiri.

Sebenarnya para ulama Ahlul Sunnah sendiri telah mencatat bahwa Umarlah yang telah mengharamkan nikah mut'ah sepertiberikut:
a) Al-Baihaqi di dalam al-Sunan, V, hlm. 206, meriwayatkan kata-kata Umar,"Dua mut'ah yang dilakukan pada masaRasulullah (Saw.) tetapi aku melarang kedua-duanya dan aku akan mengenakan hukuman ke atasnya, yaitu mut'ahperempuan dan mut'ah haji.
b) Al-Raghib di dalam al-Mahadarat, II, hlm. 94 meriwayatkan bahwa Yahya bin Aktam berkata kepada seorang syaikh di Basrah:"Siapakah orang yang anda ikuti tentang harusnya nikah mut'ah."Dia menjawab:"Umar al-Khatab."Dia bertanya lagi,"Bagaimana sedangkan Umarlah orang yang melarangnya."Dia menjawab:"Mengikut riwayat yang sahih bahwa dia menaiki mimbar masjid dan berkata:Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya telah menghalalkan untuk kalian dua mut'ah tetapi aku aku mengharamkan kedua-duanya (mut'ah perempuan dan mut'ah haji). Maka kami menerima kesaksiannya tetapi kami tidak menerima pengharamannya."
c) Daripada Jabir bin Abdullah, dia berkata:"Kami telah melakukan nikah mut'ah dengan segenggam kurma dan gandum selama beberapa hari pada masa Rasulullah dan Abu Bakar sehingga Umar melarang dan mengharamkannya dalam kasus Umru bin Harith.[Muslim, Sahih, I, hlm. 395; Ibn Hajar, Fatih al-Bari, IX, hlm.41; al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-Ummal, VIII, hlm.294]
d) Daripada Urwah bin al-Zubair,"Sesungguhnya Khaulah bt. Hakim berjumpa Umar al-Khattab dan berkata:"Sesungguhnya Rabiah bin Umaiyyah telah melakukan nikah mut'ah dengan seorang perempuan, kemudian perempuan itu mengandung, maka Umar keluar dengan marah dan berkata:"Sekiranya aku telah memberitahukan kalian mengenainya awal-awal lagi niscaya aku merejamnya."Isnad hadith ini adalah tsiqah, dikeluarkan oleh Malik di dalam al-Muwatta', II, hlm. 30;al-Syafi'i, al-Umm, VII, hlm. 219;al-Baihaqi, al-Sunan al-Kubra, VII, hlm. 206]
e) Kata-kata Ali (a.s),"Sekiranya Umar tidak melarang nikah mut'ah niscaya tidak seorang pun berzina melainkan orang yang celaka."[al-Tabari, Tafsir, V, hlm. 9; Fakhruddin al-Razi, Mafatih al-Ghaib, III, hlm.200; al-Suyuti, al-Durr al-Manthur, II, hlm.140]

Kata-kata Ali (a.s) ini menolak dakwaan orang yang mengatakan bahwa Ali telah melarang nikah mut'ah karena beliau tidak memansuhkan ayat di dalam Surah al-Nisa' (4):24.
f) Daripada Ibn Juraij, daripada 'Ata' dia berkata:"Aku mendengar Ibn Abbas berkata:Semoga Allah merahmati Umar, mut'ah adalah rahmat Tuhan kepada umat Muhammad dan jika ia tidak dilarang (oleh Umar) niscaya seorang itu tidak perlu berzina melainkan orang yang celaka."[al-Jassas, al-Ahkam al-Qur'an, II, hlm. 179; al-Zamakhshari, al-Fa'iq, I, hlm. 331;al-Qurtubi, Tafsir, V, hlm. 130]

Riwayat Ibn Abbas tersebut menafikan dakwaan orang yang mengatakan Ibn Abbas telah menarik balik kata-katanya mengenai mut'ah. Walau bagaimanapun halalnya mut'ah tidak berpandu kepada pendapat Ibn Abbas tetapi berpandu kepada Surah al-Nisa (4): 24 yang tidak dimansuhkan.

Di sini disebutkan nama-nama sahabat dan tabi'in yang telah mengamalkan nikah mut'ah atau mempercayai ia halal sepertiberikut:
1. Umran b. al-Hasin.
2. Jabir b. Abdullah.
3. Abdullah b. Mas'ud.
4. Abdullah b. Umar.
5. Muawiyah b. Abi Sufyan.
6. Abu Said al-Khudri.
7. Salman b. Umaiyyah b, Khalf
8. Ma'bad b. Umaiyyah.
9. al-Zubair bin al-Awwam yang mengahwini Asma' bt khalifah Abu Bakar secara mut'ah selama tiga tahun dan melahirkan duaorang anak lelaki bernama Abdullah da Urwah.
10. Khalid b. Muhajir.
11. Umru b. Harith.
12. Ubayy b. Ka'ab.
13. Rabi'ah b. Umaiyyah.
14. Said b. Jubair.
15. Tawwus al-Yamani.
16. 'Ata' Abu Muhammad al-Madani.
17. al-Sudi.
18. Mujahid.
19. Zufar b. Aus al-Madani.
20. Ibn Juraij.
21. Ali bin Abi Talib.
22. Umar b. al-Khattab sebelum dia mengharamkannya dan diakui leh anaknya Abdullah bin Umar.

