Archives

Wanita Berlisan Suci (Kisah Ajaib dari Fidhah Hindi)

Masih ingatkah akan sejarah hidup pembantu putri Rasulullah saww Sayyidah Fathimah Zahra? Mungkin anda jarang sekali menemukan buku sejarah tentangnya. Ia seorang pembantu, namun bukan sembarang pembantu. Ia menjadi pembantu di rumah wanita termulia dan teragung. Siapakah dia, dan apa kelebihannya sehingga kita layak untuk mengenalnya?

Dialah Fidhah Hindi. Ia berasal dari Negara India. Ia datang ke kota Madinah pada zaman Rasulullah saww masih hidup. Dimana statusnya pada saat itu ialah sebagai budak perempuan. Adapun mengenai sebab kedatangannya ke Madinah terdapat perbedaan pendapat dalam berbagai sumber sejarah. Sebagian mengatakan bahwa Fidhah merupakan putri raja India. Akan tetapi tidak ada seorang pun yang mengetahui secara jelas mengenai kedatangannya ke Madinah. Karena, pasukan Islam pada saat itu belum pernah memasuki wilayah India. Karena wilayah tersebut baru ditaklukan pada zaman Abdul Malik bin Marwan. [Biharul-Anwar jilid 41 halaman 272 dinukil dari Cesyme dar Bastar halaman 314]

Sementara dalam sumber lain dijelaskan tentang beberapa kemungkinan, di antaranya; Kemungkinan pertama, Raja Najasyi berperang dengan kerajaan India dan akhirnya Fidhah Hindi ditawan, lalu raja Najasyi menghadiahkannya kepada Rasulullah saww. Kemungkinan kedua, Raja Romawi telah memberikan berbagai hadiah kepada Rasulullah, di antaranya ialah menghadiahkan Fidhah Hindi.

Kemungkinan ketiga, karena cahaya Islam telah terpancar dalam hatinya akhirnya ia membiarkan dirinya tertawan agar dapat sampai ke Negara pusatnya Islam…hanya Allahlah yang mengetahui yang sebenarnya. [Riyahanu asy-Syari’ah jilid 2 halaman 320 dinukil dari Cesyme dar Bastar halaman 314] itulah kemungkinan-kemungkinan yang menyebabkan Fidhah Hindi sampai di kota Madinah.

Sempat terbesit dalam hati Fidhah mengharapkan kematian, karena seringnya mendengar berbagai cerita kekejaman para majikan kepada para budak. Fidhah Hindi akan pergi menuju rumah majikan barunya yaitu Sy. Fathimah Zahra as. Dalam perjalanan menuju rumah majikannya, Fidhah menangis karena teringat akan kasih sayang, kelembutan, belaian dan pelukan hangat ibunya. Namun akhirnya, ia pun pasrah atas nasib yang telah menimpanya. Fidhah terus larut dalam lamunannya, sampai akhirnya tiba-tiba ia mendengar seseorang memberikan salam kepadanya. Tidak salah mendengarkah saya? Apaka ada orang yang memberikan salam kepada seorang budak. Ternyata ia tidak salah mendengar, kembali ia mendengar sambutan hangat yang telah memberikan salam kepadanya, seraya berkata: “Assalamualaikum, saya adalah Fathimah. Selamat datang di rumah barumu!”.

Kemudian Sy. Fatimah Zahra membawa masuk ke dalam rumah dan mempersilahkannya duduk. Setelah itu, lantas beliau menyuguhi ia dengan segala hidangan yang terdapat di dalam rumah. Seusai menyaksikan sambutan hangat majikan barunya, pikiran buruk yang telah terbesit dalam pikiran Fidhah pun hilang dari ingatannya. Ia telah datang di rumah wanita termulia dan penghulu para wanita sebagaimana yang telah dijelaskan dalam berbagai riwayat, yang telah memperlakukan pembantu dengan sebaik-baiknya.

