Archives

Abdullah bin Saba' Tokoh Fiktif

Salam,
Ternyata setelah beberapa kali berdiskusi dengan para ikhwan di berbagai milis, maka saya dapati bahwa mereka banyak menggunakan Abdullah bin Saba' sebagai dalil untuk menghujat syi'ah. Sehingga sering mereka mengatakan bahwa syi'ah adalah produk orang yahudi atau syi'ah telah tertipu oleh orang Yahudi, yaitu Abdullah bin Saba'. Berikut akan saya tuliskan tentang Abdullah bin Saba' yang sebenarnya adalah tokoh fiktif, yang sumbernya baik dari ahlusunnah maupun syi'ah.

Para ulama syi'ah, Ayatullah Murtadla Al-'Askari mencoba untuk meneliti tentang keberadaan Abdullah bin Saba', dan hasilnya beliau menyatakan bahwa berdasarkan penelitian sejarah dan periwayatan hadits, maka sebenarnya Abdullah bin Saba' adalah tokoh fiktif. Dan hasil penelusuran dan penelitian tersebut dituangkan pada buku :
1. "Abdullah bin Saba' wa Asatir Ukhra".
2. "Khomsun wa Mi'atun Shahabi Mukhtalaq".
Dan juga sudah ada terjemahannya dalam bahasa Indonesia, dengan judul :
"Abdullah Bin Saba', Benih Perpecahan Umat" oleh M. Hashem.

Cerita tentang riwayat oleh Abdullah bin Saba' hanya bersumber dari satu orang (sumber tunggal), yaitu Saif bin Umar At-Tamimi. Mengenai sosok Saif bin Umar At-Tamimi, para ulama "ahli jarh wa ta'dil" telah memberikan nilai merah/buruk kepadanya. Berikut komentar mereka tentang Saif At-Tamimi tersebut :
1. Yahya bin Mun'im, mengatakan : "Riwayat-riwayatnya lemah dan tidak berguna".
2. An-Nasa'i dalam Sunan-nya, mengatakan : "Riwayat-riwayatnya lemah dan harus diabaikan, karena ia adalah orang yang tidak dapat diandalkan dan tidak patut dipercaya".
3. Abu Dawud, mengatakan : "Tidak harganya, ia seorang pembohong".
4. Ibn Abi Hatim, mengatakan : "Mereka telah meninggalkan riwayat-riwayatnya".
5. Ibn Al-Sakan, mengatakan : "Riwayatnya lemah (dlo'if)".
6. Ibn 'Adi mengatakan : "Riwayatnya lemah, sebagian dari riwayatnya terkenal namun bagian terbesar dari riwayat-riwayatnya adalah mungkar dan tidak diikuti".
7. Al-Hakim, mengatakan : "Riwayat-riwayatnya telah ditinggalkan, ia dituduh zindiq".
8. Ibn Hibban, mengatakan : "Ia terdakwa sebagai zindiq dan memalsukan riwayat-riwayat".
Dan para ulama ahlusunnah lainnya yang tidak mempercayainya, seperti Khatib Al-Baghdady, Ibn Abdil Barr, Ibnu Hajar, dll.

Sehingga jelas sekali bahwa keberadaan Abdullah bin Saba' ini adalah fiktif, dikarenakan hanya bersumber dari satu orang yaitu Saif At-Tamimi, yang dinilai cacat, mungkar, pemalsu, zindiq, dll. Sehingga tertolak-nya riwayat tentang Abdullah bin Saba' bukan hanya karena dalam jalur periwayatannya terdapat Saif At-Tamimi, melainkan bahwa Saif At-Tamimi merupakan sumber tunggal tentang cerita keberadaan Abdullah bin Saba'.
Dengan predikat semacam itu maka sudah semestinya setiap kisah dari Saif At-Tamimi tidak bisa dipercaya, baik dalam wacana syari'at maupun tarikh, dll.

Ibnu Hajar Al-Asqolani (seorang ulama besar ahlusunnah) dalam bukunya yang berjudul "Lisanul Mizan", mengatakan : "Berita-berita tentang Abdullah bin Saba' dalam sejarah memang terkenal, tetapi tidak satupun bernilai riwayat".

Ibnu Hajar juga mengatakan : "Ibnu Asakir kemudian meriwayatkan sebuah cerita panjang dari Saif bin Umar At-Tamimi dalam kitab Al-Futuh yang tidak shohih sanad-sanadnya"

Ref. ahlusunnah :
Ibnu Hajar Al-Asqolani, dalam "Lisanul Mizan", jilid 3, hal. 289.

Sehingga semua jalur riwayat yang ada, sekali lagi, hanya bersumber dari cerita Saif At-Tamimi tersebut. Jadi jelas sekali bahwa riwayat-riwayat tersebut tertolak berdasarkan predikat buruk yang disandang oleh Saif At-Tamimi tersebut.