Nama-nama tersebut adalah diambil dari buku-buku Hadith Ahlul Sunnah dan lain-lain di mana saya tidak memberi rujukan lengkap karena kesempitan ruang, lihatlah umpamanya buku-buku sahih bab nikah mut'ah dan lain-lain.

Di sini diperturunkan pendapat-pendapat Ahlul Sunnah yang mengatakan nikah mut'ah telah dimansuhkan, kemudian, diharuskan, kemudian dimansuhkan, kemudian diharuskan kembali. Ia mempunyai 15 pendapat yang berbeda-beda sepertiberikut:
1. Nikah mut'ah diharuskan pada permulaan Islam, kemudian Rasulullah (Saw.) melarangnya di dalam Peperangan Khaibar.
2. Ia dapat dilakukan ketika darurat di masa-masa tertentu kemudian diharamkan pada akhir tahun Haji Wida'.
3. Ia diharuskan selama 3 hari saja.
4. Diharuskan pada tahun al-Autas kemudian diharamkan.
5. Diharuskan pada Haji Wida' kemudian ditegah semula.
6. Diharuskan, kemudian diharamkan pada masa pembukaan Mekah.
7. Ia harus, kemudiannya ditegah dalam Perang Tabuk.
8. Diharuskan pada pembukaan Mekah dan diharamkan pada hari itu juga.
9. Ia dihalalkan pada Umrah al-Qadha'.
10. Ia tidak pernah diharuskan di dalam Islam. Pendapat ini bertentangan dengan al-Qur'an, Sunnah Nabi (Saw.), Ahlul Baytnya dan sahabat-sahabat.
11. Ia diharuskan kemudian dilarang pada Perang Khaibar kemudian diizin kembali pada masa pembukaan Mekah kemudian diharamkannya selepas tiga hari.
12. Diharuskan pada permulaan Islam kemudian diharuskan pada Perang Khaibar kemudian diharuskan pada Perang Autas, kemudian diharamkan.
13. Diharuskan pada permulaan Islam pada tahun Autas, pembukaan Mekah dan Umrah al-Qadha' dan diharamkan pada Peperangan Khaibar dan Tabuk.
14. Ia telah diharuskan, kemudian dimansuhkan, kemudian diharuskan, kemudian dimansuhkan, kemudian diharuskan kemudian dimansuhkan.
15. Diharuskan 7 kali, dimansuhkan 7 kali, dimansuhkan pada Peperangan Khaibar, Hunain, 'Umra al-Qadha', tahun pembukaan Mekah, tahun Autas, Peperangan Tabuk dan semasa Haji Wida'.[al-Jassas, Ahkam al-Qur'an, II, hlm. 183; Muslim, Sahih, I, hlm. 394;Ibn Hajr, Fath al-Bari, IX, hlm. 138; al-Zurqani, Syarh al-Muwatta', hlm. 24]

Lihatlah bagaimana perselisihan pendapat telah berlaku tentang nikah mut'ah di mana mereka sendiri tidak yakin bilakah ia dimansuhkan atau sebaliknya. Walau bagaimanapun pendapat-pendapat tersebut memberi erti bahwa hukum nikah mut'ah dapat dipermainkan-mainkan karena ia mengandungi beberapa proses pengharusan dan pengharaman, maka hal itu tidak mungkin dilakukan oleh Allah dan Rasul-Nya. hal itu telah dilakukan oleh al-Zubair bin al-Awwam dengan Asma' bt. khalifah Abu Bakar selama tiga tahun dan melahirkan duaorang anak mut'ah.

Sebenarnya pengharusan nikah mut'ah itu berasal daripada al-Qur'an, firman-Nya (Surah al-Nisa (4):24:"Maka isteri-isteri kamu yang kamu nikmati (mut'ah) di atas mereka, berikanlah kepada mereka maharnya sebagai suatu kewajipan." Menurut al-Zamakhsyari, ayat ini adalah Muhkamah, yaitu tidak dimansuhkan [al-Kasysyaf,I hlm. 190] yaitu nikah mut'ah adalah halal.

Al-Qurtubi menyatakan, penduduk Mekah banyak melakukan nikah mut'ah [Tafsir,V, hlm. 132]. Fakhruddin al-Razi berkata:"Mereka berselisih pendapat tentang ayat ini, sama ada ia dimansuhkan ataupun tidak, tetapi sebagian besar berpendapat ayat ini tidak dimansuhkan dan nikah mut'ah adalah harus."[Mafatih al-Ghaib, III, hlm. 200] Abu Hayyan berkata:"Selepas menukilkan hadith yang mengharuskan nikah mut'ah, sekelompok daripada Ahlul Bayt dan Tabi'in berpendapat nikah mut'ah adalah halal."Ibn Juraij (w.150H)pula berpendapat bahwa nikah mut'ah adalah harus. Imam Syafi'I menegaskan bahwa Ibn Juraij telah bernikah mut'ah dengan 72 orang perempuan, sementara al-Dhahabi pula menyatakan Ibn Juraij telah bermut'ah dengan 90 orang perempuan.[Tadhib al-Tahdhib, VI, hlm. 408]

Perhatikanlah bahwa Ibn Juraij adalah seorang daripada Tabi'in dan imam masjid Mekah, telah menikah secara mut'ah dengan 90 orang perempuan dan dia juga telah meriwayatkan hadith yang banyak di dalam sahih-sahih Ahlul Sunnah seperti Bukhari, Muslim dan lain-lain. Ini berarti kitab-kitab sahih tersebut telah dikotori (mengikut bahwa lawan) dan ia tidak menjadisahih lagi sekiranya orang yang melakukan nikah mut'ah itu dianggap penzina.