Fidhah Hindi sangat terkesima sewaktu menyaksikan wajah suci dan menarik Fathimah Zahra. Ia kembali larut dalam lamunannya: “Betapa bercahaya perempuan ini. Betapa berkharisma perempuan ini. Walaupun ia calon majikanku, namun ia pun sangat baik dan hangat dalam menyambutku… sepertinya aku telah mengenalnya”. Tiba-tiba Fidhah merasakan tangan majikannya telah memegang tanggannya dengan lembut, seraya berkata: “Janganlah sungkan di rumah barumu! Anggaplah aku sebagai saudarimu! Engkau pasti lelah. Oleh karena itu, istirahatlah dulu untuk beberapa hari. Setelah itu, baru kita bergantian dalam mengerjakan pekerjaan rumah. Ketika giliran saya yang mengerjakan pekerjaan rumah, engkau harus beristirahat. Dan sebaliknya, ketika giliranmu tiba, engkau yang bekerja dan saya akan beribadah”.

Untuk pertama kali dalam hidupnya, Fidhah melihat seorang majikan yang membagi pekerjaan dengan seorang pembantu secara adil. Memberi makan pembantu sama dengan makanannya sendiri . Setiap malam, ia mendengar munajat doa dan tangisan Fathimah Zahra a, yang sedang bermunajat dengan Tuhannya. Menyaksikan pemandangan seperti itu, lalu ia pun bangun mengambil air wudhu dan beribadah. Di rumah majikannya ia telah mendapatkan berbagai ilmu. Ia telah belajar tentang keutamaan, pengorbanan, kedermawanan dan kemanusiaan dari majikannya, Fathimah Zahra as. Fidhah telah menyaksikan majikannya ketika sedang bekerja dan menumbuk gandum selalu terlantun dari bibir sucinya ayat-ayat suci al-Qur’an. Oleh karenanya, ia telah belajar untuk selalu dekat dan bersama al-Qur’an dari Fathimah Zahra as. Bahkan ia tidak pernah berbicara melainkan dengan ayat-ayat al-Qur’an sampai akhir hayatnya. Ketika ia ingin mengatakan atau menanyakan sesuatu maka akan menggunakan ayat-ayat suci al-Qur’an.

Disebutkan dalam sejarah, pada suatu hari di padangan pasir Hijaz seorang laki-laki tertinggal dari rombongannya dan ia telah bertemu dengan Fidhah Hindi.

- Laki-laki tersebut bertanya kepadanya: “Siapakah anda?”.

- Fidhah Hindi menjawab: “Wa qul salaamun fa saufa ya’lamun”; “Dan katakanlah: “Salam kelak mereka akan mengetahui”. [Az-Zuhruf: 89]

- Dari ayat itu, laki-laki telah memahami bahwa ia harus mengucapkan salam terlebih dahulu. Oleh Karena itu, ia mengucapkan salam kepada Fidhah Hindi. Lalu ia bertanya kembali: “Apa yang anda lakukan di tempat ini sendirian? Apakah anda tersesat?”.

- Fidhah Hindi menjawab: “Man yahdillahu fa ma lahu min mudhilin”; “Dan barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, Maka tidak seorangpun yang dapat menyesatkannya”. [az-Zumar:37]

- Laki-laki bertanya; “Apakah anda jin atau manusia?”

- Fidhah Hindi menjawab: “Ya bani Adam khuzduu zinatakum”; ” Hai anak Adam, pakailah pakainmu yang indah”. [al-A’raf: 31] Maksudnya, ia adalah manusia.

- Laki-laki bertanya; “Anda berasal dari mana?”.

- Fidhah Hindi menjawab: “Yunaduuna min makanin b’aiidin”; “mereka itu adalah (seperti) yang dipanggil dari tempat yang jauh”. [Fushilat:44] Maksudnya, ia berasal dari tempat jauh.

- Laki-laki bertanya: “Anda mau pergi kemana?”.

- Fidhah Hindi menjawab: “Walillahi ‘alannasi hijjul baeti”; ” Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah”. [Ali-Imron: 97] Maksudnya, ia hendak pergi ke kota suci Mekkah.

- Laki-laki bertanya: “Sudah berapa lama anda di perjalanan?”.

- Fidhah Hindi menjawab: “Wa laqad kholaqna as-samawaati walardhi fi sitati ayyaami “; “Dan Sesungguhnya Telah kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa”. [Qaaf: 38] Maksudnya, telah 6 hari lamanya ia berada dalam perjalanan.

- Laki-laki bertanya: “Apakah anda sudah makan?”.

Fidhah Hindi menjawab: “Wa ma ja’alna hum jasadan la ya’kuluun at-tha’ami”; “Dan tidaklah kami jadikan mereka tubuh-tubuh yang tiada memakan makanan”. [al-Anbiyaa: 8] Maksudnya, ialah belum makan.

