Archives

NU Garis Bengkok



NU Garis Bengkok

NU Garis Lurus, anda pernah dengar istilah tersebut? Istilah ini baru mulai santer dibicarakan di dunia maya. Namun embrio gerakan ini sudah ada sejak lama, sejak alm. Gus Dur masih hidup dengan pemikirannya yang sangat keindonesiaan dan toleransinya yang hebat. Para ustad, gus, kyai, habib yang gagal paham dan tidak suka dengan pemikiran keindonesiaan Gus Dur memisahkan diri/mufaroqoh dari barisan Gus Dur. Patut diketahui, beberapa tokoh yang bisa dikatakan termasuk dalam jaringan NU garis lurus pernah “berselingkuhan” dengan Ust. Abu Bakar Ba’asyir dan tokoh-tokoh Islam garis keras lainnya. Saat ramai wacana Ahok akan mewarisi kursi kegubernuran dari Jokowi, mereka ramai-ramai menolak, bahkan terbukti memelintir berita mengatasnamakan NU. Bahkan ketika PHBN Natal, mereka termasuk barisan yang dengan keras menolak ucapan selamat natal, bahkan ikut merendahkan, menyesatkan, mengkafirkan tokoh Islam lainnya yang membolehkan pengucapan selamat natal. Sebuah ciri khas faham Wahabi salafi yang sudah merasuk ke dalam pikiran mereka. Padahal masalah pengucapan “Selamat Natal” adalah masalah khilafiyah yang patut dihormati, sebagaimana masalah fikih lainnya.

Salah satu ciri lain dari mereka yang mengakui sebagai NU garis lurus adalah tujuan mereka mendirikan atau merumuskan tentang Negara Syari’ah atau Konsep Khilafah Islamiyah di NKRI. Dalam grup jejaring sosial, dalam penerapan syariah mereka mengaku lebih mengedepankan etika dakwah bil hikmah dan mauidzah hasanah. Dengan menata sistem keorganisasian dan gerakan yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai keindonesiaan. Sekiranya apabila gerakan ini kelak kian berkembang, tidak akan berbenturan dengan sistem negara. Sehingga Islam tidak dipaksakan untuk vis a vis (wajhan bi wajhin) dengan negara. Sebab apabila benturan itu terjadi, maka kemudharatan yang lebih besar akan menimpa umat Islam. Namun jika ada yang mengatasnamakan Ahlusunnah wal Jamaah akan tetapi penerapan syari’atnya melenceng dari kaidah-kaidah Ahlusunnah wal Jamaah dan cenderung mengkafirkan, membid’ahkan, dan mengatakan sesat amalan-amalan Islami yang selama ini telah membumi di masyarakat, walaupun mereka mengatasnamakan Ahlusunnah, mengatasnamakan salaf, mengatasnamakan santri dan kyai maupun habaib, Mereka mengaku siap untuk menangkisnya.

Tujuan penerapan syariah Islam di NKRI, baik secara halus atau kasar merupakan ciri khas kelompok yang terpengaruh ideologi muslim Timur Tengah yang sering bentrok. Suatu ketika, Alm. Anre Gurutta Haji (AGH) Muhammad Harisah AS, sesepuh NU Sulawesi Selatan, didatangi sekelompok orang. Mereka bertamu sekaligus menawarkan "perlunya penerapan syariat Islam" dan "pentingnya khilafah" sebagai solusi mengatasi krisis bangsa. Sambil tersenyum, pengasuh PP. Annahdlah Makassar itu menjawab: "Kalian menawarkan solusi kepada kami, sementara kalian sendiri membawa pikiran-pikiran dari Timur Tengah yang negaranya selalu kacau dan tidak pernah beres!". NU sejak awal adalah organisasi sosial-kemasyarakatan yang telah mengawal proses perjalanan bangsa ini. Komitmen itu ditunjukkan sejak Muktamar Banjarmasin tahun 1936, Resolusi Jihad tahun 1945, pengukuhan Kepala Negara sebagai waliyyul amri ad-dharuri bissyaukah (pemegang pemerintahan sementara dengan kekuasaan penuh), hingga penerimaan Pancasila, UUD 45 dan NKRI sebagai tujuan akhir dari perjuangan umat Islam Indonesia. Selain itu, NU juga menilai tidak perlu adanya Peraturan Daerah (Perda) tentang penerapan syariat Islam untuk mengatur kehidupan masyarakat. Pemberlakuan syariat Islam itu tidak lebih dari pengulangan hukum yang sudah ada, sudah tertuang dalam KUHP. Yang lebih diperlukan adalah mengefektifkan peraturan-peraturan yang sudah ada itu serta optimalisasi peran aparat penegak hukum. Bagi NU penerapan Maqâshid Syari’ah lebih cocok daripada penerapan syariat di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kalau kita misalnya berbicara tentang hak asasi manusia, tentang pluralisme dan demokrasi, maka kita berpedoman kepada maqâshid syar’iyyah yang memang ditujukan untuk mengedepankan kepentingan umat manusia secara mutlak dan menyeluruh, tanpa mempertimbangkan perkara perbedaan agama, suku, ideologi dan kelompok.