Ayat tersebut tidak dimansuhkan oleh Surah al-Mukminun ayat 6 dan Surah al-Ma'arij ayat 30, karena kedua-dua ayat tersebut
adalah Makkiyyah dan ayat Makkiyyah tidak dapat memansuhkan ayat Madaniyyah, begitu juga ia tidak dapat dimansuhkan dengan ayat al-Mirath (pusaka) karena dalam nikah biasa sekalipun mirath tidak dapat berlaku jika si isteri melakukan nusyuz terhadap suaminya atau isterinya seorang kitabiyah. Sebagaimana juga ia tidak dapat dimansuhkan dengan ayat Talaq, karena nikah mut'ah dapat ditalak (dapat dibatalkan) dengan berakhirnya masa. Ia juga tidak dapat dimansuhkan dengan hadith mengiku jumhur ulama.

Imam Zulfar berpendapat walaupun ditetapkan, tetapi ia tidak membatalkan akad nikah. Imam Malik pula mengatakan nikah mut'ah adalah harus hingga terdapatnya dalil yang memansuhkannya. Imam Muhammad al-Syaibani mengatakan nikah mut'ah adalah makruh. [al-Sarkhasi, al-Mabsut, V, hlm. 160] Demikianlah beberapa pendapat yang menunjukkan nikah mut'ah adalahharus tetapi ia diharamkan oleh khalifah Umar al-Khattab. Adapun syarat-syarat nikah mut'ah menurut Islam adalah sepertiberikut:
i. Mahar.
ii. Ajal (tempoh)
iii. Akad yang mengandungi ijab dan kabul dan hal itu sah dilakukan secara wakil
iv. Perceraian selepas tamatnya tempoh
v. Iddah
vi. Sabitnya nasab (keturunan)
vii. Tidak sabitnya pusaka di antara suami dan isteri jika ia tidak syaratkan.

Inilah syarat-syarat nikah mut'ah mengikut Ahlul Sunnah dan Syiah dan inilah yang telah dilakukan oleh para sahabat dan tabi'in. Adapun kata-kata bahwa 'nikah mut'ah dapat dilakukan dengan isteri orang' adalah satu pembohongan yang besar dan hal itu menyalahi nas. maka para Imam Ahlul Bait (a.s) dan para ulama Syiah mengharamkannya. Disebabkan ijab sebarang nikah, sama ada nikah mut'ah ataupun da'im (biasa) adalah dipihak perempuan atau wakilnya, maka perempuan tersebut atau wakilnya mestilah mengetahui bahwa 'dia' bukanlah isteri orang, jika tidak, ia tidak dapat melafazkan ijab, "aku nikahkan diriku akan dikau dengan mas kahwinnya sebanyak satu ribu ringgit selama tiga tahun."Umpamanya lelaki menjawab:"Aku terimalah nikah.

Imam Baqir dan Imam Ja'far al-Sadiq (a.s) berkata bahwa pihak lelaki tidak wajib bertanya adakah siperempuan itu isteri orang atau tidak, karena sudah pasti mengikut hukum syarak perempuan yang akan menikah mestilah bukan isteri orang. Jika didapati ia isteri orang maka nikah mut'ah atau nikah biasa itu adalah tidak sah. Walau bagaimanapun adalah disunatkan seorang itu bertanya keadaan perempuan itu sama ada masih isteri orang atau sebagainya.

Mengenai wali Ahlul Sunnah tidak sependapat sama ada wali adalah wajib bagi perempuan yang ingin menikah. Abu Hanifah umpamanya menyatakan wali adalah tidak wajib bagi janda dan anak dara yang sudah akil baligh dengan syarat ia menikah dengan seorang yang sekufu dengannya.[Malik, al-Muwatta', I, hlm. 183] Abu Yusuf dan al-Syaibani pula berpendapat wali adalah peru tetapi bapa tidak ada hak untuk memaksa anak perempuannya melainkan ia di bawah umur.[Ibn Hazm, al-Muhalla, hlm. 145]

Imam Ja'far al-Sadiq (a.s) berpendapat wali tidak wajib dalam nikah kecuali bagi anak dara. Tetapi ia adalah dianjurkan di dalam semua keadaan bagi penentuan harta dan keturunan.[al-Tusi, Tahdbib al-Ahkam, VII, hlm. 262]
Sebenarnya idea wali nikah menurut Imam Malik adalah dikaitkan dengan khalifah Umar al-Khattab yang diriwayatkan oleh
Sa'id bin al-Musayyab, bahwa seorang tidak dibenarkan menikah tanpa kebenaran walinya atau keluarganya yang baik atau pemerintah [Sahnun, al-Mudawwannah al-Kubra, IV, hlm. 16]

Mengenai saksi di dalam nikah, Imam Ja'far al-Sadiq (a.s) tidak mewajibkan saksi di dalam nikah mut'ah atau nikah biasa, tetapi ia disunatkan berbuat demikian bagi pengurusan harta dan penentuan nasab keturunan.[al-Tusi, al-Istibsar, III, hlm. 148]
Tidak terdapat di dalam al-Qur'an ayat yang mewajibkan wali dan saksi di dalam nikah, umpamanya firman Allah dalam Surah al-Nisa (4):3....."maka kahwinilah wanita-wanita yang kamu senangi dua, tiga dan empat." Ini berarti Allah tidak mewajibkan saksi dan wali di dalam perkahwinan karena untuk memberi kemudahan kepada umat manusia tetapi Dia mewajibkan saksi di dalam perceraian, firmanNya dalam Surah al-Talaq (65):2...."Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu."