Dan buku Ayatullah Murtadla Al-'Askari tersebut di atas merupakan sanggahan dan bantahan terhadap semua pendapat yang menyatakan keberadaan Abdullah bin Saba' baik itu dari ulama ahlusunnah maupun ulama syi'ah terdahulu.

Wassalaam,
Muh. Anis

These icons link to social bookmarking sites where readers can share and discover new web pages.
  • Digg
  • Sphinn
  • del.icio.us
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • Spurl
  • StumbleUpon
  • Technorati

Pelat Kapal Nabi Nuh as




Pada bulan Juli 1951 sebuah tim yang terdiri dari ahli-ahli Rusia melakukan penelitian terhadap Lembah Kaat. Sepertinya mereka tertarik untuk menemukan sebuah tambang baru di daerah tersebut. Dalam penelitiannya mereka menemukan beberapa potong kayu di daerah tersebut berserakan.

Mereka kemudian mulai menggali tempat tersebut dengan tujuan untuk menemukan sesuatu yang berharga. Tetapi alangkah terkejutnya mereka ketika menemukan kumpulan potongan-potongan kayu tertimbun di situ. Salah seorang ahli yang ikut serta memperkirakan, setelah meneliti beberapa lapisanya, bahwa kayu-kayu tersebut bukanlah kayu yang biasa, dan menyimpan rahasia yang sangat besar di dalamnya.

Mereka mengekskavasi tempat tersebut dengan penuh keingintahuan. Mereka menemukan cukup banyak potongan-potongan kayu di daerah penggalian tersebut, dan di samping itu mereka juga menemukan hal-hal lain yang sangat menarik. Mereka juga menemukan sepotong kayu panjang yang berbentuk persegi. Mereka sangatlah terkejut setelah mendapati bahwa potongan kayu yang berukuran 14 X 10 inchi tersebut ternyata kondisinya jauh lebih baik dibandingkan potongan-potongan kayu yang lain. Setelah waktu penelitian yang memakan waktu yang cukup lama, hingga akhir tahun 1952, mereka mengambil kesimpulan bahwa potongan kayu tersebut merupakan potongan dari bahtera Nabi Nuh a.s. yang terdampar di puncak Gunung Calff (Judy). Dan potongan (pelat) kayu tersebut, di mana terdapat beberapa ukiran dari huruf kuno, merupakan bagian dari bahtera tersebut.

Setelah terbukti bahwa potongan kayu tersebut merupakan potongan kayu dari bahtera Nabi Nuh a.s., timbullah pertanyaan tentang kalimat apakah yang tertera di potongan kayu tersebut. Sebuah dewan yang terdiri dari kalangan pakar dibentuk oleh Pemerintah Rusia di bawah Departemen Riset mereka untuk mencaritahu makna dari tulisan tersebut. Dewan tersebut memulai kerjanya pada tanggal 27 Februari 1953.

Berikut adalah nama-nama dari anggota dewan tersebut:

1. Prof. Solomon, Universitas Moskow

2. Prof. Ifa Han Kheeno, Lu Lu Han College, China

3. Mr. Mishaou Lu Farug, Pakar fosil

4. Mr. Taumol Goru, Pengajar Cafezud College

5. Prof. De Pakan, Institut Lenin

6. Mr. M. Ahmad Colad, Asosiasi Riset Zitcomen

7. Mayor Cottor, Stalin College

Kemudian ketujuh orang pakar ini setelah menghabiskan waktu selama delapan bulan akhirnya dapat mengambil kesimpulan bahwa bahan kayu tersebut sama dengan bahan kayu yang digunakan untuk membangun bahtera Nabi Nuh a.s., dan bahwa Nabi Nuh a.s. telah meletakkan pelat kayu tersebut di kapalnya demi keselamatan dari bahtera tersebut dan untuk mendapatkan ridho Illahi.

Terletak di tengah-tengah dari pelat tersebut adalah sebuah gambar yang berbentuk telapak tangan dimana juga terukir beberapa kata dari bahasa Saamaani.

Mr. N.F. Max, Pakar Bahasa Kuno, dari Mancester, Inggris telah menerjemahkan kalimat yang tertera di pelat tersebut menjadi:


"Ya Allah, penolongku! Jagalah tanganku dengan kebaikan dan bimbingan dari TubuhMu Yang Suci, yaitu Muhammad, Ali, Fatima, Shabbar dan Shabbir. Karena mereka adalah yang teragung dan termulia. Dunia ini diciptakan untuk mereka maka tolonglah aku demi nama mereka."


Semuanya sangatlah terkejut setelah mengetahui arti tulisan tersebut. Terutama yang membikin mereka sangatlah bingung adalah kenapa pelat kayu tersebut setelah lewat beberapa abad tetap dalam keadaan utuh dan tidak rusak sedikitpun.

Pelat kayu tersebut saat ini masih disimpan dengan rapih di Pusat Penelitian Fosil Moskow di Rusia.

