BAHAYA FIKIHOLIC
Mencermati
perkembangan madzhab muslim Indonesia saat ini dibanding dengan beberapa tahun
yang lalu akan terlihat perubahan signifikan. Dulu saat saya masih remaja yang
sering terdengar adalah ormas NU dan Muhammadiyah, namun sekarang berbagai
macam nama, madzhab, selain dua ormas di atas juga sedang naik pamor. Diantaranya,
pertama, Wahabi –bisa dikatakan nenek moyangnya Muhammadiyah- madzhab yang
muncul pertama kali di daratan Hijaz pada masa kemunduran Islam, kemudian
menyebar dan menggurita ke seluruh dunia. Mereka sering kali menyebut madzhab
mereka dengan sebutan Salafy, yang berarti merujuk pada generasi umat Islam
terbaik (masa sahabat, tabiin, dan tabiut tabiin). Konon, mereka tidak mau
bertaklid dengan imam madzhab manapun. Kedua, Syiah salah satu madzhab kecil
tertua di Indonesia. Memang masih menjadi perdebatan apakah Sunni atau Syiah
yang datang pertama kali ke bumi nusantara ini. Yang pasti, madzhab ini juga
semakin berkembang pesat dan bahkan mendirikan ormas dengan nama IJABI.
Saat
di Indonesia hanya diramaikan oleh dua ormas, NU dan Muhammadiyah, masalah yang
sering diperdebatkan semisal qunut subuh, jumlah rakaat tarawih, menjaharkan
niat, tahlilan, dsb. Namun, kini masalah-masalah fikhiyah dari berbagai madzhab
yang ada di Indonesia yang kebetulan sedikit aneh, janggal langsung saja
menjadi debat kusir yang sangat panjang. Tidak hanya menjadi debat tanpa
penyelesaian atau saling menghargai justru menimbulkan sikap saling jaga jarak
dan sikap fanatik antar madzhab. Berbagai julukan menghina disematkan ke madzhab
lain. Wahabi menjadi wah babi, aswaja menjadi asu waja, Ibnu Taymiyah menjadi
Ibnu Tahi minyak, dan sebagainya. Selain itu dalam dialog antar madzhab di
dunia maya juga muncul tradisi (baca: sunnah) saling gelar-menggelari dengan sebutan
hina, semisal, Jahil, Goblok, Dungu, bahkan julukan Najis, Kafir. Seorang
pendebat di dunia maya tak terlihat gahar atau hebat bila tidak menjarh dan
merendahkan lawan debatnya. Belum lagi di arena dialog lintas agama, bahkan pribadi
Jesus sendiri dijelek-jelekkan oleh orang muslim. Apakah kaum muslim tidak tahu
bahwa Jesus itu nama yang sama dari Nabi Isa as, sebagaimana nama George
menjadi Juraij, Abraham menjadi Ibrahim as.
Inikah
Islam yang membanggakan itu? Inikah wajah Islam yang katanya diturunkan untuk
menyempurnakan akhlak mulia? Inikah rupa Islam yang mengayomi semesta alam,
baik muslim atau non muslim? Memang, gesekan antar pemeluk madzhab tidak bisa
lepas dari sejarah umat beragama. Semua agama samawi dalam perjalanan
sejarahnya selalu diributkan dengan pertengkaran dan perpecahan intern. Namun,
itu bukanlah preseden yang harus dilanggengkan. Islam mengajarkan untuk mengayomi
semua makhluk di alam semesta ini sebagaimana ajaran Nashrani dengan cinta
kasihnya. Sabda Nabi Muhammad saww “Qul khoiran aw liyasmut” berkatalah yang baik, atau tahan ucapan kalian kalau tidak mampu. Nasihat
ini mungkin sesuai bagi semua pemeluk agama atau madzhab. Mereka yang tidak
mengetahui seluk beluk ajaran Islam seharusnya diam dan belajar terlebih
dahulu. Dengan hanya berbekal celotehan satu, beberapa ustadz atau kyai mereka
berkoar-koar mengatakan haram, bid’ah, najis, kafir dan tetek bengeknya. Ingat,
Islam memiliki ribuan bahkan jutaan ulama yang masih mumpuni tentang ajaran
Islam. Mereka belum tentu sepaham dalam satu persoalan, bahkan dalam satu
madzhab pun mereka terkadang berselisih paham.
Perbedaan
tersebutlah janganlah dijadikan pemicu pertengkaran antar madzhab. Inilah titik
penting yang dijadikan oknum berhawa nafsu syetan sebagai sumbu pertarungan
antar madzhab dalam Islam. Pada 10 Dzulhijjah,
usai
berkhutbah Nabi Muhammad saww ditanya seorang sahabat “Saya berziarah dulu (tawaf) ke Baitullah, setelah
itu saya melempar jumrah?” Beliau berkata, “If’al, lâ harâj”
(lakukan saja, tidak ada salahnya). Yang lain berkata, “Saya bercukur dulu
sebelum menyembelih.” Beliau berkata, “Lakukan saja, tidak ada salahnya.”