Imam Ja'far al-Sadiq (a.s) mengatakan bahwa dua saksi di dalam talak adalah wajib. Walau bagaimanapun beliau tidak menafikan bahwa saksi adalah dianjurkan, lantaran itu hadith "Tidak ada nikah melainkan dengan wali dan dua orang saksi" adalah hadith yang lemah. Itulah nikah mut'ah yang dipercayai oleh mazhab Ja'fari dan ia adalah sama seperti yang dilakukan pada zaman Nabi (Saw.) dan zaman sahabatnya, dengan penjelasan ini, semoga hal itu dapat dibedakan di antara pelacuran dan nikah mut'ah.

Kesimpulannya, nikah mut'ah adalah halal sehingga Hari Kiamat berdasarkan Surah al-Nisa (4):24. Ia adalah ayat muhkamah yang tidak dimansuhkan, hanya khalifah Umar saja yang memansuhkan nikah mut'ah pada masa pemerintahannya. maka ijtihadnya adalah menyalahi nas, dengan itu kata-kata al-Suyuti bahwa khalifah Umar adalah orang yang pertama mengharamkan nikah mut'ah adalah wajar dan menepati nas. Walau bagaimanapun saya sekali-kali tidak menganjurkan sesiapa pun untuk melakukannya walau di mana sekalipun.

46. Khalifah Umar mengenakan had ke atas lelaki Badwi yang mabuk karena meminum minuman Umar. Lelaki itu berkata:"Sesungguhnya aku minum dari minuman anda."Umar menjawab:"Aku kenakan had ke atas anda karena mabuk dan bukan karena minuman(ku)." Kemudian dia menambahkan air ke dalam minuman tersebut lalu dia meminumnya selepas mengenakan had ke atas lelaki tersebut.[Ibn Abd Rabbih, al-Aqd al-Farid, III, hlm. 416; al-Jassas, Ahkam al-Qur'an, II, hlm. 565; al-Nasai, al-Sunan, VIII, hlm. 326]
Dan sunnahnya itu adalah bertentangan dengan Sunnah Nabi SAWA:"Aku melarang kalian meminum minuman yang sedikit apabila banyaknya memabukkan."[al-Darimi, al-Sunan, II, hlm. 113; al-Nasai, al-Sunan, VIII, hlm. 301]

47. Umar menghalalkan minuman keras al-Tala'(jenis anggur yang diperah) apabila hal itu direbus dan dihilangkan dua pertiganya.[al-Baihaqi, al-Sunan, VIII, hlm. 300;al-Nasai, al-Sunan, VIII, hlm. 329;al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-Ummal,III, hlm. 109;Malik, al-Muwatta',II, hlm. 180] maka ijtihadnya itu adalah bertentangan dengan Sunnah Rasulullah (Saw.),"Setiap yang memabukkan adalah haram."[al-Turmidhi, Sahih, I, hlm. 324; al-Nasai, al-Sunan, VIII, hlm.300]

48. Umar telah mengenakan had tanpa menurut hukum syarak. Seorang peminum arak dibawa kepadanya, lalu dia memerintahkan Muti' bin al-Aswad supaya melakukan hukuman had ke atasnya. Kemudian dia melihatnya memukulnya dengan pukulan yang kuat lalu dia berkata kepadanya:"Anda telah membunuh lelaki itu. Berapa kalikah anda telah memukulnya?"Dia menjawab:"Enam puluh kali."Lalu Umar berkata:"Jadikan dua puluh pukulan yang belum dilaksanakan itu sebagai menepati pukulan anda "yang kuat," maka jumlahnya cukup 80."Kedua-dua hukumannya itu adalah bertentangan dengan Sunnah Nabi SAWA yang menghukum peminum arak sebanyak 40 kali sebat.[al-Baihaqi, al-Sunan al-Kubra, VIII, hlm.317; al-Suyuti, Tarikh al-Khulafa', hlm. 137]

49. Umar berkata:"Sesiapa berkata aku seorang yang alim, maka dia adalah jahil dan sesiapa yang mengatakan dia mukmin maka dia adalah kafir."[al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-Ummal, I, hlm. 103]

Kata-katanya yang pertama bertentangan dengan firman Tuhan di dalam Surah al-Zumar (39): 9:"Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui (orang-orang jahil)?" Dan kedua, hal itu bertentangan dengan firman-Nya di dalam Surah Ali Imran (3): 52:"Hawariyyun berkata: Kamilah penolong-penolong (agama) Allah, kami beriman (ammana) kepada Allah."