Jika anda sekalian mempunyai waktu untuk mengunjungi Moskow, maka mampirlah di tempat tersebut, karena pelat kayu tersebut akan menguatkan keyakinan anda terhadap kedudukan Ahlul Bayt a.s.

Terjemahan kalimat tersebut telah dipublikasikan antara lain di:

1. Weekly - Mirror, Inggris 28 Desember 1953

2. Star of Britain, London, Manchester 23 Januari 1954

3. Manchester Sunlight, 23 Januari 1954

4. London Weekly Mirror, 1 Februari 1954

5. Bathraf Najaf, Iraq 2 Februari 1954

6. Al-Huda, Kairo 31 Maret 1954

7. Ellia - Light, Knowledge & Truth, Lahore 10 Juli 1969

(Sumber : The Bulletin of The Islamic Center "UNDER SIEGE" P.O. BOX 32343 Wahington D.C. N.W. 20007 Vol. 7 No. 10 Rabi al-Awwal 6, 1408/Oktober 30,1987)

These icons link to social bookmarking sites where readers can share and discover new web pages.
  • Digg
  • Sphinn
  • del.icio.us
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • Spurl
  • StumbleUpon
  • Technorati

Non-Syiah dalam pandangan Syiah

Pada suatu hari, aku (Hasyim), Muhammad bin Muslim, Abu al-Khattab, sedang berkumpul. Abu al-Khattab berkata kepada kami: “Apa pendapat kalian tentang orang yang tidak mengetahui urusan ini (imamah)?” Aku berkata, “Barang siapa tidak mengetahui urusan ini, ia kafir.” Berkata Abu al-Khattab, “Tidak disebut kafir sebelum tegak di atasnya hujjah (keterangan). Bila sudah tegak keterangan tetapi ia tidak mengetahuinya, ia kafir.” Berkata kepadanya Muhammad bin Muslim: “Subhanallah, bagaimana kausebut kafir orang yang tidak mengetahui dan tidak membangkang? Tidak disebut kafir orang yang tidak membangkang.” Ia berkata: “Setelah aku berdebat, aku masuk ke kediaman Abu Abdillah as dan aku kabarkan kepadanya peristiwa itu.” Imam berkata, “Kamu hadir sekarang ini tapi kedua orang sahabatmu tidak ada. Marilah kita bertemu dan tempat pertemuan kalian adalah malam ini di Jumrah Wustha, Mina.”
Pada malam tersebut kami berkumpul di hadapannya bersama Abu al-Khattab dan Muhammad bin Muslim. Ia mengambil bantal dan meletakkannya di dadanya seraya berkata kepada kami: “Bagaimana pendapat kalian tentang pembantu kalian, istri-istri kalian, keluarga kalian. Apakah mereka bersaksi bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah?” Aku (Hasyim) berkata, “Benar.” Ia bersabda, “Bukankah ia bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah?” Aku berkata, “Benar.” Ia bersabda, “Bukankah mereka salat, puasa, dan haji?” Aku berkata, “Benar.” Ia bersabda, “Apakah mereka mengetahui imamah yang kalian ketahui?” Aku berkata, “Tidak.” Ia bersabda, “Bagaimana mereka menurut kalian?” Aku berkata, “Barang siapa tidak mengetahui, dia kafir”. Ia bersabda, “Subhanallah, apakah kau mengenal penunjuk jalan dan para pelayan air?” Aku berkata, “Benar.” Ia bersabda, “Bukankah mereka salat, puasa, dan haji? Bukankah ia bersaksi tiada tuhan selain Allah dan Muhammad itu utusan Allah?” Aku berkata, “Benar.” Ia bersabda, “Apakah mereka mengetahui apa yang kalian ketahui?” Aku berkata, “Tidak.” “Bagaimana mereka menurut kalian?” Aku berkata, “Barang siapa tidak mengetahui, dia kafir.”
Ia bersabda, “Subhanallah, tidakkah kamu melihat Ka’bah dan orang-orang yang tawaf serta penduduk Yaman dan keadaan mereka ketika bergantung di tirai Ka’bah?” Aku berkata, “Benar.” Ia bersabda, “Bukankah mereka bersaksi tiada tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah, salat, puasa, dan haji?” Aku berkata, “Benar.” Ia bersabda, “Apakah mereka mengetahui apa yang kalian ketahui?” Aku berkata, “Tidak.” Ia bersabda, “Bagaimana pendapat kalian tentang mereka?” Aku berkata, “Barang siapa tidak mengetahui, ia kafir.”
“Subhanallah, ini ucapan Khawarij,” kemudian ia bersabda, “jika kalian mau aku akan beritahukan kepada kalian.” Aku berkata, “Tidak.” (Menurut al-Marhum al-Faydh, Hasyim mengatakan tidak karena ia tahu bahwa Imam as akan mengatakan sesuatu yang bertentangan dengan pendapatnya). Imam bersabda, “Sangat buruklah bagi kalian untuk mengatakan sesuatu yang tidak kalian dengar dari kami.”
Pelajaran dari kisah ini dangat sederhana. Kita tidak boleh menetapkan orang kafir karena tidak mengetahui keyakinan yang kita ketahui. Orang-orang yang disebut Imam Ja’far as sebagai orang-orang yang salat, puasa, haji dan menangis ketika bergantung pada tirai Ka’bah tidak boleh serta merta disebut kafir, hanya karena mereka tidak menyakini Imamah yang diyakini oleh orang-orang Syiah.
Diambil dari Jalaluddin Rakhmat, Islam dan Pluralisme, 52-55.

