Muslimin dan 'ulama mereka telah bersepakat tentang bolehnya melakukan sujud di atas sesuatu yang tumbuh di atas tanah. Hanya saja, yang mereka ikhtilafkan adalah tentang bolehnya sujud di atas segala sesuatu yang bisa dimakan dan bisa dipakai. Sebagian dari mereka membolehkan hal tersebut sesuai dengan ijtihaddan istinbât mereka. Akan tetapi sebagian yang lainnya tidak membolehkan hal tersebut karena mengikuti Imâm Ma'sum mereka.'Ala kulli hal, tanpa diragukan lagi bahwa muslimin dari pengikut Ahlus Sunnah wal Jama'ah tidak pernah menyangkal keabsahan sujudnya seorang muslim Syi'ah Imâmiyah di atas segala sesuatu yang ditumbuhkan oleh bumi yang tidak dimakan dan tidak dipakai. Dan yang masyhur menurut madzhab Syi'ah Imâmiyah adalah tidak boleh melaksanakan sujud dalam keadaan ikhtiar,yakni tidak dalam keadaan terpaksa kecuali di atas tanah atau di atas sesuatu yang ditumbuhkan oleh bumi dengan syarat tidak dimakan dan tidak dipakai.

Pernah terjadi perbincangan antara penulis dengan sebagian muslimin tentang sujudnya orang Syi'ah Imâmiyah di atas tanah atau turbah. Pertama kali penulis tanyakan kepada mereka adalah apakah anda menganggap sah sujudnya orang-orang Syi'ah di atas tanah atau turbah itu sesuai dengan madzhab anda atau tidak. Mereka menjawab, ”Ya, sujud semacam itu hukumnya sah, hatta menurut madzhab kami”. Kemudian kami katakan kepada mereka, ”Apabila sujud mereka (orang-orang Syi'ah) sujudu di atas tanah itu sah dan benar menurut madzhab anda, lalu mengapa anda memprotes perbuatan mereka itu. Sesungguhnya orang-orang Syi'ah tidak pernah memprotes dan menyangkal apa yang anda lakukan ketika kalian salât, tetapi kenapa kalian menyangkal orang-orang Syi'ah”? Yang kedua, yang perlu anda ketahui adalah bahwa sesungguhnya orang-orang Syi'ah sama sekali tidak mengamalkan dan mempraktikkan kecuali apa yang telah diamalkan dan dipraktikkan oleh para Imâm Ma'sum, dan mereka sama sekali tidak mengambil urusan yang berhubungan dengan ibadah kecuali dari para Ma'sum as tersebut. Juga mereka tidak mengikuti dan mentaati kecuali kepada orang-orang yang telah mendapatkan restu, izin serta ridâ dari Allâh Swt, dan Allâh Swt sendiri telah memerintahkan mereka dan begitu pun Rasulullâh Saw untuk melakukan hal itu., maka bagi anda laksanakanlah 'amal ibadah anda dan biarkan mereka melaksanakan 'amal ibadah mereka. Hindarilah memprotes mereka tanpa dasar dan argumen, karena sesungguhnya apa yang dilakukan oleh orang Syi'ah itu bersandar pada sanad dan dalil yang kuat dan dapat ditemukan dalam kitab-kitab utama anda. Wahai saudara-saudara muslimku yang berpegang teguh pada Madzhab Ahlus Sunnah wal Jama'ah, ketahuilah bahwa sesungguhnya apabila anda malaksanakan sujud di dalam salât-salât anda di atas turbah atau tanah sesuai dengan apa yang telah biasa dilakukan oleh orang-orang Syi'ah di dalam salât-salât mereka, maka sesungguhnya para 'ulama dan para imâm anda menganggap dan menilai perbuatan tersebut sah dan diterima tanpa adanya keraguan dan isykal (masalah) sedikit pun. Dan sesungguhnya Rasulullâh Saw serta keluarganya yang mulai dan suci beliau serta seluruh sahabat beliau akan menerima dan meridâi hal tersebut tanpa adanya keraguan sedikitpun. Akan tetapi, apabila anda melakukansujud di dalam salât-salât kalian di atas sesuatu yang tidak dipakai oleh orang-orang Syi'ah misalnya di atas sajadah atau di atas karpet, maka bisa jadi 'ulama anda akan menerima dan menganggapnya sah. Akan tetapi sudah pasti bahwa para Imâm Ma'sum dan para 'Ulama Syi'ah tidak dapat menerima hal itu dan mereka tidak akan pernah mengangapnya sah. Dan apabila sujud dalam salât tersebut tidak dianggap sah, maka salâtnya pun dianggap batal atau tidak sah. Dan tentunya apabila anda melakukan hal itu,yaitu melakukan sujud diatas selain apa-apa yang dipakai oleh orang-orang Syi'ah dan Ma’sumîn mereka, padahal anda telah membaca hadits-hadits dan riwayat-riwayat Rasulullâh Saw ini, maka andapun boleh jadi ragu terhadap apa yang telah anda lakukan itu. Orang yang berakal sehat tidak akan memilih suatu perbuatan yang hanya diterima dan direstui oleh sebagian 'ulama saja tanpa diakui oleh 'ulama yang lainnya, apalagi Ma’sumîn as. Orang yang berakal pasti akan memilih suatu perbuatan yang ia yakini berdasarkan argumen- argumen kuat yang diterima oleh seluruh 'ulama, para Imâm Ma'sûm serta Rasulullâh Saw. Silahkan anda menyimak riwayat-riwayat dan hadits-hadits berikut ini tentang sujudnya Rasulullâh Saw. Setelah itu renungkan dan pikirkanlah, semoga anda mendapat petunjuk dari Allâh Swt. Atau kalau tidak, lakukanlah apa yang anda kehendaki, tapi ingatlah sesungguhnya anda kelak akan dimintai tanggung jawab atas segala perbuatan anda pada hari pembalasan nanti.Dalam surat At-Taubah disebutkan, ”Berbuatlah kalian, sesungguhnya Allâh Swt danRasulnya serta orang- orang yang beriman, (yaitu para Imâm Ma'sûm) akan melihat amal perbuatan kalian dan kalian akan dikembalikan kepada Yang MahaMengetahui segala yang ghâîb dan yang terang dan kalian akan diberitahukan tentang apa-apa yang kalian lakukan”.(Qs. At-Taubah : 105 ).Adapun riwayat-riwayat yang menjelaskan tentang sujudnya Rasulullâh Saw adalah sebagai berikut:

1. Abî Sa'îd al-Khudrî berkata, ”Aku masuk menjumpai Rasulullâh Saw. Ketika itu beliau sujud di atas hasîr,yaitu tikar yang terbuat dari daun". [38]
2. Anas bin Mâlik dan Ibnu 'Abbâs dan sebagian istri-istri Rasulullâh Saw seperti 'Âisyah, Ummu Salamah dan Maîmunah meriwayatkan suatu hadits, yaitu Rasulullâh Saw biasa melakukan salât di atas humrah, yaitusejenis tikar yang ditenun dari daun kurma".[39]
3. Abî Sa'îd al-Khudrî meriwayatkan,”Aku melihat Rasulullâh Saw salât di atas tikar dan beliau sujud di atas tikar tersebut”.[40]
4. 'Âisya berkata, ”Bahwa Rasulullâh Saw mempunyai tikar dan beliau biasa menggelar dan salât di atasnya”.[41]
5. Anas bin Mâlik meriwayatkan dan ia berkata,”Rasulullâh Saw salât di atas humrah dan sujud di atas humrah tersebut”.[42]
6. Anas juga meriwayatkan dan berkata, ”Rasulullâh Saw adalah insan yang mempunyai akhlak yang paripurna. Pernah suatu ketika datang waktu salat beliau berada di rumah kami. Ketika itu di rumah kami ada sebuah tikar kemudian beliau menyapu dan membersihkan tikar itu dan mengimami salât, lalu kami pun salâtdi belakang beliau dan tikar yang dipakai itu terbuat dari pelepah kurma”.[43]
7. Bukhârî, Muslim dan Ahmad meriwayatkan sebuah hadits dari Anas. Mereka berkata, ”Maka kemudian aku berdiri menuju ke tikar yang sudah menghitam karena sudah lamanya dipakai.Kemudian kami bersihkan tikar itu dengan air. Kemudian Rasulullâh Saw berdiri dan melakukan salât berjamaah bersama kami”.[44]
8. Abî Sa'îd al-Khudrî bahwa diapernah masuk menjumpai Rasulullâh Saw dan menemukan Rasulullâlh Saw sedang salât
[55] Dalam hal ini pula An-Nawawi berkata bahwa Abu Hânifâh memberikan hukum seperti ini yaitu melandaskan dengan baju yang dipakai ketika sujud. Demikianlah pendapat jumhur atau umumnya fuqaha dalam madzhab Ahli Sunnah wal Jama'ah. Bahkan Al-Bukhârî dalam Sahih-nya memberikan judul sebagai berikut: Sujud di atas baju ketika udara dan batu-batu sangat panas menyengat. Hadits-hadits di atas menegaskan tentang tidak bolehnya sujud di atas batu kecuali benar-benar berhalangan. [56]Bukan tempatnya di sini untuk menyebutkan seluruh hadits-hadits dan riwayat-riwayat yang ada berkenaan dengan perintah RasulullâhSaw untuk sujud di atas tanah. Beberapa hadits dan riwayat yang telah kami sebutkan di atas sudah memadai untuk menegaskan kepada kita bahwa Rasulullâh Saw senantiasa memerintahkan para sahabatnya untuk sujud dalam salâtnya dengan meletakkan dahi secara langsung di atas tanah. Dan bahkan ada beberapa riwayatdan hadits-hadits yang mengkisahkan pelarangan Rasulullâh Saw kepada sahabatnya untuk melandasi dahinya yang akan menghalangi antara dahinya dan tanah. Diantara hadits-hadits larangan Rasulullâh Saw itu, yang bisa juga dikatakan sebagai dalil bahwa sujudnya beliau dan para sahabat beliau dalam keadaan darurat adalah:
1.Saleh As-Sabaî berkata bahwa pernah Rasulullâh Saw melihat seseorang melakukan sujud dan disampingnya terdapat surbannya yang menghalangi. Lalu Rasulullâh Saw menyingkap surbannya itu dari dahinya.[57]
2.Ayat bin Abdullah berkata, Pernah Rasulullâh Saw melihat seseorang melakukan sujud di atas surbannya. Lalu beliau memberi isyarat kepada orang tersebut dengan tangan beliau supaya orang itu mengankat surbannya dan beliau memberikan isyarat kepada dahi beliau, yang maksudnya supaya orang tersebut menyentuhkan dahinya di atas tanah. [58]