50. Umar tidak menganjurkan kaum Muslimin menziarahi Baitul Maqdis karena khuatir mereka akan membuat Haji seperti di Mekah. Beliau memukul dua lelaki yang melintasi Baitul Maqdis.[al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-Ummal, VII, hlm. 157],sunnahnya itu adalah bertentangan dengan Sunnah Rasulullah SAWA yang menganjurkan kaum Muslimin menziarahi atau beribadat pada tiga masjid. Rasulullah (Saw.) bersabda:"Pengembaraan diharuskan pada tiga masjid, Masjid Haram, Masjid aku ini dan Masjid al-Aqsa'.[Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, II, hlm. 234; Muslim, Sahih, I, hlm. 392; al-Nasai, al-Sunan, II,hlm. 37]

51. Umar telah membentuk majlis syura yang aneh dan menakutkan. Dan hal itu mesti ditamatkan dalam masa tiga hari dan dikawal oleh 50 orang tentera yang lengkap dengan senjata. Dia melantik enam orang; Sa'd bin Abu Waqas, Abdul Rahman bun Auf, Ali bin Abi Talib, Talhah bin Ubaidillah, al-Zubair bin al-Awwam dan Uthman bin Affan. Kemudian dia mencaci mereka dengan cacian-cacian yang tidak melayakkan mereka menjadi khalifah. Kemudian dia berkata:"Jika seorang daripada mereka menentang dan lima bersetuju, maka bunuhlah dia. Jika dua menentang dan empat bersetuju maka bunuhlah kedua-duanya. Dan jika tiga menentang dan tiga tiga bersetuju maka pilihlah pihak yang ada Abdul Rahman bin Auf.[IbnQutaibah, al-Imamah wal-Siyasah, I, hlm. 24]

Perhatikanlah bagaimana Khalifah Umar menghalalkan darah Muslimin di dalam keadaan tersebut? Ini berarti jika Ali menentang, dia akan dibunuh. maka hukumannya itu adalah bertentangan dengan Sunnah Nabi (Saw.). Tidak halal darah Muslim melainkan tiga perkara: Lelaki kafir selepas Islamnya, lelaki berzina selepas Ihsannya, membunuh tanpa hak.[Ibn Majah, al-Sunan, II, hlm. 110]

Sistem syura yang diciptakan oleh Umar itu adalah untuk menjauhkan Ali (a.s) daripada menjadi khalifah seperti berikut:
1. Syura ini telah melahirkan permusuhan terhadap Ali (a.s). Talhah al-Tamimi adalah dari keluarga Abu Bakar yang telah memindahkan khalifah dari Ali (a.s). Abdul Rahman bin Auf adalah ipar Uthman, adalah di antara orang yang menentang Ali (a.s).

Dan dia di antara orang yang cuba membakar rumah Ali (a.s) karena keengganannya memberi bai'ah kepada Abu Bakar.Sa'd bin Abu Waqas adalah di antara orang yang dendam terhadap Ali (a.s) karena ramai daripada bapa-bapa saudaranya telah dibunuh oleh Ali (a.s) karena penyibaran Islam. Lantaran itu dia lewat memberi bai'ah kepada Ali (a.s). Dan Uthman ketua Bani Umaiyyah yang dikenali dengan permusuhan dan penentangan terhadap Bani Hasyim dan keluarga Rasul-Nya. Justeru itu syura telah diciptakan begitu rupa adalah semata-mata untuk menjauhkan Ali daripada jawatan khalifah.


2. Syura ini menjaukhkan Ali dari unsur-unsur yang membantunya di dalam pemilihan, karena tidak seorang pun orang Ansar dipilih di dalam majlis syura tersebut. Perhatikanlah bagaimana khalifah Umar menjalankan politiknya yang halus supaya Ali tidak terpilih di dalam syura tersebut.
3. Syura menjadikan Abdul Rahman sebagai penentu apabila tiga bersetuju dan tiga lagi menentang. Apakah kelebihan Abdul Rahman bin Auf? Tidakkah dia berkata kepadanya:"Ada adalah firaun ummat ini?"[Ibn Qutaibah, al-Imamah wal-Siyasah, I,hlm. 24]
4. Syura melahirkan perebutan dan penentangan di kalangan anggota-anggotanya. Sa'ad bin Abu Waqas dan Abdul Rahman patuh kepada Uthman. Dan berlakulah sebagaimana yang berlaku.

52. Umar berhasrat untuk melantik Abu Ubaidah bin al-Jarrah sebagai khalifah. Dia berkata:"Sekiranya Abu Ubaidah bin al-Jarrah masih hidup, niscaya aku melantiknya menjadi khalifah."[Ibn Qutaibah, al-Imamah wal-Siyasah, I, hlm. 23]

Kata-kata Khalifah Umar itu adalah bertentangan dengan hadith-hadith Rasulullah (Saw.), di antaranya,"Ini Ali saudaraku, khalifahku, pewaris ilmuku."[al-Turmudhi al-Hanafi, al-Kaukab al-Duriyy, hlm. 134] Perhatikanlah bagaimana khalifah Umar tidak pernah terlintas di hatinya untuk melantik Ali (a.s) sebagai khalifah. Malah majlis syura yang dibentuk olehnya adalah semata-mata untuk menjauhkan Ali (a.s) dari jawatan tersebut dengan cara yang paling halus.

