Setelah Yazid bin Muawiyah memegang tampuk pemerintahan (kekuasaan) selama tiga tahun, di mana dalam masa kekuasaannya itu dia memelopori pembantaian Imam Husain bin Ali bin Abi Thalib dan melakukan perampokan dan kejahatan di Madinah serta pengrusakan atas Kabah, maka kekuasaannya jatuh ke tangan anaknya, Muawiyah (kedua).
Ketika tidur, dia selalu dijaga dua budak wanitanya; seorang di sisi kepalanya dan seorang di sisi kaki. Suatu malam, tatkala mereka berdua menjaga khalifah--mereka berdua mengira bahwa khalifah telah tertidur--mereka berdua berbincang-bincang.
Budak yang ada di sisi kepala berkata, "Khalifah amat mencintai saya, jika sehari saja dia tidak melihat saya, dia akan merasa gelisah." Budak wanita yang ada di sisi kaki berkata, "Kalian berdua akan menempati Jahanam." Muawiyah mendengar pembicaraan kedua budak wanitanya itu. Dia hendak bangun, tetapi karena dia hendak mengetahui kelanjutan pembicaraan tersebut, dia tetap pura-pura tidur. Budak wanita itu (yang di sisi kepala) menanyakan sebabnya. Dia menjawab, "Muawiyah dan Yazid--kakek dan ayah Muawiyah ini--telah merampas kepemimpinan yang layak dipegang oleh para keturunan Nabi saw."
Muawiyah (kedua) yang pura-pura tidur mendengarkan jawaban budak wanitanya itu dan tenggelam dalam lamunannya. Dia mengambil keputusan bahwa esok harinya dia akan melepaskan kepemimpinan batilnya itu serta menyatakan kepada masyarakat siapa yang layak menjadi pemimpin.
Keesokan harinya, dia mengumumkan agar masyarakat datang dan berkumul di masjid. Setelah masjid dipenuhi lautan manusia, dia segera naik mimbar. Setelah mengucapkan puja dan pujian kepada Allah SWT, dia berkata, "Wahai manusia! Kepemimpinan adalah hak Imam Ali Zainal Abidin as Sajjad bin Husain bin Ali bin Abi Thalib. Saya, ayah, dan kakek saya adalah para perampas."
Lalu, dia segera turun dari mimbar dan kembali ke rumah; menutup pintu dan tak menerima kedatangan masyarakat. Tatkala ibunya mengetahui peristiwa ini, dia segera datang menemui Muawiyah lalu memukulkan kedua tangan ke kepalanya sendiri seraya berkata, "Andai saja engkau menjadi darah haid dan aku tak melihat apa yang telah kau lakukan." Muawiyah menjawab, "Demi Allah, aku sangat ingin menjadi semacam itu dan sama sekali tak pernah kau lahirkan."
Selama 40 hari, Muawiyah tidak keluar rumah dan roda pemerintahan dijalankan Marwan bin Hakam. Lalu, Marwan menikah dengan ibu Muawiyah (istri Yazid). Setelah beberapa hari, mereka berdua meracuni Muawiyah yang sadar akan kebenaran.
Source: http://nahjulbalaghah.blogspot.com/2006/09/muawiyah-bin-yazid.html
One comment
Comment by Anonim on 23 Juli 2018 pukul 22.34
salam untuk ahlul bait istri2 rasulullah aisyah, hafsah, dan lainnya. Dan salam untuk anak2 rasulullah zainab, ummu qultsum, dan lainnya. Salam untuk sahabat rasulullah abu bakar, umar, utsman, dan lainnya.