These icons link to social bookmarking sites where readers can share and discover new web pages.
  • Digg
  • Sphinn
  • del.icio.us
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • Spurl
  • StumbleUpon
  • Technorati

Fatwa Mufti Mazhab Syafi’i tentang Hadits Dua Wasiat Nabi saw

FATWA AL-ALIM AL-ALAMAH ASSAYYID ALHABIB HASAN BIN ALI BIN HASYIM BIN AHMAD BIN ALWY BA'AGIL AL-ALAWY MUFTI MAZHAB SYAFI'I DI MAKKAH ALMUKARRAMAH Wafat tahun 1335H.


Jawaban Mengenai Hadits, "Aku tinggalkan pada kalian Ats-tsaqalain (dua pusaka), yaitu Kitabullah (Alqur'an) dan Keluargaku (yaitu) Ahli Baitku".

Saya pernah ditanya mengenai hadits, "Aku tinggalkan pada kalian dua perkara yang kalian tidak akan sesat setelah (berpegang teguh kepada) keduanya; kitabullah (Alqur'an) dan ........" apakah -kata penanya itu-hadits tsb shahih jika ditambah dengan kata-kata (akhirnya) 'itraty wa ahli baity (keluargaku yaitu ahli Baitku) atau mungkin yang benar, wasunnaty (dan sunnahku). Dia berharap agar dapat menjelaskan sanad hadits tsb.

Sebenarnya, hadits yang tsabit dan shahih adalah hadits yang berakhir dengan wa ahli baity. Sedang yang berakhir dengan kata-kata wa sunnaty itu bathil (salah) dari sisi matan dan sanadnya. Berikut penjelasan mengenai sanad hadits tsb.

Hadits tsb diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam shahihnya (IV: 1873 no. 2408 cetakan Abdul-Baqy) dari Sayyidina Zaid bin Arqam r.a. Dia berkata, "Suatu hari Rasulullah s a w. Pernah berdiri dihadapan kami seraya berkhutbah disuatu tempat (kebun) kosong diantara Makkah dan Madinah. Beliau s a w memuji Allah SWT dan menyanjung-Nya. Lalu menasehati dan mengingatkan (ummatnya). Kemudian bersabda, "Amma ba'du (adapun sesudah itu), ingatlah wahai sekalian manusia, sesunguhnya aku ini hanya manusia biasa, hampir-hampir (sebentar lagi) akan datang utusan Tuhanku (yang akan memanggilku ke Hadhrat-Nya), maka akupun (pasti) mengabulkannya. Dan aku akan meninggalkan pada kalian dua pusaka. Pertama, Kitabullah itu dan peganglah teguh-teguh." Beliau s a w. Memerintahkan untuk berpegang teguh pada Al-Qur'an sebagai Kitabullah dan mendorong untuk mengamalkannya. Kemudian beliau saw bersabda, "Dan Ahli Baitku (keluargaku)."

Itulah Lafadh atau redaksi Imam Muslim. Dan diantara perawi lain yang meriwayatkan dengan redaksi seperti itu ialah Al-Darimy dalam Sunan-nya (II : 431 - 432) dengan isnad shahih seperti (terangnya) matahari. Ada juga perawi lain yang meriwayatkan hadits tsb seperti redaksi Imam Muslim itu.

Sedang riwayat Imam Turmudzi terdapat kata-kata, wa 'itraty ahli baity (dan keturunanku [yaitu] ahli baitku [keluarga rumahku])." Dalam Sunan Turmidzi (V: 663 no. 3788), Rasulullah s a w. Bersabda, "Sesungguhnya aku meninggalkan pada kalian apa yang jika kalian pegang (erat-erat) pasti kalian tidak akan sesat sudah aku (tiada). Salah satunya lebih agung dari pada yang lainnya, (yaitu) Kitabullah. Dia merupakan tali yang memanjang dari langit ke bumi. Dan keturunanku (yaitu) ahli baitku. Kedua pusaka itu tidak akan berpisah sehingga keduanya dapat mendatangkan haudh-telaga-kepadaku. Perhatikanlah (berhati-hatilah dan pikirkanlah) bagaimana kalian memperlakukan mereka sepeninggalku." Hadits shahih.