53. Umar telah menulis surat kepada penduduk Kufah supaya tidak menamakan anak-anak mereka dengan nama Nabi. Dan memerintahkan sebagian penduduk Madinah supaya mengubah nama-nama mereka yang dinamakan dengan nama Muhammad. Ijtihadnya itu adalah bertentangan dengan Sunnah Rasulullah (Saw.) yang mengizinkannya.Di antaranya Rasulullah (Saw.) bersabda:"Siapa yang mempunyai tiga orang anak lelaki dan dia tidak menamakan seorang daripada mereka dengan nama Muhammad, maka dia adalah orang seorang jahil."[al-Haithami, Majma' al-Zawaid, VIII, hlm. 49] Dan apabila sebagian sahabat memberitahukan kepadanya bahwa Rasulullah (Saw.) telah membenarkannya, lalu dia menarik balik perintahnya.[Umdah al-Qari, VII, 143]

54. Umar telah mengenakan had ke atas seorang yang berpuasa yang berada di dalam majlis minuman arak. Mereka berkata:"Dia itu berpuasa." Umar menjawab:"Kenapa dia berada bersama mereka."[al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-Ummar, III, hlm. 101] Sepatutnya dia menyelidik kenapa lelaki itu berada di tempat itu. Dan kenapa dia tidak mengenakan hukum ta'zir ke atasnya?

55. Umar telah mengharamkan perkahwinan selama-lamanya ke atas seorang perempuan yang melakukan hubungan jenis dengan hamba lelakinya karena penakwilannya terhadap Surah al-Mukminun (23):6,".....atau hamba-hamba yang mereka miliki." Umar bermesyuarat dengan beberapa orang sahabatnya mengenainya. Mereka berkata:"hal itu tidak dapat direjam karena dia telah menakwilkan ayat tersebut." Umar berkata:"Tidak mengapa! Demi Allah aku mengharamkan ke atas anda perkahwinan selama-lamanya, sebagai gantian kepada hukum had." Dan dia memerintahkan hamba lelaki tersebut supaya"tidak menghampirinya." maka ijtihad Umar adalah bertentangan dengan hukum Allah dan Sunnah Rasul-Nya.[al-Tabari, Tafsir, VI, hlm. 68; al-Baihaqi, al-Sunan, VII, hlm. 127; Ibn Kathir, Tafsir, III, hlm.239]

56. Umat tidak mengambil jizyah daripada orang-orang Majusi karena dia tidak mengetahui bahwa mereka daripada Ahlu l-Kitab sehingga dia diberitahu oleh Abdul Rahman bin Auf bahwa dia mendengar Rasulullah (Saw.) bersabda:"Laksanakanlah hukum ke atas "mereka" sebagaimana hukum Ahlu l-Kitab." Kemudian dia melaksanakannya setahun sebelum dia wafat. Sepatutnya dia telah mengetahuinya dan mengambil jizyah daripada mereka.[al-Khatib al-Tabrizi, Misykat-al-Masabih, hlm. 334; Malik, al-Muwatta', hlm. 207; Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, I, hlm. 190; al-Baihaqi, al-Sunan, VIII, hlm. 234; Abu Ubaid, Kitab al-Amwal, hlm. 32]

57. Umar dan Abu Bakar telah bertengkar sehingga meninggikan suara mereka di hadapan Rasulullah (Saw.). Abu Bakar berkata:"Wahai Rasulullah lantiklah al-Aqra' bin Habis bagi mengetuai kaumnya." Umar berkata:"Wahai Rasulullah! Janganlah anda melantiknya sehingga mereka menengking dan meninggikan suara mereka di hadapan Rasulullah (Saw.)." Lalu diturunkan ayat di dalam Surah al-Hujurat (49):2, "Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak terhapus pahala amalanmu, sedangkan kamu tidak menyedari." Sepatutnya mereka berdua bertanya dan merujuk kepada Rasulullah (Saw.) mengenai.[Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, IV, hlm. 6; al-Tahawi, Musykil al-Athar, I, hlm. 14-42]

58. Umar telah memukul dengan cemeti seorang lelaki bernama Sabigh sehingga berdarah di belakangnya karena dia bertanya tentang huruf-huruf al-Qur'an (Mutasyabih al-Qur'an). Beberapa hari kemudian dia berkata kepada khalifah Umar:"Jika anda mau membunuhku, bunuhlah dengan baik. Dan jika anda mau mengubatiku, aku sekarang sudah sembuh." Kemudian Umar menulis surat kepada Abu Musa al-Asy'ari supaya tidak membenarkan orang ramai bergaul dengannya. Tindakan itu menyulitkan kehidupannya. Lalu Abu Musa al-Asy'ari menulis surat kepada khalifah Umar supaya membenarkan orang ramai bergaul dengannya karena dia sudah bertaubat. Kemudian khalifah Umar membenarkannya. [al-Darimi,al-Sunan, I, hlm. 54; Ibn Asakir, Tarikh, VI, hlm. 384; Ibn al-Jauzi, Sirah Umar, hlm. 109]

59. Umar tidak mengetahui ilmu Qira'at al-Qur'an. Diriwayatkan daripada Ibn Mujaz dia berkata:"Ubayy meriwayatkan daripada Ibn Mujaz dia berkata:"Ubayy membaca ayat 107 di dalam Surah al-Maidah,"Mani Iladhina Istahaqqa 'Alaihim al-Aulayyan."Umar berkata kepada Ubayy:"Anda telah berbohong."Ubayy menjawab:"Anda lebih banyak berbohong."Seorang lelaki berkata kepada Ubayy:"Anda membohongi Amirul Mukminin?"Dia menjawab:"Aku lebih memuliakan Amirul Mukminin daripada anda. tetapi aku membohonginya karena membenarkan Kitab Allah dan aku tidak membenarkan Amirul Mukminin untuk membohongi Kitab Allah. Umar menjawab:"Ya, betul."[al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-Ummal, I, hlm, 285; al-Suyuti, al-Durr al-Manthur, II, hlm. 344]