Mau tak mau, kalau melihat istilah/kata yang digunakan NU garis lurus maka pasangan lawannya adalah NU garis bengkok. Siapakah kelompok yang yang termasuk NU Garis Bengkok? Yang jelas adalah tokoh-tokoh yang sejalan dengan pemikiran Gus Dur sangat keindonesiaan, pendukung Gus Dur dan pewaris pemikirannya dan tak lupa para Gus Durian di seluruh dunia. Semoga NU garis bengkok tetap lestari menghadapi goncangan dan beban yang menimpa sebagaimana tulang belakang yang harus bengkok melengkung agar lebih mampu meredam hentakan atau kejutan yang dialaminya daripada jika berbentuk lurus. Semoga ...

Dawuhne Mbah Muchith Muzadi: "Masuk NU untuk memperbaiki diri, bukan memperbaiki NU!"

Salam Damai Sejahtera :)

These icons link to social bookmarking sites where readers can share and discover new web pages.
  • Digg
  • Sphinn
  • del.icio.us
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • Spurl
  • StumbleUpon
  • Technorati

Bahaya Fikiholic



BAHAYA FIKIHOLIC 

Mencermati perkembangan madzhab muslim Indonesia saat ini dibanding dengan beberapa tahun yang lalu akan terlihat perubahan signifikan. Dulu saat saya masih remaja yang sering terdengar adalah ormas NU dan Muhammadiyah, namun sekarang berbagai macam nama, madzhab, selain dua ormas di atas juga sedang naik pamor. Diantaranya, pertama, Wahabi –bisa dikatakan nenek moyangnya Muhammadiyah- madzhab yang muncul pertama kali di daratan Hijaz pada masa kemunduran Islam, kemudian menyebar dan menggurita ke seluruh dunia. Mereka sering kali menyebut madzhab mereka dengan sebutan Salafy, yang berarti merujuk pada generasi umat Islam terbaik (masa sahabat, tabiin, dan tabiut tabiin). Konon, mereka tidak mau bertaklid dengan imam madzhab manapun. Kedua, Syiah salah satu madzhab kecil tertua di Indonesia. Memang masih menjadi perdebatan apakah Sunni atau Syiah yang datang pertama kali ke bumi nusantara ini. Yang pasti, madzhab ini juga semakin berkembang pesat dan bahkan mendirikan ormas dengan nama IJABI.  

Saat di Indonesia hanya diramaikan oleh dua ormas, NU dan Muhammadiyah, masalah yang sering diperdebatkan semisal qunut subuh, jumlah rakaat tarawih, menjaharkan niat, tahlilan, dsb. Namun, kini masalah-masalah fikhiyah dari berbagai madzhab yang ada di Indonesia yang kebetulan sedikit aneh, janggal langsung saja menjadi debat kusir yang sangat panjang. Tidak hanya menjadi debat tanpa penyelesaian atau saling menghargai justru menimbulkan sikap saling jaga jarak dan sikap fanatik antar madzhab. Berbagai julukan menghina disematkan ke madzhab lain. Wahabi menjadi wah babi, aswaja menjadi asu waja, Ibnu Taymiyah menjadi Ibnu Tahi minyak, dan sebagainya. Selain itu dalam dialog antar madzhab di dunia maya juga muncul tradisi (baca: sunnah) saling gelar-menggelari dengan sebutan hina, semisal, Jahil, Goblok, Dungu, bahkan julukan Najis, Kafir. Seorang pendebat di dunia maya tak terlihat gahar atau hebat bila tidak menjarh dan merendahkan lawan debatnya. Belum lagi di arena dialog lintas agama, bahkan pribadi Jesus sendiri dijelek-jelekkan oleh orang muslim. Apakah kaum muslim tidak tahu bahwa Jesus itu nama yang sama dari Nabi Isa as, sebagaimana nama George menjadi Juraij, Abraham menjadi Ibrahim as. 

Inikah Islam yang membanggakan itu? Inikah wajah Islam yang katanya diturunkan untuk menyempurnakan akhlak mulia? Inikah rupa Islam yang mengayomi semesta alam, baik muslim atau non muslim? Memang, gesekan antar pemeluk madzhab tidak bisa lepas dari sejarah umat beragama. Semua agama samawi dalam perjalanan sejarahnya selalu diributkan dengan pertengkaran dan perpecahan intern. Namun, itu bukanlah preseden yang harus dilanggengkan. Islam mengajarkan untuk mengayomi semua makhluk di alam semesta ini sebagaimana ajaran Nashrani dengan cinta kasihnya. Sabda Nabi Muhammad saww “Qul khoiran aw liyasmut” berkatalah yang baik, atau tahan ucapan kalian kalau tidak mampu. Nasihat ini mungkin sesuai bagi semua pemeluk agama atau madzhab. Mereka yang tidak mengetahui seluk beluk ajaran Islam seharusnya diam dan belajar terlebih dahulu. Dengan hanya berbekal celotehan satu, beberapa ustadz atau kyai mereka berkoar-koar mengatakan haram, bid’ah, najis, kafir dan tetek bengeknya. Ingat, Islam memiliki ribuan bahkan jutaan ulama yang masih mumpuni tentang ajaran Islam. Mereka belum tentu sepaham dalam satu persoalan, bahkan dalam satu madzhab pun mereka terkadang berselisih paham. 