- Lalu laki-laki tersebut memberi makan kepadanya, seraya bertanya: “Kenapa anda tidak berjalan cepat sehingga tidak tertinggal?”.

- Fidhah Hindi menjawab: “La yukalifullahu nafsan illa wus’ahaa”; “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”. [al-Baqarah: 286] Maksudnya, ia tidak mampu berjalan dengan cepat karena usianya yang telah lanjut.

- Lalu laki-laki bertanya: “Apakah anda berkenan menaiki tungganganku -unta-?”.

- Fidhah Hindi menjawab: “Lau kaan fiihima aalihatun illallah lafasadata”; “Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu Telah rusak binasa”. [al-Anbiya: 22] Maksudnya, tidak mungkin menunggangi tunggangan (onta) secara bersamaan.

- Lalu laki-laki turun dari tunggangannya dan mempersilahkan Fidhah menaikinya, lalu bergerak untuk melanjutkan perjalanannya.

- Setelah menaiki tunggangan, lantas Fidhah berkata: “Subhana alladzi sakhkhaara lanaa hadza”; “Maha Suci Tuhan yang Telah menundukkan semua Ini bagi kami”. [az-Zuhruf: 13] Maksudnya, ia memohon kepada laki-laki tersebut untuk menghantarkan ke rombongannya.

- Lalu laki-laki mengantarkan Fidhah sampai bertemu dengan rombongannya, dan bertanya kepadanya; “Apakah di antara rombongan ini ada yang anda kenal?”.

- Fidhah Hindi menjawab: “Ya Daud innaa ja’alnaaka khalifatan filardhi”; “Hai Daud, Sesungguhnya kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi”. [Shaad: 26] “Wa ma Muhamadun illa rasulun”; “Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul”. [Ali Imron: 144]

“Ya Yahya khudi alkitaba”; “Hai Yahya, ambillah Al Kitab (Taurat)…”. [Maryam:12] “Ya Musa innii anaa Rabbuka …”; “Maka ketika ia datang ke tempat api itu ia dipanggil: “Hai Musa. Sesungguhnya Aku inilah Tuhanmu”. [Thaha: 11-12]

- Laki-laki pun memahami maksud Fidhah bahwa nama-nama yang telah disebutkannya (Daud, Muhamad, Musa dan Yahya) ialah orang-orang yang dikenalnya. Lantas laki-laki memanggil keempat orang tersebut. Tidak lama datanglah empat orang laki-laki muda. Laki-laki itu kembali menengok ke arah Fidhah seraya bertanya: “Apakah hubungan mereka denganmu?”.

- Fidhah Hindi menjawab: “Almaalu wa albanuunu zinatul hayaati dunya”; “Harta dan anak-anak merupakan perhiasan dunia”. [Kahfi: 46] Maksudnya, keempat anak muda tersebut ialah anak-anaknya.

- Ketika anak-anak Fidhah menghampirinya, lantas ia berkata kepada mereka: “Ya abati ista’jirhu inna khaira man ista’jarta alqawiyu alamiinu” “Wahai ayahku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), Karena Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang Kuat lagi dapat dipercaya”. [Qashas: 26] Maksudnya, karena laki-laki tersebut telah susah payah dalam menghantarkannya ke rombongan, sebagai gantinya ia harus diberi upah. Lantas para anaknya memberikan upah kepada laki-laki tersebut.

- Namun Fidhah kembali berkata; “Wallahu yudhaifu liman yasya’u”; “Dan Allah akan melipat gandakan (diberi lebih) bagi yang dikehendakinya”. [al-Baqarah; 263] Para anak Fidhah memahami maksud ibunya, yaitu agar memberikan uang lebih dari bayaran yang seharusnya. Lantas mereka pun melipat gandakan bayaran laki-laki tadi.

Sewaktu laki-laki menyaksikan Fidhah sangat menguasai al-Qur’an, dengan penuh rasa takjub ia bertanya: “Siapakah sebenarnya perempuan ini?”. Mereka menjawab: “Dia adalah ibu kami Fidhah, mantan pembantu Fathimah Zahra as. Dua puluh (20) tahun lamanya tidak pernah berbicara melainkan dengan al-Qur’an. [Biharul-Anwar jilid 43 halaman 46 dinukil dari Cesyme dar Bastar halaman 310-312] Laki-laki tadi masih tertegun setelah menyaksikan kelihaian Fidhah dalam menguasai al-Qur’an. Dalam hati ia bertanya: “Sebenarnya bagaimana Fathimah Zahra as memperlakukan pembantunya, sehingga pembantunya menjadi seperti ini? Andaikan aku memiliki anak seperti ini”.