60. Umar telah menyetubuhi seorang hamba (nya) pada siang hari bulan Ramadhan. Al-Daral-Qutni di dalam Sunannya Kitab al-Siyam, bab al-Qublah Li s-Siam (Perbahasan Mengenai Puasa dan Bab Ciuman Bagi Orang yang Berpuasa) telah meriwayatkan dengan sanadnya daripada Sa'id bin al-Musayyab bahwa Umar telah datang kepada para sahabatnya dan berkata:"Apakah pendapat kalian tentang perkara yang aku telah melakukannya hari ini? Pada mulanya aku berpuasa, tiba-tiba seorang hamba wanita melintasiku, dia mempersonakanku, maka aku pun menyetubuhinya."Orang ramai
menjadi riuh dengan kelakuannya itu sedangkan Ali (a.s) berdiam saja. Lalu Umar bertanya kepada Ali (a.s):"Apa pendapat anda?" Beliau menjawab:"Anda telah melakukan perkara yang halal tetapi pada siang hari Ramadhan."Lalu Umar berkata:"Fatwa anda adalah lebih baik dari fatwa mereka."[Ibn Sa'd, Tabaqat, II, Bhg.II, hlm. 102]

Persoalannya:"Sekiranya khalifah Umar mengetahui hukumnya, apakah yang mendorongnya bertanya kepada para sahabatnya dan kemudian kepada Ali (a.s)? Sekiranya dia tidak mengetahuinya, apakah yang menyebabkan dia berani melakukannya sebelum dia mengetahui halalnya dengan bertanyakan hukumnya?"

61. Umar ketika sembahyang bersama Nabi (Saw.) telah menyeru Badwi penjual susu supaya berhenti di tempatnya. Al-Haithami di dalam Majma' al-Zawa'id, II, hlm. 62, meriwayatkan daripada Abu Said al-Khudri bahwa Nabi (Saw.) sedang sembahyang tiba-tiba seorang Badwi datang dengan susunya. Kemudian Nabi (Saw.) memberikan isyarat kepadanya, tetapi dia (Badwi) tidak memahaminya.Lalu Umar memanggilnya:"Wahai Badwi! Berhentilah di situ." Apabila Nabi (Saw.) memberi salam, beliau bertanya:"Siapakah yang bercakap tadi?" Orang ramai menjawab:"Umar." Lalu Nabi (Saw.) bersabda:"Ilmu fiqh mana yang diikutinya! (sehingga dia dapat bercakap di dalam sembahyang)."

62. Umar tidak mampu memahami ungkapan seorang wanita yang mengadu kepada Umar mengenai suaminya. Dia berkata:"Sesungguhnya suamiku berpuasa di siang hari dan beribadat di waktu malam." Umar tidak memahami ungkapan tersebut, malah dia berkata:"Anda mempunyai suami yang baik."Lalu seorang lelaki di majlis itu memberitahukan kepadanya maksud ungkapannya,"Dia mengadu mengenai suaminya yang tidak menidurinya."Kemudian Umar meminta lelaki tersebut supaya memberi hukuman di antara mereka berdua.[al-Suyuti, Tarikh al-Khulafa', hlm. 96 dan lain-lain]

63. Umar telah menjalankan pemerintahannya agak kasar dan aggresif dan menakutkan kebanyakan rakyat biasa sehingga seorang wanita yang sedang hamil, gugur kandungannya karena takutkan Umar. Tetapi aneh sekali di dalam peperangan dia merupakan seorang yang selalu melarikan diri.[al-Bukhari, Sahih, III, hlm. 46; al-Hakim, al-Mustadrak, III, hlm. 37] Talhah berkata kepada Abu Bakar:"Kenapa anda melantik ke atas kami seorang yang kasar?[Ibn Qutaibah, al-Imamah wal-Siyasah, I, hlm. 26] Tindakannya itu telah menambahkan kemarahan orang ramai. Lantaran itu hal itu bertentangan dengan Rasulullah (Saw.) yang telah menjalankan pemerintahannya dengan lembut dan berbudi pekerti yang tinggi dan bersifat defensif.

64. Umar telah meninggikan suaranya terhadap Rasulullah (Saw.). Muslim di dalam Sahihnya, Bab Waqt al-Isya' wa ta'khiruha meriwayatkan dengan sanadnya daripada Ibn Syihab daripada Urwah bin al-Zubair bahwa Aisyah berkata:"Pada suatu malam Rasulullah (Saw.) telah melambatkan sembahyang 'Isya'(atmah), lalu beliau tidak keluar dari rumahnya sehingga Umar menyeru:Wanita-wanita dan kanak-kanak telah tidur! Lantas Rasulullah (Saw.) bersabda kepada orang-orang di masjid ketika beliau keluar.....Sehingga Ibn Syihab memberitahukan kepadaku bahwa Rasulullah (Saw.) bersabda:"Janganlah kalian mendesak Rasul supaya menyegerakan sembahyang."Ini berlaku apabila Umar menyerukan kepada beliau supaya mengerjakan sembahyang dengan segera."