Perbedaan tersebutlah janganlah dijadikan pemicu pertengkaran antar madzhab. Inilah titik penting yang dijadikan oknum berhawa nafsu syetan sebagai sumbu pertarungan antar madzhab dalam Islam. Pada 10 Dzulhijjah, usai berkhutbah Nabi Muhammad saww ditanya seorang sahabat Saya berziarah dulu (tawaf) ke Baitullah, setelah itu saya melempar jumrah?” Beliau berkata, “If’al, lâ harâj” (lakukan saja, tidak ada salahnya). Yang lain berkata, “Saya bercukur dulu sebelum menyembelih.” Beliau berkata, “Lakukan saja, tidak ada salahnya.” Yang lain bertanya lagi, “Saya menyembelih sebelum melempar?” Beliau berkata, “Lakukan saja, tidak ada salahnya.” Kata Abdullah bin Umar, “Setiap Nabi saww ditanya tentang sesuatu yang didahulukan atau diakhirkan, beliau selalu berkata: ‘Lakukan saja, tidak ada salahnya.’” Para ulama menghitung tak kurang dari 24 cara ibadah haji yang disampaikan kepada Rasulullah saw, dan beliau membenarkannya. Itulah fikih sebenarnya yang diajarkan Nabi Muhammad saww. Fikih yang menunjukkan keluwesan ajaran Islam.

Bayangkan, kalau fikih dijadikan ukuran masuk surga seseorang. Karena dalam fikih memiliki banyak perbedaan pendapat, maka fikih yang mana yang menjadi ukuran masuk surga seseorang? Kalau akidah ilmu kalam yang dijadikan ukuran masuk surga. Dalam akidah ilmu kalam banyak madzhab dan perbedaan pendapat bahkan dalam satu madzhab pun, maka madzhab akidah yang mana yang menjadi ukuran masuk surga? Banyak cabang ilmu dalam Islam yang masih wajib dipelajari bagi pemeluknya seperti halnya ilmu fikih. Ilmu Tasawuf atau akhlak misalnya. Ilmu tasawuf/akhlak ini juga sejajar dengan ilmu fikih. Tasawuf/akhlak selain mengajarkan cara berhubungan dan mendekatkan diri kepada Tuhan swt juga mengajarkan cara hidup shalih dalam bermasyarakat dan bertindak di alam semesta ini. Dalam akhlak tasawuf manusia dilarang menyombongkan diri atas sesamanya. Bahkan seorang yang merasa lebih baik dari Fir’aun pun dilarang karena termasuk perilaku sombong. Jadi teringat tweet Ust. Yusuf Mansur tentang kehebatan alm. Gus Dur. Dulu Yusuf Mansur pernah mengikuti seminar dengan narasumber Gus Dur. Waktu itu Gus Dur memakai pakaian sobek yang kelihatan keteknya. Yusuf Mansur dalam sesi pertanyaan, menanyakan hal tersebut pada Gus Dur. Apa jawab Gus Dur saat itu? “Lihat kok ke yang bolongnya”. Gus Dur mengajarkan kepada kita semua untuk membiasakan melihat kelebihan sesama manusia, bukan mencari kekurangan, kelemahan atau merasa lebih baik dan lebih benar daripada yang lainnya. Itulah sebagian ajaran akhlak tasawuf yang seharusnya dipelajari setiap pemeluk agama. 

Sebagai penutup, al-Muhaddits al-Haramain as-Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hasani memberikan wasiat yang sangat berharga kepada kita semua. Diantara wasiat tersebut adalah wasiat yang pernah diberikan oleh ayahandanya, al-Muhaddits al-Haramain as-Sayyid Alawi bin Abbas bin Abdul Aziz al-Maliki, dari al-Habib Alawi bin Thohir al-Haddad: “Waspadalah dalam menjadikan suatu kebiasaan hanya mengulang-ulang membaca permasalahan fiqih, siang dan malam, semasa tua dan muda, tanpa membaca kitab agama yang lain seperti ilmu tafsir, hadits dan tasawuf. Dengan membatasi bacaan hanya pada kitab-kitab fiqih adalah suatu kelemahan, kejumudan dan menjauhkan diri dari akhlak yang baik serta menjadikan kerasnya hati.” 

Salam Damai Sejahtera :)

These icons link to social bookmarking sites where readers can share and discover new web pages.
  • Digg
  • Sphinn
  • del.icio.us
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • Spurl
  • StumbleUpon
  • Technorati