Adapun kata-kata wa sunnaty (dan sunnahku), saya tidak meragukan ke-maudhu'-annya karena ke-dha'if-an sanadnya, dan faktor-faktor lainnya yang sangat mempengaruhi kelemahannya.

Berikut ini isnad dan matan Hadits tsb.

Imam Al-Hakim meriwayatkan hadits tsb dalam Al-Mustadrak (I :93) dengan isnad dari Ibnu Abi Uwais dari ayahnya, dari Tsaur bin Zaid Al-Daily, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas. Diantaranya dalam sanad hadits tsb terdapat Ibn Abi Uwais dan ayahnya. Al-Hafidh Al-Mizzy dalam Tahdzib Al-Kamil (III : 127), mengenai biografi Al-Ibn-Ibn Abi Uwais - dan aku akan mengutip perkataan orang yang mencelanya, berkata Muawiyah bin Shalih dari Yahya bin Mu'in, "Abu Uwais dan putranya itu (keduanya) dha'if (lemah)." Dan dari Yahya ibn Mu'in juga, Ibn Abi Uwais dan ayahnya (suka) mencuri hadits." Dan dari Yahya juga, "Dia itu suka mengacaukan (hafalan) hadits (mukhallith) dan suka berbohong, dia tidak mengapa (dalam hadits)."

Tetapi menurut Abi Hatim, Ibn Abi Uwas itu tempat kejujuran (mahalluhu ash-shidq), dia terbukti lengah (dilengahkan / dibiarkan orang) (mughaffal). Imam Nasa'iy menilai dia dha'if (lemah). Dan masih menurut Imam Nasa'iy dalam kesempatan lain, dia tidak tsiqah. Menurut Abu Al-Qasim Al-Alka'iy, "Imam Nasa'iy sangat jelek menilainya sampai ke derajad matruk (Ibn Abi Uwais itu ditinggalkan orang)".

Menurut komentar Abu Ahmad binAdy, "Ibn Abi Uwais itu meriwayatkan dari pamannya (khal-nya) (yaitu) Malik yaitu berupa beberapa hadits gharib yang tidak diikuti oleh seorangpun (dari periwayat lain) (tidak ada mutaba'ah-nya).

Al-Hafizh Ibn Hajar dalam muqaddimah Al-Fath Al-Bary (hlm. 391 terbitan Dar Al-Ma'rifah) mengenai Ibn Abi Uwais mengatakan, "atas dasar itu hadits dia -Ibn Abi Uwais-tidak dapat dipakai sebagai hujjah selain yang terdapat dalam As-shahih, karena celain yang dilakukan Imam Nasa'iy dan lain-lainnya .....".

Al-Hafizh Sayyid Ahmad bin As-Shadiq dalam Fath Al-Mulk Al-Aly (hlm 15) mengatakan, "Berkata Salamah bin Syabib, "Aku pernah mendengar Ismail bin Abi Uwais mengatakan, "Mungkin Aku membuat hadits (adhu'u al-hadits) untuk penduduk Madinah jika mereka berselisih pendapat mengenai sesuatu diantara mereka."

Jadi, dia-Ibn Abi Uwais - dituduh suka membuat hadits (maudhu'), dan Ibn Mu'in menilainya sebagai pembohong. Dan haditsnya yang mengandung kata-kata wa sunnaty tidak terdapat dalam salah satu dari Shahihain.

Adapun mengenai ayahnya, Abu Hatim Ar-Razy mengatakan, sebagaimana disebutkan didalam kitab anaknya Al-Jarh wa At-Ta'dil (V: 92), "Ditulis haditsnya, tetapi tidak dapat dijadikan hujjah, dan dia tidak kuat."

Dalam sumber yang sama, Ibn Abi Hatim mengutip dari Ibn Mu'in bahwa dia berkata dalam kitab Al-Jarh wa Ta'dil tsb, "Abu Uwais itu tidak tsiqah."

Menurut saya, sanad yang dimasuki atau dicampuri oleh dua orang yang telah kami paparkan itu tidak dapat menjadi shahih kecuali jika ada unta yang dapat masuk ke lubang jarum (mustahil). Apalagi jika telah terbukti bahwa apa yang telah mereka bawa dan datangkan itu bertentangan dengan hadits tsabit dan shahih. Pikirkanlah itu, semoga Allah memberikan hidayah pada kita semua.

Imam Al-Hakim telah mengakui ke dha'if-an hadits tsb, sehingga dia tidak menshahihkannya dalam Al-Mustadrak. Dia hanya menarik (mencarikan) syahid atau saksi penguat bagi hadits tsb, tetapi tetap saja lemah (wahin) dan isnadnya jatuh (saqith), sehingga tampaklah betapa sangat lemahnya hadits tsb.

Kami telah membuktikan bahwa Ibn Abi Uwais dan ayahnya sungguh - sungguh, salah satu diantara keduanya telah mencuri (membuat) hadits. (Sehingga haditsnya disebut maudhu', dibuat-buat).