65. Umar membelakangi perintah Rasulullah (Saw.) sebaliknya mematuhi permintaan ketua Musyrikin, Abu Sufian. Rasulullah (Saw.) melarang para sahabatnya menjawab pertanyaan Abu Sufyan di dalam Perang Uhud karena khuatir kaum Musyrikin mengetahui bahwa beliau masih hidup dan menyerang balas dengan cepat. Abu Sufyan ingin mendapatkan kepastian tersebut. Lalu dia bertanya:"Adakah Muhammad masih hidup?"Rasulullah (Saw.) bersabda:"Janganlah kalian menjawab pertanyaannya."Kemudian dia bertanya kepada Umar secara khusus:"Wahai Umar, aku mengadu kepada anda supaya anda memberitahukan kepadaku, adakah kami telah membunuh Muhammad?"Lantas Umar menjawab:"Tidak! Beliau sedang mendengar percakapan anda."[Ibn Jarir, Ibn al-Athir di dalam Tarikh-tarikh mereka bab "Peperangan Uhud"] Sepatutnya khalifah Umar mematuhi perintah Rasulullah (Saw.) dengan tidak membocorkan maklumat tersebut. Lantaran itu ijtihadnya adalah menyalahi Sunnah Rasulullah (Saw.).

66. Umar telah memanggil seorang wanita yang hamil karena ingin bertanya kepadanya sesuatu yang menangkutkannya. Tetapi disebabkan ketakutannya kepada khalifah Umar kandungannya menjadi gugur. Dia meminta fatwa para sahabat mengenainya. Mereka berkata:"Anda tidak wajib membayar apa-apapun kepadanya."Lalu Ali berkata:"Sekiranya mereka ingin menjaga hati anda, berarti mereka telah menipu anda. Dan sekiranya ini adalah ijtihad mereka, maka mereka telah bersalah. maka anda bersalah dan wajib memerdekakan seorang hamba."[Ibn Abil Hadid, Syarh Nahj al-Balaghah, I, hlm. 58]

67. Umar mengkritik (lamiza) Nabi SAWA dan cara beliau membagi-bagikan harta sadaqah. Ahmad bin Hanbal di dalam Musnadnya, I, hlm. 20 meriwayatkan daripada Salman bin Rabi'ah, dia berkata:"Aku mendengar Umar berkata:Rasulullah (Saw.) membagi-bagikan sesuatu, maka aku berkata:Wahai Rasulullah, Ahlul s-Suffah adalah lebih berhak daripada mereka. Dia berkata:Rasulullah (Saw.) bersabda:"Anda bertanya kepadaku tentang perkara-perkara yang keji dan anda menyangka aku seorang yang bakhil sedangkan aku bukanlah seorang yang bakhil."Aku berkata:Beliau meneruskan pembagian tersebut menurut apa yang dikehendaki oleh Allah dan Rasul-Nya."Diriwayatkan daripada Abu Musa bahwa Umar telah bertanya kepada Rasulullah perkara-perkara yang dibenci oleh Rasulullah, lantas beliau marah sehingga Umar melihat mukanya berubah. Al-Bukhari juga telah meriwayatkannya di dalam Sahihnya, I, hlm. 19, bab al-'Ilm, dan bab al-Ghadhab fi al-Mau'izah wa al-Ta'lim idha Ra'a ma yakrahu.

68. Umar telah memaksa Jabalah bin al-Aiham supaya mengikat dirinya sendiri atau membiarkan dirinya diikat karena dia telah menampar seorang lelaki dari Zararah yang telah memijak kainnya ketika dia sedang melakukan tawaf. Apabila tiba waktu malam, Jabalah dan kaumnya sebanyak lima ratus orang keluar dari Makkah menuju Istanbul. Kemudian mengisytiharkan menganuti agama Kristian karena menentang tindakan Umar. Walau bagaimanpun Jabalah berdukacita di atas apa yang berlaku karena perasaan kasih kepada Islam masih wujud di hatinya tetapi kemarahan kepada tindakan Umar tetap membara.[Ibn Abd Rabbih, al-Aqd al-Farid, I, hlm. 187] Lantaran itu tindakan Umar yang terburu-buru tanpa kebijaksanaan telah membuat Jabalah dan kaumnya sebanyak lima ratus orang meninggalkan agama Islam dan memeluk agama Kristian.

69. Umar telah memberi hukuman bahwa talak tiga jatuh sekaligus. Sedangkan talak pada masa Rasulullah (Saw.) dan khalifah Abu Bakar ialah tiga kali sebagaimana terdapat di dalam al-Qur'an.[Ahmad bin Hanbal, al-Musnad,I,hlm. 314; Muslim, Sahih,I,hlm. 574] Sunnahnya itu adalah bertentangan dengan Sunnah Nabi (Saw.) dan firman Tuhan di dalam Surah al-Baqarah (2): 229:"Talak (yang dapat dirujuk) dua kali. Setelah itu dapat dirujuk lagi dengan cara yang baik atau menceraikan dengan cara yang baik."

70. Umar mengatakan tidak wajib sembahyang(solat) bagi orang yang berjunub ketika tidak ada air.[Ibn Majah, al-Sunan,I,hlm. 200; al-Nasai, al-Sunan,I,hlm. 59] maka sunnahnya itu adalah bertentangan dengan Surah al-Maidah (5):6"…maka hendaklah kamu bertayammum dengan tanah...."

Source: Mailing List Yayasan Fatimah

These icons link to social bookmarking sites where readers can share and discover new web pages.
  • Digg
  • Sphinn
  • del.icio.us
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • Spurl
  • StumbleUpon
  • Technorati