[ED, sumber buku Cesyme dar Bastar; analisa tentang berbagai sisi kehidupan Fathimah Zahra as, karya Pur Sayyid Oghoi]

Abdurrahman Shahab @Ama Salman

http://kampoengsufi.wordpress.com/2009/11/19/wanita-berlisan-suci-kisah-ajaib-dari-fidhah-hindi-pembantu-sayyidah-az-zahra-as/

These icons link to social bookmarking sites where readers can share and discover new web pages.
  • Digg
  • Sphinn
  • del.icio.us
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • Spurl
  • StumbleUpon
  • Technorati

Kitab Ibnu Qutaibah dan Kutukan Imam Ali kepada Anas bin Malik

Oleh: Ahlul Bayt DILP

Diakhir Kitâb Al-Ma’ârif karya Ibnu Qutaibah, ada bagian tentang “Al-Barash” di mana ia mendaftar orang-orang terkenal yang terkena penyakit leprosy [lepra/kusta] atau leukoderma selama masa hidupnya. Daftar pertama adalah Anas bin Malik, sahabat Nabi saw., dan penulis mencatat sebuah peristiwa yang menunjukkan bahwa penyebab penyakit ini adalah kutukan Imam Ali as.

Menurut terbitan edisi Mesir, ada sebuah kalimat di akhir kisah itu di mana Ibnu Qutaibah menyatakan keraguan tentang keasilan peristiwa ini. Tapi keraguan ini tidak dapat ditemukan dalam manuskrip tua kitab itu yang berusia 700 tahun di Perpustakaan Inggris!

Sumber Pernyataan

Al-Ghadir fî al-Kitâb wa as-Sunnah wa al-Adab, Allamah al-Amini, edisi Beirut, jilid 1, hlm. 235
Analisis dan Bukti

Ibnu Qutaibah Ad-Dinawari hidup antara tahun 213 dan 276 Hijriah. Ia merupakan ulama Suni awal yang terkenal dengan banyak karya penting dalam ilmu Quran dan hadis. Karyanya, Kitâb Al-Ma’ârif mendaftar kisah dan informasi biografi tentang berbagai muslim dari abad sebelumnya.

Peristiwa dapat dilihat di bawah ini, sebagaimana diterbitkan oleh edisi Mesir:

Kitâb Al-Ma’ârif, Ibnu Qutaibah Ad-Dinawari (w. 276 H), hlm. 251
Kairo: Matba’at Al-Islâmiah, 1353 H/1935 M.

Al-Barash (Lepra atau Leukoderma)

Anas bin Malik memiliki (penyakit) al-barash di wajahnya. Orang-orang menyebutkan bahwa Ali radhiallâh ‘anhu bertanya padanya tentang ucapan Rasulullah saw., “Ya Allah, pimpinlah orang yang menjadikannya pemimpin dan musuhilah orang yang memusuhinya.” Dia (Anas) berkata, “Saya sudah tua dan telah lupa.” Maka Ali berkata, “Kalau Anda berbohong, maka Allah menyerangmu dengan (warna) keputihan yang bahkan tidak bisa ditutupi dengan serban.”

Abu Muhammad berkata: Tidak ada dasar untuk ini.

Perlu dicatat bahwa Abu Muhammad adalah patronim atau kuniah Ibnu Qutaibah sendiri. Oleh karena itu akan terlihat bahwa Ibnu Qutaibah memasukkan sebuah kisah tapi kemudian ia berkomentar bahwa ia tidak benar-benar berpikir tentang kebenaran di dalamnya.

Lalu apa masalah dengan pernyataan ini?

Pertama, Allamah Al-Amini dalam Al-Ghadir jilid 1 halaman 236, menunjukkan bahwa dari awal sampai akhir Kitâb Al-Ma’ârif, tidak ada tempat lain di mana Ibnu Qutaibah menyebutkan sesuatu kemudian menyebutkan keraguan! Gaya kitab itu dengan jelas menunjukkan bahwa penulis hanya mencantumkan apa yang ia percaya adalah benar.