Al-Hakim meriwayatkan (I : 93) hadits tsb, dia berkata, " saya telah menemukan syahid atau saksi penguat bagi hadits tsb dari hadits Abi Hurairah". Kemudian diriwayatkan dengan sanadnya melaui (jalan) Al-Dhaby: Telah menghaditskan kepada kami Shalih bin Musa At-Thalhy dari Abdul Aziz bi Rafi' dari Abu Shalih dari Abu Hurairah - secara marfu' (Rasulullah s a w bersabda), "Sesungguhnya aku meninggalkan pada kamu sekalian dua perkara yang kalian tidak akan sesat setelah keduanya. Kitabullah dan Sunnahku. Keduanya tidak akan berpisah sehingga keduanya mendatangkan (mengembalikan) telaga (haudh) kepadaku".

Menurut saya (Sayyid Hasan) hadits tsb juga maudhu' (dibuat-buat). Disini yang dibicarakan atau yang dikomentari hanya satu orang yaitu Shaleh bin Musa Al-Thalhy. Berikut ini penilaian para imam pakar hadits dari kalangan Kibar Al-Huffazh (penghafal terkenal) yang mencela Shaleh bin Musa Al-Thalhy sebagaimana terdapat dalam kitab Tahdzib Al-Kamal (XIII : 96),"Berkata Yahya bin Mu'in, "Laisa bi-syai'in (riwayat [hadits] tsb bukan apa-apa)." Abu Hatim Ar-Razy berkata, "Dha'if Al-Hadits (Haditsnya dha'if)."

Dia sangat mengingkari hadits dan banyak kemungkaran terhadap perawi yang tsiqah. Menurut penilaian Imam Nasa'iy, haditsnya tidak perlu ditulis. Atau pada kesempatan yang lain Imam Nasa'iy berkata, "Dia itu matruk al-hadits (haditsnya matruk / ditinggalkan)."

Al-Hafizh Ibn Hajar Al-Asqalany dalam Tahdzib At-Tahdzib (IV: 355) menyebutkan, "Ibn Hibban berkata bahwa Shaleh bin Musa meriwayatkan dari tsiqat apa yang tidak menyerupai hadits itsbat (yang kuat) sehingga yang mendengarkannya bersaksi bahwa riwayat tsb ma'mulah (diamalkan) atau maqbulah (diterima) tetapi tidak dapat dipakai untuk ber-hujjah. Abu Nu'aim berkata : "Dia itu matruk al-hadits, sering meriwayatkan hadits-hadits munkar."

Al-Hafizh dalam At-Taqrib juga menghukuminya sebagai rawi matruk (yang harus ditinggalkan) (Tarjamah 2891). Demikian pula Al-Dzahaby dalam Kasyif (2412), yang menyebutkan bahwa dia wahin (lemah). Menurut Al-Dzahaby dalam Al-Mizan (II : 302), hadits riwayat Shaleh bin Musa tsb termasuk kemungkaran yang dilakukannya.

Imam Malik menyebut hadits tsb dalam Al-Muwaththa' (I : 899 no. 3) tanpa sanad (jadi tidak ada asal-usulnya hadits itu / la aslu -pen). Tetapi hal itu tidak ada artinya, karena mengenai kelemahannya telah jelas.

Al-Hafizh Ibn Abdilbar dalam At-Tahmid (XXIV : 331) menyebutkan sanad ketiga mengenai hadits dha'if tsb, "Dan telah menghaditskan kepada kami Abdurrahman bin Yahya, dia berkata, "telah menghaditskan kepada kami Ahmad bin Sa'id, dia berkata, "telah menghaditskan kepada kami Muhammad ibn Ibrahim Al-Daibaly, dia berkata, "telah menghaditskan kepada kami Ali bin Zaid Al-Faraidhy, dia berkata, "telah mengahaditskan kepada kami Al-Haniny dari Katsir bin Abdullah bin Amr bin Auf, dari ayahnya, dari kakeknya (mengenai hadits tsb)".

Sekarang kita akan memperbincangkan satu illat atau penyakit saja, yaitu Katsir bin Abdullah yang terdapat dalam isnad hadits tsb. Menurut Imam Syfi'iy Rahimahullah Ta'ala - dia adalah salah satu punggung kebohongan. Sedang menurut Abu Dawud Rahimahullah Ta'ala, "dia adalah salah satu pembohong."

Ibn Hibban berkata, "Dia meriwayatkan dari ayahnya, dari kakeknya suatu nuskhah (teks) yang maudhu' (dibuat-buat) yang tidak halal atau tidak pantas untuk dicantumkan didalam berbagai kitab dan tidak perlu diriwayatkan kecuali untuk (sisi) ta'ajjub (aneh karena keberaniannya dalam berbohong -pen).