Masih banyak lagi hadits-hadits dan riwayat-riwayat yang menjelaskan bahwa Rasulullâh Saw senantiasa memerintahkan sahabat-sahabatnya untuk melakukan sujud ketika salât agar meletakkan dahi di atas tanah secara langsung. Mengingat terbatasnya tempat dan waktu, tidak mungkin untuk menuangkan semua hadits-hadits yang berkenaan dengan hal tersebut - dalam risalah ini. Apabila kita telaah dan kaji riwayat-riwayat di atas, dengan hati yang tulus dan ikhlas, tidaklah sulit bagi kita untuk memahami bahkan untuk mengikuti segala apa yang telah dilakukan dan dicontohkan oleh Rasulullâh Saw .

Sunnah Siapakah Sujud diatas Sajadah?

1. Al-Ghazâlî dalam kitabnya Ihyâ 'Ulumûddîn berkata: "Sesungguhnya ketika itu perbuatan menghampari masjid Nabawi dengan bawari atau tikar dianggap sebagai perbuatan bid'ah dan ada yang mengatakan bahwa hal itu dilakukan oleh Hajjâj bin Yusuf. Sebelum itu orang-orang tidak menempatkan sesuatu penghalang antara dahi-dahi mereka dengan tanah ketika mereka sujud".[1]

2. Qatâdah berkata bahwa ia melakukan sujud kemudian kedua matanya tertusuk oleh bagian tikar itu hingga ia menjadi buta, ia berkata: "Semoga Allâh melaknat Hajjâj. Ia telah membuat bid'ah dengan menghampari masjid ini dengan Bawari (sejenis tikar)". [2]