Kedua, ulama terkenal Suni Muktazilah, Ibnu Abil Hadid (w. 656 H), menulis:

Syarh Nahj Al-Balâghah, Ibnu Abil Hadid Al-Mu’tazili (w. 656 H), jil. 3, hlm. 338



… Ibnu Qutaibah telah menyebutkan riwayat tentang lepra/leukoderma (hadis al-barash) dan kutukan Amirul Mukminin Ali kepada Anas bin Malik, dalam Kitâb Al-Ma’ârif bab “Al-Barash min A’yan Ar-Rijâl”, dan Ibnu Qutaibah tidak bisa dituduh karena memihak pada Ali as., karena ia terkenal menjauh darinya.

Hal ini terlihat bahwa salinan Kitâb Al-Ma’ârif yang Ibnu Abil Hadid lihat tidak berisi kalimat terakhir yang muncul pada edisi Mesir di atas.

Akhirnya, terdapat sebuah versi kuno Kitâb Al-Ma’ârif dalam bentuk naskah berusia 700 tahun yang membenarkan kecurigaan kami.

Kitâb Al-Ma’ârif, Ibnu Qutaibah Ad-Dinawari (w. 276 H), folio 118r
Manuskrip: Referensi katalog Perpustakaan Inggris, 1491
Tertanggal hari akhir Syakban, 710 H (1310 M)

Anas bin Malik memiliki (penyakit) al-barash di wajahnya. Orang-orang menyebutkan bahwa Ali shalawâtullâh ‘alaih bertanya padanya tentang ucapan Rasulullah saw., “Ya Allah, pimpinlah orang yang menjadikannya pemimpin dan musuhilah orang yang memusuhinya.” Dia (Anas) berkata, “Saya sudah tua dan telah lupa.” Maka Ali berkata, “Kalau Anda berbohong, maka Allah menyerangmu dengan (warna) keputihan yang bahkan tidak bisa ditutupi dengan serban.”

Bandingkan keluaran teks ini baik-baik dengan keluaran teks Mesir di awal. Meskipun halaman dari manuskrip ini memiliki peristiwa lengkap kutukan Imam Ali as terhadap Anas bin Malik dan penyakitnya, tidak ada tanda-tanda tuduhan komentar: “Abu Muhammad: Tidak ada dasar untuk ini.”!

Juga perhatikan penghormatan shalawâtullâh ‘alaih yang digunakan untuk Imam Ali yang tidak ditemukan dalam edisi Mesir!

Tapi tanpa rantai riwayat lengkap (isnad) bagaimana kita bisa percaya?

Kitâb Al-Ma’ârif bukanlah kitab yang mengutip rantai riwayat lengkap untuk isinya. Fakta bahwa Ibnu Qutaibah, seseorang yang terkenal karena kekecewaannya terhadap Imam Ali as., tetap mengutip kisah tersebut menyiratkan bahwa ia merasa pasti akan kebenarannya.

Apakah ada sumber lain tentang peristiwa ini?

Ada beberapa tempat di mana kita bisa menemukan peristiwa kutukan Imam Ali dengan rantai riwayat lengkap dan terpercaya. Hal ini telah diteliti dengan lengkap oleh Allamah Al-Amini dan bisa dilihat di Al-Ghadir, edisi Beirut, jil. 1, hlm. 207-238

Kapan Nabi saw. mengatakan untuk Ali, “Ya Allah, jadilah wali bagi yang mewalikannya…”?

Kalimat ini adalah bagian dari peristiwa Ghadir Khum ketika Imam Ali as. dengan jelas ditunjuk sebagai pelanjut Nabi dihadapan umat muslim. (Lihat sumber terpercaya lain untuk sejarah tersebut).

Kesimpulannya, terlihat bahwa seseorang di manapun ia berada berusaha untuk mencampuri kebenaran dengan memasukkan pernyataan bohongan dan dihubungkan kepada kitab Ibnu Qutaibah.

http://ejajufri.wordpress.com/2010/02/17/kitab-ibnu-qutaibah-dan-kutukan-imam-ali-kepada-anas-bin-malik/

These icons link to social bookmarking sites where readers can share and discover new web pages.
  • Digg
  • Sphinn
  • del.icio.us
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • Spurl
  • StumbleUpon
  • Technorati