Menurut penilaian Imam Nasa'iy dan Al-Darulquthny, dia matruk al-hadits (haditsnya ditinggalkan orang). Imam Ahmad berkata, "dia itu pengingkar hadits, dia tidak (mempunyai peran) apa-apa." Demikian pula menurut peniliaan Yahya bin Mu'in, bahwa dia tidak (bukan) apa-apa, (tidak ada apa-apanya), (bukan orang penting).

Saya (Sayyid Hasan bin Ali) berpendapat, sungguh salah jika Al-Hafizh Ibn Hajar Rahimahullah Ta'ala - dalam Taqrib menilainya sebagai dha'if saja, kemudian dia berkata, "sungguh berlebihan jika ada orang yang menuduh sebagai pembohong." Menurut saya (Sayyid Hasan), hal itu sama sekali tidak salah dan tidak berlebihan. Karena, seperti terlihat dari peniliaan para imam atau pakar hadits, dia memang pendusta. Bukankah Al-Dzahaby juga telah menilai dia (dalam Al-Kasyif) sebagai wahin (lemah). Dan memang dia demikian. Haditsnya maudhu'. Hadits tsb tidak cocok untuk diikuti (mutaba'ah) dan tidak perlu dicarikan syahid (saksi penguatnya). Bahkan harus dijauhi. Allah-lah yang memberi taufiq kepada kita semua.

Menurut Tuan Mutanaqidh - penentang atau sang kontroversial - dalam Dha'ifatih (IV : 361), hadits shahih dan tsabit (kuat) yang menyebutkan, "Wa 'itraty ahli baity (Dan keturunanku yaitu ahli baitku) menjadi syahid (saksi) atas (kebenaran dan keshahihan) hadits yang mengandung wa sunnaty (dan sunnahku). Yang demikian itu menurut saya (Sayyid Hasan bin Ali) termasuk yang layak untuk ditertawakan saja. Hanya Allah yang memberi hidayah kepada kita semua. Tanbih / Peringatan dari Alhabib Assayyid Hasan bin Ali. Sabda Rasulullah s a w., "Itraty Ahli Baity (Keturunanku [yaitu] ahli baitku atau keluargaku), maksudnya adalah istri-istrinya (?), keturunannya (dzurriyah-nya), dan yang lebih istimewa adalah Sayyidah Fathimah, Sayyidina Ali r a. - semoga Allah memuliakannya di surga, Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husain a.s, dan semoga mereka mendapat ke ridaan-Nya.

Dalilnya adalah sabda Nabi Muhammad s a w. Dalam sebuah hadits shahih dan tsabit. Diriwayatkan oleh Siti Aisyah r a. Dalam shahih Muslim (IV : 1883 no. 2424) dari Umar bin Abu Salamah, anak tiri Rasulullah s a w., sebagaimana dicantumkan dalam At-Turmudzi (V:663). Redaksinya dari beliau - Rahimahullah Ta'ala - dan lain-lainnya dengan isnad-isnad shahih. Dia berkata, "Ayat berikut ini turun kepada nabi s a w., Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu - hai ahli bait - dan membersihkan sebersih bersihnya (QS. Al-Ahzab: 33)." Ayat tsb turun kepada Nabi s a w di rumah Ummu Salamah r a. Lalu Nabi Muhammad s a w memanggil Sayyida Fathimah r a, Hasan dan Husain. Lalu Raulullah s a w menutipi mereka dengan kiswah (baju, kain) sedang Imam Ali r a. - wa karrama wajhah - ada dibelakang punggungnya (Nabi s a w). Beliau s a w pun menutupi dengan pakaian (kiswah).

Kemudian beliau s a w bersabda, "Allahumma (ya Allah), mereka itu ahli baitku, maka hilangkanlah dosa (kekejian dan kekotoran) dari mereka dan sucikanlah mereka sesuci-sucinya (bersihkanlah mereka sebersih-bersihnya)." Ummu Salamah r a berkata, "Dan (apakah) aku beserta mereka wahai Rasulullah ?" Beliau bersabda, "Engkau mempunyai tempat tersendiri, dan engkau menuju kepada kebaikan."

Siapa yang membatasi Ahli Bait Rasulullah s a w hanya pada istri-istrinya saja, maka sungguh keliru. Karena hal itu bertentangan dengan ijmak dan sunnah yang shahih.

Dengan penjelasan tsb, jelas bahwa hadits, Kitabullah wa 'Itraty (Kitabullah dan keturunanku) adalah hadits shahih dan tsabit yang terdapat pada shahih Muslim. Kata-kata kitabullah wa sunnaty (kitab Allah dan Sunnahku) itu bathil - dari sisi isnad - dan tidak shahih. Maka saya menganjurkan kepada para khatib, imam dan mubaligh untuk segera meninggalkan pengucapan hadits-hadits yang tidak diriwayatkan dari Nabi Muhammad s a w. Dan hendaknya mereka juga tidak segan-segan untuk mengungkapkan hadits shahih dari Nabi Muhammad s a w yang terdapat dalam Shahih Muslim, yang antara lain menyebutkan, "Kitabullah wa Itraty ahli baity atau wa ahli baity".