Yang lain bertanya lagi, “Saya menyembelih sebelum melempar?” Beliau
berkata, “Lakukan saja, tidak ada salahnya.” Kata Abdullah bin Umar, “Setiap
Nabi saww ditanya tentang sesuatu yang didahulukan atau diakhirkan, beliau
selalu berkata: ‘Lakukan saja, tidak ada salahnya.’” Para ulama menghitung
tak kurang dari 24 cara ibadah haji yang disampaikan kepada Rasulullah saw, dan
beliau membenarkannya. Itulah fikih sebenarnya yang diajarkan Nabi Muhammad
saww. Fikih yang menunjukkan keluwesan ajaran Islam.
Bayangkan,
kalau fikih dijadikan ukuran masuk surga seseorang. Karena dalam fikih memiliki
banyak perbedaan pendapat, maka fikih yang mana yang menjadi ukuran masuk surga
seseorang? Kalau akidah ilmu kalam yang dijadikan ukuran masuk surga. Dalam akidah
ilmu kalam banyak madzhab dan perbedaan pendapat bahkan dalam satu madzhab pun,
maka madzhab akidah yang mana yang menjadi ukuran masuk surga? Banyak cabang
ilmu dalam Islam yang masih wajib dipelajari bagi pemeluknya seperti halnya
ilmu fikih. Ilmu Tasawuf atau akhlak misalnya. Ilmu tasawuf/akhlak ini juga
sejajar dengan ilmu fikih. Tasawuf/akhlak selain mengajarkan cara berhubungan dan
mendekatkan diri kepada Tuhan swt juga mengajarkan cara hidup shalih dalam bermasyarakat
dan bertindak di alam semesta ini. Dalam akhlak tasawuf manusia dilarang
menyombongkan diri atas sesamanya. Bahkan seorang yang merasa lebih baik dari Fir’aun
pun dilarang karena termasuk perilaku sombong. Jadi teringat tweet Ust. Yusuf
Mansur tentang kehebatan alm. Gus Dur. Dulu Yusuf Mansur pernah mengikuti
seminar dengan narasumber Gus Dur. Waktu itu Gus Dur memakai pakaian sobek yang
kelihatan keteknya. Yusuf Mansur dalam sesi pertanyaan, menanyakan hal tersebut
pada Gus Dur. Apa jawab Gus Dur saat itu? “Lihat kok ke yang bolongnya”.
Gus Dur mengajarkan kepada kita semua untuk membiasakan melihat kelebihan
sesama manusia, bukan mencari kekurangan, kelemahan atau merasa lebih baik dan
lebih benar daripada yang lainnya. Itulah sebagian ajaran akhlak tasawuf yang
seharusnya dipelajari setiap pemeluk agama.
Sebagai
penutup, al-Muhaddits al-Haramain as-Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki
al-Hasani memberikan wasiat yang sangat berharga kepada kita semua. Diantara wasiat
tersebut adalah wasiat yang pernah diberikan oleh ayahandanya, al-Muhaddits
al-Haramain as-Sayyid Alawi bin Abbas bin Abdul Aziz al-Maliki, dari al-Habib
Alawi bin Thohir al-Haddad: “Waspadalah dalam menjadikan suatu kebiasaan
hanya mengulang-ulang membaca permasalahan fiqih, siang dan malam, semasa tua
dan muda, tanpa membaca kitab agama yang lain seperti ilmu tafsir, hadits dan
tasawuf. Dengan membatasi bacaan hanya pada kitab-kitab fiqih adalah suatu
kelemahan, kejumudan dan menjauhkan diri dari akhlak yang baik serta menjadikan
kerasnya hati.”
3 comments
Comment by Anonim on 25 April 2015 pukul 09.10
Aneh,pengelola situs ini. Anda menyamakan yesus dgn nabi isa as. Berarti anda smakan yesus tuhannya nasrani dgn nabi isa as nabi yg diangkat Allah ke langit ? Smntra yesus itu mrk angkat sbg Anak Tuhan. Disitulah perbedaannya. Di Alquran sdh jelas bhwsnya Nabi Isa As itu nabi dan Rasul bkn anak Tuhan. Dan Allah tdk beranak dan tdk diperanakkan. Jd anda membantah ayat Al Quran dan meyakini Allah itu beranak ?Jd hati2 anda menyimpulkan Yesus itu sama dgn Nabi Isa ? Tp kl anda pengelola situs ini beragama Nasrani itu hak anda sesuai keyakinan Nasrani tp anda tdk bisa memaksakan keyakinan agama anda kpd kami.
Comment by Anonim on 25 April 2015 pukul 09.13
Tp kl ana seorg muslim kami menasehati agar anda bertobat atas keyakinan anda tsb.bnyk istighfarlah anda,berzikir dan bersholawat agar hati anda tenang dan dijauhi nafsu syetan yg membisikkan hati anda.jgn anda batal syahadat anda.
Comment by Anonim on 21 Juli 2015 pukul 02.08
Iya min, yesus sudah mati sedang kan nabi Isa as masih hidup, jadi yesus dan nabi Isa as tidak sama