3. 'Umar bin 'Abdul 'Azîz pernah menulis surat kepada 'Udaî bin Artâh. Ia berkata: "Telah sampai berita kepadaku bahwa engkau telah mengerjakan sunnahnya Hajjâj. Aku nasihatkan janganlah engkau mengerjakan sunnah tersebut karena sesungguhnya ia salât tidak pada waktunya. Ia pun mengambil zakât bukan dari orang yang berhaq diambil zakâtnya dan ketika ia melakukan hal itu, ia telah membuat kerusakan".[3]

Masalah sajadah dapat kita ketahui secara jelas dengan merujuk pada ensiklopedia Islâm di dalam kitab itu disebutkan bahwa: "Istilah sajadah tidak ditemukan di dalam kitab suci Al-Qur'ân dan hadits-hadits yang sahih. Kata sajadah ini dapat dijumpai satu abad setelah penulisan hadits-hadits tersebut".[4]

Ibnu Batutah mengatakan di dalam kitabnya Rihlah Ibnu Batutah berkata: "Orang-orang pinggiran kota Kairo Mesir telah terbiasa keluar rumah mereka untuk pergi melakukan shalât Jum'at. Para pembantu mereka biasanya membawakan sajadah dan menghamparinya untuk keperluan salât mereka. Sajadah mereka itu terbuat dari pelepah-pelepah daun korma". Dia menambahkan: "Penduduk kota Mekkah pada masa ini (pada masanya Ibnu Batutah, red-) melakukan shalat di Masjid Jâmi' dengan menggunakan sajadah.
Kaum muslimin yang pulang haji banyak membawa sajadah buatan Eropa yang bergambar (ada yang bergambar salib) dan mereka tidak memperhatikan gambar tersebut. Sajadah masuk ke Mesir dengan jalan impor dari Asia untuk dipakai salat oleh orang-orang kaya, di dalam sajadah itu terdapat gambar mihrab yang mengarah ke kiblat. [5]

Syaikh Murtadâ Az-Zubaîdî di dalam kitabnya Ittihaful Muttaqin berkata: "Musallî hendaknya tidak melakukan shalat di atas sajadah atau permadani yang bergambar dan dihiasi dengan beragam gambar yang menarik. Karena hal itu membuat si musâlli tidak khusyu' di dalam shalatnya, karena perhatiannya akan tertuju pada warna-warni sajadah itu. Kita telah tertimpa bencana dengan permadani-permadani Romawi itu yang kini digelar di masjid-masjid dan rumah-rumah yang dipakai untuk shalât, sehingga kebiasaan bid'ah itu telah membuat orang yang melakukan salat di tempat lainnya dianggap tidak sah dan kurang sopan". Lâ Hawla wa lâ Quwwata îllâ Billâh. Aku menduga kuat bahwa semua ini adalah akibat ulah dan perbuatan orang-orang Barat – semoga Allah mengutuk mereka – yang telah memasukkan sesuatu ke dalam kalangan kaum muslimin sedang mereka lalai dan lengah dari tipu daya musuh-musuh tersebut. Lebih aneh lagi, aku pernah melihat di sebuah masjid yang berhamparkan permadani, namun permadani itu memiliki gambar salib. Hal inilah yang membuatku semakin terkejut. Aku yakin bahwa semua ini adalah perbuatan dan tipu-daya orang-orang Nasrani".[6]

-------------------------------

[1] Lihat Ihyâ 'Ulumûddîn, jilid 1, hal. 80.
[2] Lihat Ittihâful Muttaqîn, jilid 1, hal.727.
[3] Lihat Sîrah 'Umar bin 'Abdul 'Aziz oleh Ibnul Jawzî, hal. 88-89. * Lihat At-Tuhfatul Latifah, jilid 1, hal 376.
[4] Dairatul Ma'ârîf Al-Islamiyah, jilid 11, hal 275.
[5] Lihat Rihlah Ibnu Batutah, jilid 1, hal 72-73.
[6] Lihat Ittihaful Muttaqin bisyarhi Ihya 'Ulumûddîn, jilid 3, hal. 201,

http://www.facebook.com/note.php?note_id=169553256411491: http://www.facebook.com/note.php?note_id=163963570303793

These icons link to social bookmarking sites where readers can share and discover new web pages.
  • Digg
  • Sphinn
  • del.icio.us
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • Spurl
  • StumbleUpon
  • Technorati