Kamipun pesan kepada para penuntut ilmu (santri dan pelajar pada umumnya) untuk mempelajari ilmu hadits. Dan hendaklah mereka juga mau menyediakan waktu untuk mengenali hadits yang shahih dan dha'if sekaligus.

Allah SWT memfirmankan yang Hak dan benar. Dia menunjuki manusia dan makhluk-Nya ke jalan yang lurus dan benar. Alhamdulillahi Rabbil 'Alamin. (Dikutip dari kitab Shahih Shifat Shalat An-Naby [Shalat Bersama Nabi s a w] karya Sayyid Hasan bin Ali Ba'Agil - Pustaka Hidayah - Bandung).

QASHIDAH ALHABIB ABDULLAH BIN ALWY ALHADDAD R.A.

Wahai Rasulullah keselamatan diberikan Tuhan atasmu.

Wahai orang yang bermartabat dan berbudi tinggi.
Lemah lembutmu wahai pemimpin tetangga. Wahai orang yang dermawan lagi mulia.
Kami tetangga di tanah haram (Makkah).Tanah haram yang baik dan berbuat baik.
Kami keturunan orang-orang yang tinggal ditempat itu.
Tempat yang aman tenteram dari rasa ketakutan.
Dengan ayat-ayat Al-Qur'an hati mereka telah ditunjuki. Semoga jangan diantara kami berhati lemah.
Kami kenal padang pasir dan ia mengenal kami. Shafa1) dan Baitullahil haram menawan hati kami.
Pada kami Mu'alla2), Khaif3) dan Mina4). Ketahuilah dan fahamilah benar-benar hal ini.
Pada kami seorang bapak5) sebaik-baik makhluk.
Sayyidina Ali yang diridhai dan keluarga dengan beliau.
Dari kedua cucunya6) kami berketurunan. Keturunan sejati, suci dan murni dari tiruan.
Berapa banyak imam-imam yang telah menggantikannya.
Diantaranya terkenal dengan gelar sayyid.
Dengan gelar itu mereka dipanggil dan disebut orang.
Gelar yang dimiliki oleh suatu ketururnan sejak dulu.
Diantaranya seperti Ali Zainal Abidin. Dan Anaknya Albagir, seorang wali yang terkenal baik.
Juga Al-Imam Ashshadiq seorang pemimpin yang bijaksana. Serta Ali yang sangat kuat keyakinannya.
Maka mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.
Dan dengan karunia Allah mereka berbahagia.
Dan Mereka tidak mempunyai keinginan sesuatu kecuali Allah. Serta hanya kepada Al-Qur'an mereka berpegang.
Ahlul bait Nabi Musthafa yang suci dari dosa.
Ingatlah! Bahwa mereka adalah pengaman dimuka bumi ini.
Meraka ibarat bintang-bintang yang bercahaya dilangit.
Demikianlah Sunnatullah7) telah menentukanya.
Meraka ibarat kapal tempat untuk kita berlindung.
Apabila takut dari terjangan topan yang menyusahkan.
Berlindunglah kedalamnya, engkau akan terlepas dari
semua itu. Dan berpegang teguhlah kepada Allah serta
mintalah tolong kepada-Nya.
Ya Allah, jadikanlah kami orang yang berguna berkat mereka. Dan tunjukilah kami kebaikan atas sebab kehormatan mereka.
Dan matikanlah kami ya Allah, diatas jalan mereka.
Serta hindarkanlah kami ya Allah, dari segala macam
fitnah. (bacalah 3 X)

Catatan

1) bukit Shofa

2) nama suatu tempat di Makkah

3) masjid Khaif di Mina, jama'ah haji disunnahkan sholat didalamnya.

4) Mina di dekat Makkah

5) Dinisbatkan kepada Nabi Muhammad s a w.

6) Imam Hasan dan Imam Husain.

These icons link to social bookmarking sites where readers can share and discover new web pages.
  • Digg
  • Sphinn
  • del.icio.us
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • Spurl
  • StumbleUpon
  • Technorati

Kebijakan Privasi

Kita menggunakan pihak ketiga perusahaan periklanan untuk menayangkan iklan pada saat Anda mengunjungi situs web kami. Perusahaan-perusahaan dapat menggunakan informasi (tidak termasuk nama, alamat, alamat email, atau nomor telepon) tentang kunjungan Anda ke situs Web ini dan lainnya untuk menyediakan iklan tentang barang dan jasa yang menarik bagi Anda. Jika Anda ingin informasi lebih lanjut mengenai praktek ini dan untuk mengetahui tentang pilihan Anda tidak memiliki informasi ini digunakan oleh perusahaan ini, klik di sini.

These icons link to social bookmarking sites where readers can share and discover new web pages.
  • Digg
  • Sphinn
  • del.icio.us
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • Spurl
  • StumbleUpon
  • Technorati